Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung akan menjemput paksa Bos Sriwijaya Air, Hendry Lie apabila kembali mangkir dari pemeriksaan kasus dugaan korupsi timah di wilayah IUP PT Timah periode 2015-2022.
Kejagung sendiri telah memanggil Hendry Lie sebanyak dua kali sebagai tersangka tapi selalu mangkir.
Baca Juga
“Kalau sudah tiga kali ada upaya pemanggilan paksa oleh penyidik,” kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, Kamis (30/5/2024).
Advertisement
Sementara ketika disinggung soal penahanan, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Kuntadi belum bisa memastikan kapan langkah itu akan dilakukan.
“Terhadap tersangka HL, nanti kita tunggu,” kata Kuntadi.
Sebab, lanjut Kuntadi, pihaknya akan melihat sikap kooperatif dari Hendry Lie untuk pemeriksaan nanti. Karena saat ini penyidik masih fokus untuk menggali keterangan dari bos maskapai Sriwijaya Air tersebut.
“Yang jelas kita sudah lakukan pemanggilan dan tentunya nanti akan ada upaya untuk menghadirkan yang bersangkutan untuk pemeriksaan,” ujar dia dalam kesempatan yang sama.
Sebelumnya, Hendry Lie telah ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka selaku Beneficiary Owner PT TIM. Bersama dengan 4 tersangka lainnya yaitu Fandy Lingga, Suranto Wibowo, BN, dan Amir Syahbana.
Dalam perkara ini, dia merupakan Beneficiary Owner PT TIN. Bersama para tersangka telah dengan sengaja menerbitkan dan menyetujui Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) dari perusahaan smelter PT RBT, PT SIP, PT TIN dan CV VIP.
Kejagung Bakal Bebankan Kerugian Negara Rp 300 T kepada Para Tersangka Korupsi Timah
Kejaksaan Agung akan membebankan kerugian negara senilai Rp 300 triliun akan dibebankan kepada para tersangka korupsi timah. Keputusan ini adalah hasil ekspos penyidik terhadap kasus ini.
Jaksa Agung Muda Tindak Pindana Korupsi (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan, berdasarkan hasil ekspos seharusnya kerugian negara ini ditanggung oleh PT Timah karena kerusakan ekosistem berada di dalam kawasan perusahaan tersebut.
"Sehingga kewajiban ini melekat ada di PT Timah," ujar Febri di Jakarta, Kamis, (30/5/2024).
Namun, setelah diselidiki ternyata PT Timah selama menjalankan bisnisnya tidak pernah berjalan mulus. Karena perusahaan plat merah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kerap merugi.
"Apakah kita ikhlas apakah PT Timah ini akan membayar sebesar ini? Sedangkan PT Timah yang kita ketahui juga nggak pernah untung, rugi terus," ungkap Febrie.
Karena kondisi itulah, Febrie menjelaskan saat proses ekspose penyidik sepakat untuk membebankan kerugian negara yang ditimbulkan kepada seluruh pihak penerima dari keuntungan hasil korupsi timah dalam perkara tersebut.
"Jadi siapa yang makan uang timah ini? Akhirnya langkah penyidik, ini harus dibebani kepada mereka yang menikmati timah hasil mufakat jahat tadi. Nah itu kira-kira bagaimana kita meyakini oh ini harus memang dipenuhi," tegas dia.
Advertisement
Fokus Pulihkan Kerugian Negara
Dengan kerugian yang sangat besar itulah, Kejagung saat ini juga sedang fokus melalui jeratan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) memulihkan kerugian negara Rp300 triliun tersebut.
"Kewajiban bagi penyidik bagaimana ini bisa mengembalikan kerugian yang telah terjadi. Oleh karena itu ini ada korelasi dengan TPPU," ujar Febrie.
Menurutnya, penyidik saat ini masih memburu aset-aset yang dimiliki para tersangka. Termasuk properti yang digunakan saat melakukan tindak pidana untuk nantinya disita oleh penyidik.
"Penyidik dalam mencarikan aset selain menggunakan tipikor untuk lihat hasil kejahtan ada di mana dan bisa ditarik. Apa alat yang digunakan seperti smelter disita. Ini bukan hasil kejahatan, ini sebagai alat yang digunakan untuk lakukan kejahatan," ungkapnya.
"Ini semua sedang dihimpun dan tim kita masih bekerja akan kita lakukan penyitaan dengan pintunya TPPU, dan ini segera akan kita gelar sebagaimana pak JA sampaikan mudah-mudahan ini akan maksimal melakukan pengamanan dalam penyitaan aset," tambah Febrie.
Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka