Baleg DPR Hapus Ketentuan 34 Menteri, Jumlahnya Akan Disesuaikan dengan Kebutuhan Presiden

Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas menyampaikan, draf Rancangan Undang-undang (RUU) tentang perubahan UU nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara akan menghapus ketentuan jumlah menteri.

oleh Tim News diperbarui 15 Mei 2024, 16:35 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2024, 16:35 WIB
Saat Reses, Baleg dPR bahas omnibus law
Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas memimpin Rapat Kerja dengan pemerintah di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (22/7/2020). Baleg menggelar rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja dengan agenda melanjutkan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Bab III. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas menyampaikan, draf Rancangan Undang-undang (RUU) tentang perubahan UU nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara akan menghapus ketentuan jumlah menteri.

Nantinya, jumlah menteri akan disesuaikan dengan kebutuhan presiden.

Diketahui, pada Undang-Undang Kementerian Negara yang berlaku saat ini jumlah Kementerian Negara dibatasi sampai 34.

"Saya berharap nanti diskusi kita karena ini cuman menghapus dan hanya menghilangkan angka 34 dari sisi kementerian dan juga kemarin didukung oleh pendapat kawan-kawan bahwa kita dalam sistem presidensil kita serahkan sepenuhnya kepada presiden yang untuk menentukan jumlah kementerian yang dibutuhkan," kata Supratman, dalam rapat panja, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Dia menjelaskan, tak ada jumlah kementerian yang diatur memberikan keleluasaan presiden untuk menambah atau mengurangi porsi kementerian.

"Kalau dengan kita menghapus 34 itu artinya dia boleh berkurang, boleh bertambah jadi boleh tetap, jadi tidak mengunci intinya dari sistem presidensil yang kita anut," paparnya.

Namun, jumlah kementerian harus diperhatikan dari sisi efisiensi dan efektifitas.

"Tetapi walaupun begitu kita memberikan penegasan bahwa jumlah kementerian itu harus tetap memperhatikan dari sisi efisiensi dan efektifitas dua-duanya tetap harus kita lakukan," jelas dia.

Supratman pun mengaku, perubahan tersebut juga diklaim sudah didukung oleh seluruh fraksi di DPR.

"Saya berharap hari panja bisa menyelesaikan tugasnya dan kita bisa segera menyelesaikan itu. Tapi secara garis besar saya tangkap kemarin dari teman-teman fraksi pada intinya tidak berkeberatan menyangkut soal itu," imbuh dia.

 

Dipantau Lama

Sementara itu, Anggota Tim Ahli Baleg DPR RI Widodo menjelaskan peraturan Kementerian Negara dilakukan pemantauan dan peninjauan selambat-lambatnya dua tahun setelah undang-undang berlaku.

"Pemerintah dan DPR melalui alat kelengkapan yang menangani bidang legislasi wajib melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap pelaksanaan undang-undang ini selambat-lambatnya dua tahun setelah undang-undang ini berlaku berdasarkan mekanisme yang diatur dalam UU mengenao pembentukan peraturan perundang undangan," kata Widodo.

"undang-undang ini mulai berlaku pada saat diundangkan," sambung dia.

Dikaitkan ke Prabowo, Demokrat: Perubahan Itu Biasa

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Herman Khaeron angkat bicara soal revisi Undang-Undang Kementerian Negara yang dikaitkan dengan niatan Presiden Terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Menurut dia, hal itu biasa saja. Dan bisa saja memang disesuaikan dengan presiden terpilih nanti.

"Perubahan dari revisi ini adalah menurut saya hal yang biasa. Dan tentu nanti kalau disesuaikan kebutuhan presiden terpilih, saya kita timingnya pas," kata Herman di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (15/5/2024).

Politikus Demokrat ini pun mengingatkan, presiden memiliki hak prerogatif terhadap kabinetnya. Sehingga, wajar jika nanti jumlah kementerian ditambah atau dikurangi berdasarkan kebutuhannya.

Meski demikian, Herman menegaskan, bahwa revisi Undang-Undang Kementerian Negaraini tak ada kaitannya dengan Prabowo.

"Timingnya pas, kita juga mengevaluasi, kita juga memonitor perjalanan implementasi UU ini dan tentu pada akhirnya klop, mungkin dengan keinginan Pak Prabowo sebagai pemegang hak prerogatif," kata dia.

 

 

Reporter: Alma Fikhasari/Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya