Liputan6.com, Jakarta Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomalongo, mengingatkan kepada pegawai negara dan penyelenggara negara untuk tidak memungut Tunjangan Hari Raya (THR) Idulfitri ke pihak manapun, baik dalam bentuk uang ataupun hadiah.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam Surat Imbauan KPK Nomor 1636/GTF.00.02/01/03/2024 tentang Imbauan terkait Surat Edaran Pencegahan dan Pengendalian Gratifikasi di Hari Raya.
Baca Juga
Nawawi menegaskan, pegawai negeri yang memungut THR termasuk dalam kategori korupsi, baik mengatasnamakan pribadi maupun institusi.
Advertisement
"Permintaan dana dan/atau hadiah sebagai Tunjangan Hari Raya (THR) atau dengan sebutan lain oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara, baik secara individu maupun atas nama institusi merupakan perbuatan yang dilarang," ucap Ketua Sementara KPK Nawawi dalam keterangannya, Selasa (26/3/2024).
"Sebab, tindakan tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan dan kode etik, serta memiliki risiko sanksi pidana," sambung dia.
Kepada para pimpinan kementerian, pemerintah daerah hingga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mengimbau untuk tidak menggunakan fasilitas dinas guna kepentingan pribadi.
Oleh karena itu, Nawawi mengingatkan agar pihak penyelenggara negara menerbitkan imbauan secara internal untuk pegawai di lingkungan kerjanya agar menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugasnya.
Nawawi juga mengingatkan kepada pimpinan asosiasi atau perusahaan akan hal serupa.
"Pimpinan asosiasi/perusahaan/masyarakat diharapkan juga melakukan langkah-langkah pencegahan dengan mengimbau anggotanya tidak memberikan gratifikasi yang dianggap suap, uang pelicin atau suap dalam bentuk lainnya," kata Nawawi.
"Apabila terdapat permintaan gratifikasi, suap, atau pemerasan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara, KPK mengimbau agar segera melaporkannya kepada aparat penegak hukum atau pihak berwenang," tegas Nawawi.
Sejarah THR
Sejarah pemberian THR di Indonesia, seperti kutip dari Kanal Hot Liputan6.com dan indonesiabaik.id, Tunjangan Hari Raya (THR) merupakan salah satu bentuk penghargaan yang diberikan oleh pemberi kerja kepada karyawan sebagai bentuk apresiasi atas kerja keras mereka sepanjang tahun.
Di Indonesia, tradisi pemberian THR telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat dalam merayakan hari raya, terutama Hari Raya Idulfitri.
Sejarah pemberian THR di Indonesia dapat ditelusuri kembali ke masa penjajahan Belanda. Pada saat itu, para pekerja pabrik gula di Jawa diberikan bonus atau hadiah berupa uang tunai sebagai bentuk penghargaan atas kerja keras mereka sepanjang tahun. Bonus ini diberikan menjelang hari raya, terutama Natal.
Pemberian bonus ini bertujuan untuk memperkuat hubungan antara pemberi kerja dan pekerja, serta meningkatkan semangat kerja karyawan.
Setelah Indonesia merdeka, tradisi pemberian THR terus berlanjut dan menjadi semakin populer di kalangan masyarakat. Berawal pada 1951, Perdana Menteri Soekiman memberikan tunjangan kepada pamong pradja yang saat ini dikenal Aparatur Sipil Negara (ASN) berupa uang persekot atau pinjaman awal. Hal ini agar dapat mendorong kesejahteraan lebih cepat.
Uang persekot akan dikembalikan ke negara dalam bentuk pemotongan gaji pada bulan berikutnya. Demikian mengutip dari indonesiabaik.id.
Pada 1952, kaum buruh protes dan menuntut pemerintah memberikan tunjangan yang sama seperti pekerja pamong pradja. Pada 1954, perjuangan itu tak sia-sia. Menteri Perburuhan Indonesia merilis surat edaran tentang hadiah Lebaran untuk imbau setiap perusahaan memberikan hadiah Lebaran untuk pekerjanya sebesar seperdua-belas dari upah.
Kemudian pada 1961, surat edaran yang semula bersifat imbauan, berubah menjadi peraturan pemerintah yang wajibkan perusahaan untuk memberikan Hadiah Lebaran kepada pekerja minimal 3 bulan pekerja.
Selanjutnya pada 1994, Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan Peraturan Menteri dengan mengubah istilah Hadiah Lebaran menjadi Tunjangan Hari Raya (THR) yang dikenal sampai sekarang.
Pemerintah Indonesia kemudian mengatur pemberian THR melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang ini mengatur bahwa setiap pekerja berhak menerima THR setiap tahunnya, yang besarnya minimal satu bulan gaji.
Pada 2016, pemberian THR direvisi. THR dapat diberikan kepada pekerja dengan minimal satu bulan kerja yang dihitung secara proporsional.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement