Liputan6.com, Jakarta - Media sosial diramaikan dengan protes terhadap rencana pemerintah mengubah skema subsidi KRL Jabodetabek berbasis pada NIK. Masyarakat khawatir kebijakan ini berujung pada kenaikan tarif KRL
Merespons hal ini, Pimpinan Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menyampaikan perlunya dukungan berbagai pihak untuk memperbaiki kualitas, kelayakan dan memperbanyak transportasi publik di Jakarta dan sekitarnya.
Sekjen PAN ini mengingatkan bahwa selama 3 tahun terakhir Jakarta, Tangerang Selatan dan kota-kota sekitarnya selalu masuk dalam kota dengan polusi tertinggi di dunia.
Advertisement
"Salah satu cara terbaik mengurangi polusi adalah memperbanyak transportasi publik dan memperbanyak jumlahnya agar mudah diakses masyarakat. Di saat yang bersamaan, perlu dilakukan pembatasan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil," kata Eddy.
Karena itu sebagai upaya mengurangi polusi secara signifikan, transportasi publik yang layak, berkualitas dan mudah diakses seharusnya mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah.
"Demi keberlanjutan lingkungan dan udara yang bersih, justru sebaiknya masyarakat diajak untuk menggunakan transportasi publik dalam hal ini KRL Jabodetabek dengan harga yang terjangkau. Artinya kita memberikan insentif agar masyarakat memilih menggunakan transportasi publik daripada menggunakan kendaraan pribadi," lanjutnya.
Eddy menyampaikan pentingnya kementerian dan lembaga terkait memperhatikan aspirasi masyarakat khususnya pengguna transportasi publik.
Bagaimanapun, Eddy melanjutkan, jika transportasi publik menjadi lebih mahal dan pengguna beralih ke kendaraan pribadi maka polusi udara akan semakin meningkat dan berdampak pada berbagai sektor.
"Salah satu signature kota-kota besar di negara maju adalah transportasi publik yang layak, berkualitas dan terjangkau. Saya yakin komitmen kita pada keberlanjutan lingkungan bisa membuat udara Jakarta dan sekitarnya menjadi lebih bersih," tutup Anggota DPR RI Dapil Jawa Barat III Kota Bogor dan Cianjur ini.
Kapan Berlaku?
Kementerian Perhubungan mencatat alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 mengalami penurunan. Karena itu, diperlukan penyesuaian subsidi, termasuk untuk KRL Jabodetabek dan angkutan perintis.
Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati, menyampaikan bahwa pihaknya masih mengkaji skema subsidi KRL Jabodetabek berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Skema subsidi KRL ini menjadi salah satu instrumen yang dihitung akibat penurunan anggaran.
Masih dibahas, tapi tadi, jika mendengar teman-teman, memang di 2025 ada banyak penurunan alokasi APBN. Salah satunya, konsekuensinya adalah ada subsidi atau angkutan perintis yang harus disesuaikan," kata Adita di Kompleks Parlemen, Jakarta, dikutip Jumat (30/8/2024).
Dia menambahkan, dengan adanya penyesuaian anggaran tersebut, dibutuhkan skema yang tepat untuk menyalurkan subsidi secara tepat sasaran. Wacana awalnya adalah subsidi KRL Jabodetabek berbasis NIK.
"Makanya, ini sebenarnya selaras dengan rencana untuk tarif KRL berbasis NIK, agar tepat sasaran, karena memang keterbatasan dananya," jelasnya.
Adita mengungkapkan, wacana ini sudah dibahas sejak tahun lalu, namun belum bisa terlaksana. Setelah dibahas di Kemenhub, pihaknya akan bekerja sama dengan kementerian/lembaga sektor lain.
Advertisement
Dibahas Bersama KAI
Selanjutnya, pembahasan juga akan dilakukan bersama dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI melalui PT Kereta Commuter Indonesia (KAI Commuter) sebagai operator.
"Tapi intinya, ini semua sudah dikaji dan dibahas. Sebenarnya, sudah sejak tahun lalu jadi wacana, tapi memang belum direalisasikan. Sekarang, kita sedang membahasnya, tentu juga lintas sektoral dan bersama operator," ujarnya.
Menurutnya, pendataan penumpang yang dilakukan oleh KAI Commuter sudah cukup baik. Dengan dasar itu, sistem yang sudah berjalan dinilai sebagai langkah awal untuk menjalankan skema subsidi KRL Jabodetabek.
"KAI sendiri sebenarnya sudah memiliki sistem yang baik. Pendataan penumpangnya juga sudah cukup baik. Jadi, mungkin itu bisa menjadi langkah awal," ungkapnya.