Kisruh Sidang Paripurna DPD RI, Pakar Hukum: Tatib Harus Disepakati Semua Senator

Rapat Paripurna DPD pada Jumat (12/7/2024) pekan lalu diwarnai kericuhan. Sejumlah senator maju ke meja Ketua DPD La Nyalla Mattalitti sebagai pemimpin sidang. Bahkan sempat terjadi momen berebut palu antara La Nyalla dengan senator di meja pimpinan DPD RI.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 23 Jul 2024, 07:02 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2024, 06:50 WIB
Sidang Paripurna DPD RI yang berlangsung di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta
Sidang Paripurna DPD RI yang berlangsung di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (14/7/2023) menyepakati penguatan sistem bernegara, dengan kembali kepada sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa. (Foto: Istimewa).

Liputan6.com, Jakarta - Kisruh yang terjadi saat sidang paripurna Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang berlangsung pada Jumat (12/7/2024) pekan lalu menjadi catatan bagi publik.

Diketahui, kekisruhan terjadi pasca-Ketua DPD La Nyalla Mattalitti ingin mengesahkan tata tertib (tatib) tanpa adanya kesepakatan para senator.

Hal itu disebabkan, draf aturan tata tertib yang dibacakan oleh La Nyalla tidak sesuai dengan draf hasil Panitia Khusus (Pansus) dan Tim Kerja (Timja).

Imbasnya, sejumlah senator mendekati meja La Nyalla untuk mengambil palu persidangan. Dari situasi tersebut, rapat paripurna ke-12 DPD RI Masa Sidang V 2023-2024 yang membahas penyempurnaan tata tertib akhirnya dinyatakan batal.

Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Tata Negara, Zainal Arifin Mochtar mengaku menyayangkan situasi yang terjadi dalam sidang paripurna yang notabene berisi para wakil rakyat. Dia menilai, sejatinya La Nyalla tidak bisa mengesahkan tatib dari draf yang berbeda dari pansus dan timja.

"Tatib itu milik semua anggota. Semua anggota itu sederajat," kata pakar hukum yang akrab disapa Uceng ini kepada wartawan, seperti dikutip Selasa (22/7/2024).

Uceng menegaskan, jika terdapat pengesahan sepihak maka hal itu berpotensi mencederai hak-hak yang dimiliki oleh para senator.

"Karenanya yang menentukan adalah mekanisme yang disepakati oleh seluruh anggota, bukan hanya pimpinan," wanti Uceng.

Pakar hukum asal Universitas Gadjah Mada (UGM) itu lalu mengusulkan, terkait polemik pengesahan tatib tersebut harus dikembalikan kepada para senator sesuai dengan regulasi. "Kembalikan ke seluruh anggota mau diselesaikan dengan mekanisme (seperti) apa?" saran dia menandasi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Mestinya Libatkan Senator Baru Hasil Pemilu 2024

dpd
Sidang Paripurna ke-12 DPD RI di Nusantara V Komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (14/7/2023). (Ist)

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari juga mengkritik langkah Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti yang ingin mengesahkan Tata Tertib (Tatib) tanpa melibatkan kesepakatan bersama para senator.

Menurut dia, semestinya Tatib DPD RI yang di dalamnya mengatur soal mekanisme pencalonan pimpinan, bisa melibatkan para senator baru yang terpilih di Pemilu 2024.

"Pimpinan DPD mestinya dipilih anggota anggota baru, dalam konteks itu maka peraturan tata tertib pemilihan juga harus disusun oleh anggota baru, tidak kemudian dikendalikan oleh anggota yang ada saat ini. Itu solusinya," kata Feri Amsari kepada awak media, seperti dikutip Minggu (21/7/2024).

Feri menegaskan, menjadi tidak sehat ketika kepemimpinan DPD RI periode baru ditentukan oleh mereka yang lama. Apalagi, saat kepemimpinan di periode saat ini ketika La Nyalla tidak menjalankan kepemimpinannya dengan maksimal.

"Masa kemudian pemilihan DPD periode berikutnya ditentukan, diatur ruang politiknya oleh DPD yang berada saat ini, menurut saya itu tidak sehat," ujarnya menambahkan.

 


Tugas Pimpinan DPD Beda dengan DPR

Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti
Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti/Istimewa.

Feri mengatakan bahwa masyarakat sudah mengetahui bahwa La Nyalla tidak betul-betul maksimal menjadi pemimpin DPD.

Feri mengingatkan, tugas pimpinan DPD RI berbeda dengan DPR RI. Sebab DPD RI hanya bertugas memimpin proses persidangan, tidak kemudian menentukan arah gerak dari kelembagaan.

"Karena DPD berbeda dengan DPR, DPD itu isinya adalah individu individu yang merdeka, yang mewakili kepentingan daerah mereka masing-masing," jelas Feri.

Maka dari itu, Feri mengingatkan para anggota DPD RI adalah mereka yang mewakili daerah pemilihannya masing-masing.

Maka dari itu, masing-masing memiliki hak yang sama, termasuk untuk menjadi pimpinan lembaga tersebut. Sebab bergerak atas nama dan kepentingan sendiri, bukan partai.

"Jadi bukan dikendalikan oleh pimpinan lembaga negara apalagi ketuanya itu bergerak demi kepentingannya sendiri, nah ini jadi problematika yang membuat keributan itu," Feri menandasi.

Infografis Heboh 67 Mantan Terpidana Termasuk Eks Napi Koruptor Jadi Bacaleg DPR dan DPD. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis Heboh 67 Mantan Terpidana Termasuk Eks Napi Koruptor Jadi Bacaleg DPR dan DPD. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya