Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, bahwa pihaknya tidak jadi mengesahkan Revisi UU Pilkada menjadi undang-undang.
Dasco mengatakan, aturan pilkada saat pendaftaran calon kepala daerah 27 Agustus mendatang akan menggunakan hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) hasil judisial review Partai Gelora dan Partai Buruh.
"Oleh karena itu kami tegaskan sekali lagi karena kita patuh dan taat dan tunduk kepada aturan berlaku bahwa pada saat pendaftaran nanti karena RUU Pilkada belum disahkan menjadi undang-undang maka yang berlaku adalah hasil keputusan Mahkamah Konstitusi judicial review yang diajukan oleh Partai Buruh dan Gelora," kata Dasco, saat konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8).
Advertisement
Lebih lanjut, dia pun menegaskan, bahwa DPR tidak akan menggelar rapat paripurna kembali untuk mengesahkan revisi undang-undang pilkada.
"Rapat paripurna di DPR itu menurut aturan berlaku kecuali yang sudah diagendakan dari jauh hari sebelumnya hari Paripurna itu adalah hari Selasa dan Kamis tentunya untuk Paripurna itu juga harus mengikuti tahapan-tahapan seperti rapat Pimpinan bamus dan pengagendaan dalam rapat paripurna rapat paripurna terdekat," tegas dia.
"Kalaupun mau dilaksanakan itu tanggal 27 Agustus yang kita sama-sama tahu sudah masa pendaftaran sehingga kami merasa bahwa lebih baik itu tidak dilaksanakan karena masa pendaftaran sudah berlaku," imbub Dasco.
Ribuan Mahasiswa Unjuk Rasa, Guru Besar UI: Gerakan Mahasiswa Adalah Gerakan Moral
Ribuan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) mengawal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70//PUU-XXII/2024. Guru Besar UI memberikan respons terhadap mahasiswa UI maupun mahasiswa lainnya.
Dekan FISIP UI, Prof Semiarto Aji Purwanto mengatakan, gerakan mahasiswa yang melakukan aksi merupakan gerakan moral untuk rasa kritis pada mahasiswa. Mahasiswa menjadi bagian dari intelektual untuk menyuarakan pendapatnya.
“Mereka punya pendapat, mereka punya pandangan ingin menyampaikan aspirasinya, itu bagian penting dalam kehidupan berdemokrasi,” ujar Semiarto.
Aksi mahasiswa yang terjadi di DPR merupakan bagian dari intelektual untuk menyampaikan keresahannya. Hari ini, para mahasiswa merealisasikan keresahannya dan aksi tersebut dinilai bagian dari demokrasi.
“Hari ini direalisasi, tapi sebenarnya ini bisa saja dari kehidupan berdemokrasi,” ucap Semiarto.
Polemik terhadap keputusan MK namun di sisi lain DPR mencoba menganulir melalui Baleg DPR menjadi RUU. Diduga upaya tersebut untuk memuluskan pihak tertentu menjelang pelaksanaan Pilkada 2024.
“Dalam konteks akademik kita memang melihat gejala-gejala, ini menjadi bagian penting buat kita untuk menyampaikan di dalam konteks akademik,” jelas Semiarto.
Advertisement
Bukan Gerakan Politik
Pada konteks akademik berdemokrasi, para dosen atau pendidik memberikan penjelasan pada bidang akademik. Namun aksi mahasiswa melihat fenomena saat ini, merupakan gerakan moral dan bukan gerakan politik.
“Gerakan intelektual itu adalah gerakan moral, jadi bukan gerakan politik, ini adalah bagian dari upaya kita menganalisis kondisi keadaan,” ungkap Semiarto.
Gerakan mahasiswa melakukan aksi di DPR RI merupakan gerakan yang wajar dalam berdemokrasi.
“Sekali lagi baik-baik saja dalam konteks pendidikan. Ini pendidikan politik, partisipasi politik, dan ini positif saja,” terang Semiarto.
Sumber: Alma Fikhasari/Merdeka.com