Limbah Elektronik dan Pengelolaan Sampah di Indonesia yang Problematik

Untuk penjemputan limbah elektronik di DKI Jakarta meliputi barang elektronik bekas, seperti televisi, handphone, kulkas, mesin cuci, kipas angin, AC, dan sejenisnya.

oleh Ika Defianti diperbarui 13 Agu 2024, 15:18 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2024, 13:07 WIB
Sampah elektronik
Beberapa sampah PCB dari komponen perangkat elektronik dari proses pemilihan di kawasan Bantargebang, Kota Bekasi. (Gempur M Surya/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Permasalahan sampah, khususnya limbah elektronik, tak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Juru Kampanye Urban Greenpeace Muharram Atha Rasyadi menyebut permasalahan semua jenis sampah di Indonesia masih problematik. 

Menurut Atha, model pengangkutan sampah di Indonesia masih bercampur dan tanpa ada pemilahan. Sehingga tercampur dan sulit dilakukan pemilahan di tempat pembuangan akhir.

"Akhirnya sampah yang tercampur tidak bisa diapapakan. Maksudnya sampah organik, sampah plastik, sampah elektronik tidak bisa dikelola sesuai dengan jenisnya," kata Atha kepada Liputan6.com.

Seharusnya kata dia, sampah setelah dikonsumsi atau digunakan dipisahkan sesuai dengan jenisnya. Sampah organik, anorganik, kertas, kesehatan, hingga B3. Sehingga sisa-sisa pemakaian yang masih memiliki nilai dapat diproduksi kembali.

"Termasuk mungkin sampah-sampah elektronik bisa jadi ada bagian-bagian yang masih bisa dipakai kembali untuk diproduksi, baik itu misalnya menjadi produk yang baru gitu atau mungkin bisa jadi produk yang mirip seperti itu," ucap dia.

Dengan pemilihan sampah dari awal, lanjut Atha hal tersebut dapat meminimalisir dampak atau pencemaran dari sampah yang tidak terkelola. "Jadi sebenarnya sesederhana dipilah, lalu kita serahkan gitu ke pelaku daur ulang untuk sampah-sampah elektronik," ujarnya.

Karena hal itu dia mendorong pemerintah untuk menerapkan pengelolaan sampah berbasis pemilahan. Sehingga tidak semua sampah hanya berakhir di TPA. 

"Artinya kita tidak mencari TPA-TPA baru gitu, misalnya TPA kita overload, yaudah kita cari TPA baru aja buka gitu, buka lahan baru untuk sampah kita. Sebenarnya kita harus bisa memikirkan kategori sampah mana yang sebenarnya masih punya nilai, atau bisa dikelola sehingga dia tidak harus berakhir di TPA," jelas Atha.

Pelayanan Penjemputan Limbah Elektronik di Jakarta

Penggunaan berbagai peralatan elektronik sudah akrab dengan keseharian masyarakat. Mulai dari baterai, ponsel, komputer, televisi, hingga kulkas semuanya akan menjadi sampah elektronik bila sudah usang dan tak terpakai lagi.

Bagaimana cara Anda membuangnya selama ini? Tahukah anda bahwa sampah elektronik memerlukan penanganan khusus? 

Alasannya yakni adanya kandungan B3 dalam barang elektronik yang jika dibuang secara bebas dapat membahayakan dan mencemari lingkungan. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyatakan limbah elektronik atau e-waste merupakan sampah atau limbah yang berasal dari peralatan elektronik. 

Sejak 2017, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyediakan pelayanan penjemputan langsung sampah elektronik di masyarakat. Selain itu juga disiapkan tiga mekanisme pengumpulan sampah secara gratis. Yakni penjemputan langsung ke rumah warga minimal 5 kilogram.

Untuk penjemputan limbah elektronik meliputi barang elektronik bekas, seperti televisi, handphone, kulkas, mesin cuci, kipas angin, AC, dan sejenisnya. Kemudian ada pula dengan drop box atau kotak penampungan sampah di 49 titik dan tempat penampungan sampah sementara di setiap kecamatan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya