Ciri-Ciri Terkena Rabies, Kenali Gejala dan Cara Pencegahannya

Kenali ciri-ciri terkena rabies pada manusia dan hewan, penyebab, gejala, penularan, serta cara pencegahan dan penanganannya. Waspadalah terhadap gigitan hewan.

oleh Liputan6 diperbarui 19 Des 2024, 11:47 WIB
Diterbitkan 19 Des 2024, 11:46 WIB
ciri ciri terkena rabies
ciri ciri terkena rabies ©Ilustrasi dibuat AI

Definisi Rabies

Liputan6.com, Jakarta Rabies merupakan penyakit infeksi virus yang menyerang sistem saraf pusat manusia dan hewan berdarah panas. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus Lyssavirus dan bersifat zoonosis, artinya dapat menular dari hewan ke manusia. Rabies tergolong penyakit yang sangat berbahaya karena hampir selalu berakibat fatal jika gejala klinis sudah muncul.

Virus rabies menyerang otak dan sistem saraf pusat, menyebabkan peradangan yang dapat mengakibatkan kelumpuhan, kejang-kejang, hingga kematian. Penyakit ini juga dikenal dengan sebutan "penyakit anjing gila" karena anjing merupakan hewan yang paling sering menularkan rabies ke manusia.

Meski demikian, rabies sebenarnya dapat menyerang berbagai jenis hewan mamalia lainnya seperti kucing, kera, kelelawar, rubah, dan rakun. Di Indonesia sendiri, hewan yang paling sering menularkan rabies adalah anjing (98%), diikuti kucing dan kera (2%).

Rabies telah dikenal sejak ribuan tahun lalu dan masih menjadi masalah kesehatan global hingga saat ini. Menurut data WHO, rabies menyebabkan sekitar 59.000 kematian per tahun di seluruh dunia, dengan 95% kasus terjadi di Asia dan Afrika. Meski dapat dicegah dengan vaksinasi, rabies masih menjadi ancaman serius terutama di negara berkembang dengan akses terbatas terhadap layanan kesehatan.

Penyebab Rabies

Rabies disebabkan oleh infeksi virus dari genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae. Virus rabies termasuk dalam kelompok virus RNA yang memiliki bentuk seperti peluru. Beberapa karakteristik virus rabies antara lain:

  • Berbentuk seperti peluru dengan panjang sekitar 180 nm dan diameter 75 nm
  • Memiliki selubung lipid yang mudah rusak oleh sabun dan deterjen
  • Sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas
  • Dapat bertahan hidup beberapa jam di luar tubuh inang dalam kondisi lembab
  • Mati dengan cepat jika terkena sinar matahari langsung atau dalam kondisi kering

Virus rabies memiliki afinitas atau ketertarikan khusus terhadap jaringan saraf. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan bereplikasi di tempat inokulasi kemudian menyebar ke sistem saraf perifer dan akhirnya mencapai otak. Di otak, virus akan bereplikasi dengan cepat menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan otak.

Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan infeksi virus rabies antara lain:

  • Jumlah virus yang masuk ke dalam tubuh
  • Strain atau tipe virus rabies
  • Lokasi gigitan/luka (semakin dekat ke kepala semakin cepat mencapai otak)
  • Tingkat keparahan luka
  • Usia dan status imunitas penderita

Virus rabies umumnya ditularkan melalui gigitan hewan yang terinfeksi. Namun penularan juga dapat terjadi melalui cakaran atau jilatan pada luka terbuka dan selaput lendir. Hewan yang paling sering menularkan rabies adalah anjing, kucing, kera, kelelawar, dan beberapa hewan liar lainnya.

Pemahaman tentang karakteristik dan cara penyebaran virus rabies sangat penting dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit ini. Dengan mengetahui sifat-sifat virus, kita dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghindari penularan dan melakukan penanganan yang sesuai jika terjadi paparan.

