Hotman Paris soal Kasus Vina Cirebon: Mudah-mudahan Sampai ke Jokowi Seperti Kasus Sambo

Pengacara keluarga Vina Cirebon, Hotman Paris, meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) turun tangan untuk mengawasi proses pengusutan kasus Vina Cirebon.

oleh Jonathan Pandapotan PurbaAdy Anugrahadi diperbarui 29 Mei 2024, 17:20 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2024, 17:19 WIB
Hotman Paris selaku pengacara keluarga Vina Cirebon (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)
Hotman Paris selaku pengacara keluarga Vina Cirebon (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Liputan6.com, Jakarta - Pengacara keluarga Vina Cirebon, Hotman Paris, meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) turun tangan untuk mengawasi proses pengusutan kasus Vina Cirebon.

Hal itu diungkap Hotman usai melihat ada kejanggalan dibalik dihapuskan dua nama Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus Vina Cirebon.

Hotman berharap kasus ini mendapat perhatian seperti layaknya kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

"Dengan konpers ini mudah-mudahan sampai Bapak Presiden Jokowi juga mendengarkan ini, Menkopolhukam mendengarkan, agar benar-benar kasih perhatian seperti kasus Sambo, itu makanya kita lakukan ini," kata dia kepada wartawan di Jakarta Utara, Rabu (29/5/2024).

Hotman mengatakan, pihak keluarga Vina menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak berwenang. Karena tidam ada upaya hukum lain dari keluarga korban yang diatur oleh undang-undang.

"Kalau dalam kasus begini kan keluarga terdakwa hanya bisa menghimbau kepada aparatur hukum negeri ini, upaya hukum yang lain tidak ada. Ya kan?,"

Pertanyakan DPO Fiktif

Hotman kemudian menyoroti hilangnya dua pelaku yang masuk ke dalam daftar pencarian orang atau DPO. Hotman mempertanyakan dasar kepolisian menilai kedua DPO fiktif.

"Kok tiba-tiba hanya ada waktu dua minggu disidik ulang, membalikkan putusan pengadilan yang sudah berbulan-bulan diputus, hasil persidangan, itu yang kita keberatan. Kalau dibilang belum ketangkap masih bisa diterima, karena memang sudah 8 tahun tidak ketangkap," ucap dia.

Padahal, ada bukti hukum terkait tindak-tanduk dua pelaku yang disebut sebagai DPO. Hotman beberkan dari beragam versi dimulai pada tahun 2016.

"7 pelaku mengatakan ada 3 DPO semua diuraikan di sini, bahwa diuraikan semua jenis motornya perbuatan apa yang mereka lakukan dan cara memperkosanya, 7 DPO itu menerangkan bahwa kami melakukan bersama-sama jadi secara pidana itu perbuatan bersama itu BAP versi pertama," ujar dia.

Hotman mengatakan, BAP dari tujuh orang pelaku kemudian dicabut atas saran orang tertentu.

"Pelaku mencabut semua BAP-nya," ucap dia.

Sudah Inkrah

Lebih lanjut, Hotman menerangkan dalam surat dakwaan dibeberkan ada 8 pelaku dengan 3 Daftar Pencarian Orang (DPO). Begitu pun dengan surat tuntutan jaksa. Bahkan, di fakta persidangan dan putusan hakim ada 8 pelaku 3 DPO.

"Itu sudah inkrah. Artinya apa ada beberapa versi yang semuanya tiba-tiba kemudian oleh penyidik dikatakan tidak benar yang benar adalah fiktif jadi yang mana yang benar yang berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap atau berdasar penyidikan kurang lebih 2 minggu oleh penyidik," ucap dia.

Karena itu, keluarga korban dan kuasa hukum menolak pernyataan penyidik polda Jabar yang menyebut 2 DPO adalah fiktif.

"Terlalu cepat pernyataan itu kalau belum tertangkap kami bisa maklumi tapi kalau fiktif terlalu cepat," ujar dia.

Infografis tingkat kriminalitas indonesia
Aksi penganiayaan terus bertambah (liputan6.com/abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya