Liputan6.com, Jakarta Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat (STF Driyarkara), Franz Magnis Suseno mengatakan, dewasa ini mulai ada kesan di masyarakat terkait hukum di mana digunakan sebagai alat penguasa untuk membungkam mereka yang tidak bersahabat dengan pemerintah.
Hal ini dikatakan pria yang akrab disapa Romo Magnis itu ketika menanggapi kasus hukum yang tengah dialami oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia melihat, tak salah jika ada yang berpandangan bahwa proses hukum tersebut dilakukan lantaran sikap Hasto yang seringkali kritis terhadap pemerintah.
Advertisement
"Ya itu, dalam masyarakat, termasuk saya ada kesan bahwa dalam pilihan mereka yang diperiksa oleh KPK ada perbedaan, yaitu mereka yang tidak bersahabat dengan pemerintah akan cepat-cepat diperiksa, sedangkan yang lain-lain sepertinya tidak jadi apa-apa, saya tidak bisa menilai apa ini betul," kata Romo Magnis di sela-sela diskusi publik bertajuk 'Hukum Sebagai Senjata Politik' yang digelar di Grha STR, Ampera, Jakarta Selatan, Rabu (19/6/2024).
Dia juga memberikan kritik keras terhadap KPK yang saat ini terlihat seperti dikebiri.
"KPK sudah lama agak dikebiri dan tidak sepenuhnya menjalankan apa yang pernah dijalankan, dan masih saya harapkan daripadanya," ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Romo Magnis mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak perlu khawatir untuk bersikap kritis terhadap pemerintah. Menurutnya, kebebasan itu telah di dalam negara yang menerapkan sistem demokratis ini.
"Saya kira penting sekali, kita jangan menyerahkan kebebasan demokratis yang sampai sekarang masih ada. Kami masih bisa mengatakan sesuatu ada keterbatasan, (meskipun) ada kemungkinan juga ditarik ke pengadilan dan sebagainya," tuturnya.
Singgung soal Reformasi
Romo Magnis juga menuturkan, reformasi Indonesia pada tahun 1998 adalah sesuatu yang luar biasa. Hal ini dinilai karena reformasi berhasil menyatukan keragaman yang ada kala itu.
Namun, ia menilai bahwa meskipun reformasi telah dilakukan, Indonesia masih gagal dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) pada badan pemerintahan.
"Melalui masa gelap, segala macam masalah. Kita berhasil mengatasi. Namun yang tidak berhasil itu kita membuat nyata tuntutan mahasiswa berantas KKN, yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme. Itu sesuatu yang gagal," tegasnya.
Padahal, menurutnya, adanya ketiga permasalahan tersebut bisa menghambat Indonesia menjadi negara yang aman
"Negara masih saja menjadi korup. Terus korupsi itu masuk, semakin nyata ketidakadilan. Itu akan masuk juga. Kita tidak bisa membangun suatu negara yang aman kalau tidak ada adil," lanjutnya.
Advertisement
Hilang Fungsi Kontrol
Salah satu bukti kegagalan tersebut, menurut Romo Magnis, adalah bagaimana tidak ada partai oposisi yang mewakili rakyat kecil. Sehingga ketika ada permasalahan, tidak ada tempat yang bisa menampung aspirasi rakyat.
"Kalau partai mudah diadopsi oleh pemerintah, lalu kita akan kemana? Saya khawatir terjadi bahwa lantas partai-partai dibeli oleh pemerintah," jelasnya.
Selain itu, ia juga menyoroti bagaimana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang akhir-akhir ini banyak melakukan revisi undang-undang secara mendadak tanpa urgensi yang jelas tanpa melibatkan rakyat banyak, sehingga posisinya sebagai wakil rakyat dipertanyakan.
"Kita lihat masih tinggal beberapa bulan mereka memasukkan undang-undang yang problematik. Tidak dibicarakan (kepada publik). Itu tidak beres. Itu berarti demokrasi kita akan habis. Suatu pemerintah didukung oleh hampir seluruh partai, lalu eksekutif berarti bisa berbuat apa saja?" tutupnya.