Cara Penularan Rabies

Rabies ditularkan dari hewan ke manusia melalui kontak langsung dengan air liur hewan yang terinfeksi. Beberapa cara penularan rabies yang paling umum terjadi antara lain:

  • Gigitan hewan yang terinfeksi rabies. Ini merupakan cara penularan yang paling sering terjadi.
  • Cakaran dari hewan yang terinfeksi, terutama jika cakar terkontaminasi air liur.
  • Jilatan hewan yang terinfeksi pada luka terbuka, goresan atau selaput lendir seperti mata, hidung dan mulut.
  • Menghirup aerosol yang mengandung virus rabies dalam jumlah besar, misalnya di gua kelelawar.
  • Transplantasi organ dari donor yang terinfeksi rabies (sangat jarang terjadi).

Perlu diketahui bahwa penularan rabies dari manusia ke manusia hampir tidak pernah terjadi, kecuali dalam kasus transplantasi organ. Virus rabies tidak dapat menembus kulit yang utuh, sehingga kontak biasa dengan penderita rabies tidak berisiko menularkan penyakit ini.

Hewan yang paling sering menularkan rabies ke manusia antara lain:

  • Anjing - menjadi sumber utama penularan rabies ke manusia di banyak negara berkembang
  • Kucing
  • Kera
  • Kelelawar
  • Rubah
  • Rakun
  • Sigung
  • Serigala

Di Indonesia, anjing menjadi sumber utama penularan rabies ke manusia dengan persentase mencapai 98%. Sisanya ditularkan oleh kucing dan kera.

Masa inkubasi rabies, yaitu waktu antara terpapar virus hingga munculnya gejala, sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 2-8 minggu, namun bisa juga berlangsung sangat singkat (beberapa hari) atau sangat lama (beberapa tahun). Faktor yang mempengaruhi masa inkubasi antara lain:

  • Lokasi gigitan/luka - semakin dekat ke kepala dan leher, semakin pendek masa inkubasinya
  • Tingkat keparahan luka
  • Jumlah virus yang masuk
  • Usia dan status imunitas penderita

Memahami cara penularan rabies sangat penting untuk pencegahan. Hindari kontak dengan hewan liar atau hewan yang menunjukkan perilaku tidak normal. Jika tergigit atau tercakar hewan yang dicurigai rabies, segera cuci luka dengan air mengalir dan sabun selama 15 menit, lalu segera ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Gejala Rabies pada Manusia

Gejala rabies pada manusia biasanya muncul setelah masa inkubasi yang bervariasi, umumnya 2-8 minggu setelah terpapar virus. Namun, dalam beberapa kasus gejala bisa muncul dalam beberapa hari atau bahkan bertahun-tahun kemudian. Perkembangan gejala rabies dapat dibagi menjadi beberapa tahap:

1. Tahap Prodromal

Ini merupakan tahap awal dengan gejala yang mirip flu, berlangsung sekitar 2-10 hari. Gejala yang mungkin muncul:

  • Demam ringan
  • Sakit kepala
  • Kelelahan
  • Mual dan muntah
  • Nafsu makan menurun
  • Rasa tidak nyaman di tempat gigitan/luka
  • Gatal, kesemutan atau nyeri di sekitar bekas luka
  • Cemas dan gelisah

2. Tahap Eksitasi (Rabies Furiosa)

Pada tahap ini, gejala neurologis mulai muncul dan berlangsung 2-7 hari. Gejala yang timbul antara lain:

  • Hiperaktif dan mudah terangsang
  • Kebingungan dan halusinasi
  • Agresif dan mudah marah
  • Hidrofobia (takut air) - kesulitan menelan cairan
  • Aerofobia (takut udara/angin)
  • Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)
  • Hipersalivasi (produksi air liur berlebih)
  • Kejang-kejang
  • Denyut jantung tidak teratur

3. Tahap Paralitik

Ini merupakan tahap akhir yang ditandai dengan kelumpuhan progresif, berlangsung 2-10 hari. Gejala meliputi:

  • Kelumpuhan otot yang dimulai dari ekstremitas
  • Kesulitan bernapas
  • Koma
  • Kematian akibat gagal pernapasan

Pada beberapa kasus, rabies dapat langsung masuk ke tahap paralitik tanpa melalui tahap eksitasi. Ini disebut sebagai rabies paralitik atau dumb rabies.

Penting untuk diingat bahwa begitu gejala klinis rabies muncul, penyakit ini hampir selalu berakhir fatal. Oleh karena itu, jika seseorang diduga terpapar rabies (misalnya digigit hewan yang dicurigai rabies), mereka harus segera mendapatkan perawatan medis bahkan sebelum gejala muncul.

Penanganan dini dengan pemberian vaksin anti-rabies dan imunoglobulin rabies (jika diindikasikan) dapat mencegah perkembangan penyakit ini. Namun, begitu gejala neurologis muncul, pengobatan menjadi sangat sulit dan prognosis sangat buruk.

Gejala Rabies pada Hewan

Mengenali gejala rabies pada hewan sangat penting untuk pencegahan penularan ke manusia. Gejala rabies dapat bervariasi tergantung pada jenis hewan dan tahap perkembangan penyakit. Secara umum, gejala rabies pada hewan dapat dibagi menjadi tiga fase:

1. Fase Prodromal

Fase ini berlangsung 2-3 hari dengan perubahan perilaku yang halus:

  • Perubahan temperamen - hewan yang biasanya jinak menjadi agresif atau sebaliknya
  • Demam ringan
  • Nafsu makan menurun
  • Gelisah dan mudah terganggu
  • Menjilati atau menggigiti bekas luka gigitan

2. Fase Ganas (Furious Rabies)

Fase ini berlangsung 1-7 hari. Gejala yang muncul antara lain:

  • Perilaku agresif dan mudah tersinggung
  • Menyerang benda-benda, hewan lain, atau manusia tanpa provokasi
  • Menggigit atau mencakar secara berlebihan
  • Hipersalivasi (air liur berlebih)
  • Suara berubah (gonggongan serak pada anjing)
  • Kejang-kejang
  • Disorientasi dan kebingungan
  • Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)
  • Hidrofobia (takut air) pada beberapa kasus

3. Fase Paralitik (Dumb Rabies)

Fase terakhir yang berlangsung 2-4 hari sebelum kematian:

  • Kelumpuhan progresif dimulai dari kaki belakang
  • Kesulitan menelan
  • Mulut terbuka dengan lidah terjulur
  • Air liur menetes karena tidak bisa menelan
  • Suara serak atau hilang
  • Kesulitan bernapas
  • Koma dan kematian

Penting untuk diingat bahwa tidak semua hewan yang terinfeksi rabies akan menunjukkan semua gejala di atas. Beberapa hewan mungkin hanya menunjukkan sedikit gejala sebelum memasuki fase paralitik.

Beberapa perbedaan gejala rabies pada jenis hewan yang berbeda:

Anjing:

  • Perubahan perilaku yang mencolok (agresif atau terlalu jinak)
  • Gonggongan yang berubah menjadi serak
  • Rahang menggantung dan air liur menetes
  • Menyerang benda-benda tanpa alasan
  • Berlari tanpa tujuan

Kucing:

  • Perilaku agresif yang tiba-tiba
  • Mengeluarkan suara aneh
  • Kejang-kejang
  • Kelumpuhan

Kelelawar:

  • Aktif di siang hari (tidak normal)
  • Tidak bisa terbang dengan baik
  • Mudah didekati oleh manusia

Jika Anda melihat hewan yang menunjukkan gejala-gejala di atas, jangan mendekati atau mencoba menanganinya sendiri. Segera hubungi petugas kesehatan hewan atau dinas peternakan setempat. Jika terpaksa menangani hewan yang dicurigai rabies, gunakan alat pelindung diri yang memadai dan hindari kontak langsung dengan air liur atau cairan tubuh hewan tersebut.

Diagnosis Rabies

Diagnosis rabies pada manusia yang masih hidup cukup sulit dilakukan karena gejala awalnya mirip dengan penyakit lain. Namun, ada beberapa metode yang digunakan untuk mendiagnosis rabies:

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Dokter akan menanyakan riwayat kontak dengan hewan, terutama gigitan atau cakaran hewan yang dicurigai rabies. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari tanda-tanda klinis rabies seperti hidrofobia, aerofobia, atau perubahan perilaku.

2. Tes Laboratorium

  • Tes Antibodi Rabies: Dilakukan pada sampel darah atau cairan serebrospinal (CSF) untuk mendeteksi antibodi terhadap virus rabies.
  • Polymerase Chain Reaction (PCR): Dapat mendeteksi RNA virus rabies pada air liur, urin, atau cairan serebrospinal.
  • Tes Antigen Rabies: Dilakukan pada sampel kulit dari tengkuk (nuchal skin biopsy).

3. Pencitraan

CT Scan atau MRI otak mungkin dilakukan untuk melihat tanda-tanda peradangan otak, meskipun hasil ini tidak spesifik untuk rabies.

4. Diagnosis Pasca Kematian

Diagnosis pasti rabies biasanya dilakukan setelah kematian melalui pemeriksaan jaringan otak. Metode yang digunakan antara lain:

  • Direct Fluorescent Antibody (DFA) Test: Metode standar emas untuk diagnosis rabies.
  • Imunohistokimia: Untuk mendeteksi antigen virus rabies pada jaringan otak.
  • Isolasi Virus: Dilakukan dengan menginokulasi jaringan otak ke kultur sel atau hewan percobaan.

Diagnosis Rabies pada Hewan

Untuk hewan yang dicurigai rabies, beberapa metode diagnosis yang digunakan antara lain:

  • Observasi: Hewan yang menggigit dikarantina dan diobservasi selama 10-14 hari. Jika hewan tetap sehat selama periode ini, kemungkinan besar tidak terinfeksi rabies.
  • Pemeriksaan Mikroskopis: Dilakukan pada jaringan otak hewan yang telah mati untuk mencari badan Negri (inklusi sitoplasmik khas rabies).
  • Fluorescent Antibody Test (FAT): Metode standar untuk diagnosis rabies pada hewan.

Penting untuk diingat bahwa diagnosis dini rabies sangat penting untuk penanganan yang tepat. Jika seseorang diduga terpapar rabies (misalnya digigit hewan yang dicurigai rabies), mereka harus segera mendapatkan perawatan medis tanpa menunggu hasil tes diagnostik. Pengobatan profilaksis pasca paparan harus dimulai segera berdasarkan penilaian risiko klinis.

Pengobatan Rabies

Pengobatan rabies terbagi menjadi dua kategori utama: profilaksis pasca paparan (post-exposure prophylaxis/PEP) untuk mencegah perkembangan penyakit setelah terpapar, dan perawatan suportif untuk pasien yang telah menunjukkan gejala klinis rabies.

1. Profilaksis Pasca Paparan (PEP)

PEP harus diberikan segera setelah seseorang diduga terpapar virus rabies, bahkan sebelum diagnosis pasti ditegakkan. PEP terdiri dari:

  • Perawatan Luka:
    • Cuci luka segera dengan air mengalir dan sabun selama 15 menit
    • Aplikasikan antiseptik seperti povidone-iodine
  • Vaksinasi Rabies:
    • Diberikan dalam beberapa dosis sesuai jadwal yang ditentukan
    • Vaksin modern yang digunakan adalah vaksin sel diploid manusia (HDCV) atau vaksin yang dipurifikasi dari sel embrio ayam (PCECV)
  • Imunoglobulin Rabies (RIG):
    • Diberikan pada kasus gigitan parah atau paparan berisiko tinggi
    • Memberikan perlindungan pasif segera sambil menunggu tubuh membentuk antibodi sendiri

Jadwal PEP yang direkomendasikan WHO:

  • Hari 0: Dosis pertama vaksin + RIG (jika diindikasikan)
  • Hari 3: Dosis kedua vaksin
  • Hari 7: Dosis ketiga vaksin
  • Hari 14: Dosis keempat vaksin
  • Hari 28: Dosis kelima vaksin (opsional, tergantung jenis vaksin)

2. Perawatan untuk Pasien dengan Gejala Klinis Rabies

Sayangnya, begitu gejala klinis rabies muncul, penyakit ini hampir selalu berakibat fatal. Namun, beberapa tindakan perawatan suportif yang dapat dilakukan antara lain:

  • Perawatan di unit perawatan intensif
  • Bantuan pernapasan
  • Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan agitasi
  • Penanganan kejang
  • Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
  • Pencegahan infeksi sekunder

Beberapa protokol pengobatan eksperimental telah dicoba pada kasus rabies manusia, seperti "Milwaukee Protocol" yang melibatkan induksi koma dan pemberian antivirus. Namun, keberhasilan protokol ini masih kontroversial dan belum diterima secara luas sebagai standar pengobatan.

Pencegahan Lebih Baik daripada Pengobatan

Mengingat tingginya tingkat kematian pada kasus rabies yang telah menunjukkan gejala, pencegahan menjadi sangat penting. Langkah-langkah pencegahan meliputi:

  • Vaksinasi rutin untuk hewan peliharaan
  • Menghindari kontak dengan hewan liar atau hewan yang tidak dikenal
  • Edukasi masyarakat tentang bahaya rabies
  • Vaksinasi pra-paparan untuk orang-orang berisiko tinggi (dokter hewan, petugas penangkap hewan liar, dll)
  • Penanganan cepat dan tepat jika terjadi gigitan atau cakaran hewan

Ingat, waktu adalah faktor kritis dalam penanganan rabies. Jika Anda dicurigai terpapar rabies, jangan menunda untuk mencari pertolongan medis. PEP yang diberikan segera setelah paparan sangat efektif dalam mencegah perkembangan penyakit ini.

Cara Pencegahan Rabies

Pencegahan rabies melibatkan berbagai strategi yang ditujukan baik untuk manusia maupun hewan. Berikut adalah beberapa langkah penting dalam pencegahan rabies:

1. Vaksinasi Hewan

  • Vaksinasi rutin untuk hewan peliharaan, terutama anjing dan kucing
  • Program vaksinasi massal untuk hewan liar di daerah endemis rabies
  • Pemantauan status vaksinasi hewan peliharaan

2. Pengendalian Populasi Hewan

  • Program sterilisasi untuk mengendalikan populasi hewan liar
  • Penangkapan hewan liar yang berkeliaran di lingkungan pemukiman
  • Pengawasan terhadap perdagangan dan perpindahan hewan

3. Edukasi Masyarakat

  • Penyuluhan tentang bahaya rabies dan cara pencegahannya
  • Informasi tentang pentingnya vaksinasi hewan peliharaan
  • Edukasi tentang cara berinteraksi yang aman dengan hewan

4. Vaksinasi Pra-paparan untuk Manusia

  • Direkomendasikan untuk orang-orang dengan risiko tinggi terpapar rabies, seperti:
    • Dokter hewan dan asisten dokter hewan
    • Petugas laboratorium yang bekerja dengan virus rabies
    • Petugas penangkap hewan liar
    • Penduduk di daerah endemis rabies
    • Pelancong ke daerah berisiko tinggi rabies

5. Penanganan Cepat Pasca Paparan

  • Cuci luka segera dengan air mengalir dan sabun selama 15 menit
  • Segera mencari pertolongan medis untuk mendapatkan PEP
  • Pemberian PEP sesuai rekomendasi WHO

6. Pengawasan dan Pelaporan

  • Sistem surveilans untuk memantau kasus rabies pada hewan dan manusia
  • Pelaporan wajib kasus gigitan hewan yang dicurigai rabies
  • Investigasi epidemiologi untuk kasus rabies yang terkonfirmasi

7. Perlindungan Diri

  • Hindari kontak dengan hewan liar atau hewan yang tidak dikenal
  • Jangan mengganggu atau memberi makan hewan liar
  • Ajarkan anak-anak untuk tidak mendekati atau mengganggu hewan asing
  • Gunakan alat pelindung diri saat menangani hewan yang dicurigai rabies

8. Penanganan Hewan yang Dicurigai Rabies

  • Isolasi hewan yang menggigit selama 10-14 hari untuk observasi
  • Laporkan hewan yang menunjukkan gejala rabies ke petugas kesehatan hewan
  • Jangan mencoba menangkap atau menangani hewan liar yang dicurigai rabies sendiri

9. Kerjasama Lintas Sektor

  • Kolaborasi antara sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan pemerintah lokal
  • Implementasi konsep
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya