Apakah Panitia Zakat Berhak Mendapat Zakat? Begini Penjelasannya

Tidak semua panitia zakat berhak menerima zakat, hanya amil zakat resmi yang berwenang. Simak penjelasan lengkapnya

oleh Tim Regional Diperbarui 26 Mar 2025, 21:42 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2025, 21:42 WIB
Ilustrasi zakat fitrah
Ilustrasi zakat fitrah. (Image by Freepik)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Perdebatan seputar hak panitia zakat untuk menerima bagian dari zakat masih sering terjadi. Pertanyaan utamanya adalah: Apakah semua panitia zakat berhak menerima zakat sebagai upah atas kerja mereka? Jawabannya tidak sesederhana ya atau tidak. Hal ini bergantung pada status resmi panitia tersebut. Siapa yang berhak, kapan zakat diberikan, bagaimana prosesnya, dan mengapa hal ini penting akan dijelaskan dalam artikel ini.

Amil zakat, yaitu individu atau lembaga yang ditunjuk secara resmi oleh pemerintah, berhak menerima bagian dari zakat sebagai upah. Namun, panitia zakat yang dibentuk secara swakarsa oleh masyarakat, tanpa pengangkatan resmi, tidak termasuk dalam kategori amil dan karenanya tidak berhak menerima zakat. Penjelasan ini penting untuk memastikan pengelolaan zakat sesuai syariat Islam dan menghindari penyalahgunaan dana zakat.

Perbedaan antara panitia zakat swakarsa dan amil zakat resmi menjadi poin krusial. Kejelasan status ini sangat penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan zakat. Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai persyaratan, alternatif solusi bagi panitia zakat swakarsa, serta pandangan para ulama dan lembaga terkait mengenai penggunaan dana zakat.

Promosi 1

Amil Zakat: Pengertian dan Syaratnya

Amil zakat adalah individu atau lembaga yang ditunjuk secara resmi untuk mengelola zakat. Mereka bertanggung jawab atas pengumpulan, pencatatan, penyimpanan, dan pendistribusian zakat kepada yang berhak menerimanya (mustahik). Amil zakat harus memenuhi beberapa syarat, antara lain beragama Islam, baligh, berakal sehat, jujur, amanah, memahami ilmu zakat, dan terdaftar dalam lembaga resmi seperti BAZNAS atau LAZ.

Tugas amil zakat meliputi pendataan muzakki (wajib zakat), perhitungan zakat, pencatatan, penyimpanan, dan pendistribusian zakat sesuai syariat Islam. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci kepercayaan masyarakat terhadap amil zakat, sehingga zakat dapat memberikan manfaat optimal bagi kesejahteraan umat. Mereka memiliki peran krusial dalam memastikan zakat tepat sasaran dan memberikan dampak maksimal bagi masyarakat.

Beberapa ulama, seperti Ibnu Qasim dan Imam Nawawi, telah menjelaskan peran amil zakat. Ibnu Qasim mendefinisikan amil sebagai pihak yang ditugaskan pemimpin untuk mengumpulkan dan mendistribusikan zakat. Imam Nawawi menambahkan bahwa amil juga bertanggung jawab atas pendataan, perhitungan, pencatatan, dan penjagaan harta zakat. Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2011 juga menegaskan pentingnya amil zakat yang amanah, berpengetahuan tentang hukum zakat, dan memenuhi syarat-syarat tertentu.

Di Indonesia, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan lembaga utama yang mengelola zakat di tingkat nasional. Namun, terdapat juga lembaga amil zakat lain yang dibentuk oleh masyarakat dan diawasi oleh Kementerian Agama. Amil zakat berhak mendapatkan bagian dari zakat yang dikumpulkan sebagai upah, namun jumlahnya harus sesuai ketentuan yang berlaku dan tidak boleh berlebihan.

Panitia Zakat Swakarsa: Alternatif Solusi

Panitia zakat yang dibentuk secara swakarsa oleh masyarakat memiliki peran penting dalam membantu pendistribusian zakat di lingkungan mereka. Namun, karena tidak memiliki status resmi sebagai amil zakat, mereka tidak berhak menerima bagian dari zakat sebagai upah. Terdapat beberapa alternatif solusi yang dapat dipertimbangkan:

  • Mengajukan permohonan SK resmi sebagai amil: Panitia zakat dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Keputusan (SK) resmi sebagai amil zakat kepada lembaga pemerintah yang berwenang. Dengan demikian, mereka akan memenuhi syarat untuk menerima bagian dari zakat sebagai upah.
  • Terdiri dari mustahik: Jika tidak memungkinkan untuk mendapatkan SK resmi sebagai amil, panitia zakat dapat memastikan bahwa anggota panitia terdiri dari mustahik (penerima zakat). Dalam hal ini, muzakki (pembayar zakat) telah memenuhi kewajibannya, dan panitia dapat menerima zakat. Namun, untuk memastikan pemerataan, perlu ada kesepakatan agar zakat yang diterima didistribusikan juga kepada mustahik lainnya.
  • Meminta dana tambahan secara sukarela: Untuk membiayai operasional panitia zakat, mereka dapat meminta dana tambahan secara sukarela dari muzakki (pembayar zakat), bukan mengambil dari dana zakat itu sendiri.

Kesimpulannya, status kepanitiaan zakat yang dibentuk atas prakarsa masyarakat berbeda dengan amil zakat yang ditunjuk pemerintah. Hanya amil zakat yang berhak menerima bagian dari zakat sebagai upah. Panitia zakat yang tidak berstatus amil harus mencari alternatif lain untuk membiayai operasional mereka, agar tidak melanggar ketentuan syariat. Penggunaan dana zakat harus selalu transparan dan akuntabel, sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam.

Perlu diingat bahwa penggunaan dana zakat harus selalu berdasarkan pada prinsip-prinsip syariat Islam dan memperhatikan kebutuhan mustahik. Setiap penggunaan dana zakat haruslah terdokumentasi dengan baik dan transparan agar terhindar dari penyalahgunaan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya