Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah sepakat membawa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) atau RUU MK ke rapat paripurna DPR hari ini, Selasa (14/5/2024).
Pembahasan dan rapat pengambilan keputusan tingkat I dilakukan secara “senyap” pada masa reses DPR. Pengetokan palu tingkat I ini dilakukan pada Senin (13/5/2024) sore.
Dikutip dari keterangan tertulis, Wakil Ketua Komisi III DPR Adies meminta persetujuan dari para Anggota Komisi III dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) saat raker di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (13/5/2024).
Advertisement
"Kami meminta persetujuan kepada Anggota Komisi III dan Pemerintah, apakah pembahasan RUU tentang Mahkamah Konstitusi dapat dilanjutkan pada Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna," tanya Adies.
Dalam rapat ini, Adies menyampaikan bahwa pada tanggal 29 November 2023, Panja Komisi III DPR RI dan Pemerintah telah menyetujui DIM RUU tentang Mahkamah Konstitusi dan memutuskan bahwa pembahasan RUU MK dapat langsung dilanjutkan pada Pengambilan Keputusan Pembicaraan Tingkat I atau Rapat Kerja di Komisi III.
Pada saat pembahasan Pembicaraan Tingkat I tanggal 29 November 2023 tersebut, panja telah melaporkan hasil pembahasannya dan fraksi-fraksi melalui perwakilannya telah menyampaikan pendapat akhir mini fraksi, serta menandatangani naskah RUU tentang Mahkamah Konstitusi, tetapi pihak Pemerintah belum memberikan pendapat akhir mini dan belum menandatangani naskah RUU tentang Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan Pasal 163 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, mekanisme Pengambilan Keputusan pada Pembicaraan Tingkat I yang belum dilaksanakan yaitu pendapat akhir mini Presiden dan penandatanganan naskah RUU oleh pihak Pemerintah.
Pemerintah Sempat Keberatan dengan Masa Jabatan Hakim MK
Sebelumnya diberitakan, pemerintah belum menyetujui terkait revisi UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu penyebabnya keberatan atas aturan peralihan atau masa jabatan hakim MK 10 tahun dan maksimal pensiun 70 tahun.
"Itu benar kami belum menyetujui dan secara teknis prosedural belum ada keputusan rapat tingkat satu, rapat tingkat satu itu artinya pemerintah sudah menandatangani bersama seluruh fraksi. Nah waktu itu pemerintah belum menandatangani karena kita masih keberatan terhadap aturan peralihan atau masa jabatan hakim MK 10 tahun dan maksimal pensiun 70 tahun" kata Menko Polhukam Mahfud MD saat jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (4/12/2023).
Mahfud pun kaget dengan langkah DPR yang senyap untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal, revisi UU MK tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023.
"Kita juga kaget karena itu tidak ada di Prolegnas, tapi setelah kita konsultasikan ya mungkin, ya ada kebutuhan, ya kita layani," kata Mahfud.
Advertisement
Mahfud Koordinasi dengan Jokowi
Mahfud sudah melaporkan soal aturan peralihan mengenai usia hakim konstitusi ini kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, pihak pemerintah masih belum setuju tentang aturan usia dan tak ingin merugikan hakim yang sudah ada.
"Itu saya sudah melapor ke Presiden, Pak masalah perubahan Undang-Undang MK yang lain-lain sudah selesai tapi aturan peralihan tentang usia, kami belum clear dan kami akan bertahan agar tidak merugikan hakim yang sudah ada," ujar Mahfud.
Mantan Ketua MK ini meminta DPR membahas lagi dengan pemerintah mengenai revisi UU MK. Mahfud juga sudah mengirimkan surat ke DPR agar revisi UU MK tidak disahkan dulu di persidangan.
"Kita minta sebelum dibawa ke pembahasan tingkat dua itu supaya dibicarakan lagi dengan pemerintah dan saya hari ini sesudah berkoordinasi dengan Menkum HAM sudah mengirimkan surat ke DPR tadi sudah diantar, sudah diterima ya oleh DPR, kita minta agar itu tidak disahkan di sidang supaya diperhatikan usul pemerintah," kata Mahfud.