Wacana Kepala Daerah Kembali Dipilih DPRD, PDIP Ingin Kedaulatan Langsung di Tangan Rakyat

Presiden Prabowo Subianto ingin agar kepala daerah kembali dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

oleh Aries Setiawan diperbarui 14 Des 2024, 10:05 WIB
Diterbitkan 14 Des 2024, 10:05 WIB
Ketua DPP PDI Perjuangan Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Yevri Sitorus (tengah)saat menjawab pertanyaan dari sejumlah wartawan di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro, Jakarta. (Liputan6.com/M Radityo Priyasmoro)
Ketua DPP PDI Perjuangan Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Yevri Sitorus (tengah) di kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro, Jakarta. (Liputan6.com/M Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta PDI Perjuangan (PDIP) tidak mau terburu-buru menyikapi keinginan Presiden Prabowo Subianto agar kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). PDIP menegaskan akan lebih dulu melakukan kajian mendalam atas wacana tersebut.

"Soal pemilu dipilih DPRD, saya kira kami di PDI Perjuangan tidak akan terburu-buru," ujar Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat malam (13/12/2024).

"Nanti kita periksa apakah memang usulan dari Presiden itu betul-betul bisa dilaksanakan dan mau dilaksanakan atau tidak," imbuhnya.

Deddy menuturkan, pada prinsipnya PDIP menginginkan pemilihan umum digelar secara langsung, di mana kedaulatan diserahkan kepada rakyat.

"Tapi pada prinsipnya kami tetap ingin pemilu langsung dan kedaulatan di tangan rakyat. One man, one vote," ucap Deddy.

Terkait dalih pilkada berbiaya tinggi yang melatarbelakangi wacana kepala daerah dipilih DPRD, menurut Deddy, tidak akan terjadi apabila partai politik memiliki basis dukungan di akar rumput yang kuat.

Anggota Komisi II DPR ini menilai, politik berbiaya tinggi terjadi karena ada pihak-pihak yang serakah mencari kekuasaan.

"Karena yang menaburkan uang itu kan memang dari elite politik sendiri, kan gitu. Partai-partai membangun basis dukungan di bawah pasti tidak perlu uang besar-besar, kan begitu logikanya," kata Deddy.

Deddy mengatakan masih banyak cara lainnya untuk menurunkan tingginya biaya pilkada. Tinggal keseriusan pemerintah, mau atau tidak membuat pesta demokrasi berjalan jujur, adil dan sportif. Tidak ugal-ugalan seperti yang terjadi belakangan ini, kata Deddy.

Di sisi lain, menurutnya, PDIP akan melakukan kajian mendalam apabila revisi Undang-Undang Pilkada digulirkan.

"Bahkan kita sendiri sedang melakukan kajian terhadap pilkada asimetris, di mana daerah-daerah yang memang dengan seluruh indikator-indikatornya siap melaksanakan pemilu langsung. Misalnya, itu kan ada berbagai kajian, teori yang bisa dipakai untuk menentukan itu," pungkasnya.

Mengembalikan Mindset Orde Baru

Ilustrasi pemilu, pilkada, pilpres
Ilustrasi pemilu, pilkada, pilpres. (Photo by Element5 Digital on Unsplash)

Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menyatakan, wacana kepala daerah dipilih kembali oleh DPRD menimbulkan resistensi yang cukup besar. Dari studinya, banyak masyarakat yang menolak.

"Jadi sebenarnya wacana pengembalian pemilihan kepala daerah ke DPRD sudah lama disuarakan sejumlah elite, tetapi gagal terus. Terutama, misalnya, resistansi dari publik sangat besar. Dari studi yang kami lakukan itu orang yang tidak setuju terhadap gagasan menghapus pilkada langsung itu besar sekali di masyarakat," kata Saidiman saat dihubungi, Jumat (13/12/2024).

Saidiman menilai, gagasan kepala daerah dipilih DPRD adalah bentuk dari fenomena di kalangan elite karena lelah berkompetisi di antara mereka. Sehingga, ada keinginan suatu penyelesaian di tingkat elite layaknya ciri khas orde baru.

"Wacana ini memang khas elite dan menjadi lebih kuat karena semacam ada semangat elite kita untuk mengembalikan mindset orde baru, di mana penyelenggaraan pemerintahan itu dilakukan di tingkat elite saja, publik tak diberikan kesempatan. Jadi itu mindset lama dan menguntungkan elite utama, jadi mereka menunjukkan siapa calon kepala daerah," ujar Saidiman.

Kepala Daerah Dipilih DPRD Untungkan Elite dan Rugikan Rakyat

TPS di Kota Banda Aceh
Warga mencelupkan jarinya ke dalam tinta usai mencoblos pada pemungutan suara ulang pemilu 2019 di TPS-6 Desa Lamteumen Timur, Banda Aceh, Aceh, Kamis (25/4). (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Saidiman menyatakan, wacana pilkada dipilih DPRD jelas merugikan, karena rakyat tidak bisa menentukan atau mengevaluasi langsung apakah seorang kepala daerah baik atau tidak. Apakah calon kepala daerah layak atau tidak untuk memimpin daerahnya.

"Jadi evaluasinya tergantung kepada elite. Itu menurut saya akan sangat merugikan, karena pada kepala daerah tidak akan bisa bekerja maksimal karena mereka untuk bisa terpilih kembali adalah orientasinya menyenangkan para elite di atas, ketua ketua partai," ucap Saidiman.

"Saya kira kepentingan publik menjadi nomor dua, kepentingan elite yang utama. Jadi orientasinya akan berubah dan akan merugikan masyarakat," tegasnya.

Saidiman tidak sependapat bila pemilihan langsung menyebabkan pemborosan keuangan negara. Padahal, dengan kontrol publik, korupsi, kolusi, dan nepotisme bisa diawasi.

"Dengan ada kontrol publik, pembangunan itu jadi lebih efektif. Korupsi mungkin bisa ditekan karena ada kontrol publik langsung, jadi publik dibiasakan mengontrol pemimpinnya sampai di tingkat lokal. Itu bagus untuk meningkatkan transparansi," jelasnya.

Menurut Saidiman, tidak benar juga politik uang marak tejadi karena pemilihan langsung. Sebab, bila tak ada pemilihan langsung, uang yang beredar justru akan pindah ke elite.

"Mereka akan menyogok ketua-ketua partai. Kalau selama ini politik uang iya, tapi itu kan langsung ke masyarakat," ujar Saidiman.

"Dan ongkos mahal apa yang dikatakan penyelenggaraan pilkada itu biasanya karena ulah dari partai-partai sendiri. Kan mereka pakai politik uang, dan seterusnya itu. Artinya bukan pada sistemnya, tapi pada mindset si partainya," sambungnya.

 

Prabowo Ingin Kepala Daerah Dipilih DPRD

Presiden Prabowo Subianto dalam acara HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/12/2024) (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)
Presiden Prabowo Subianto dalam acara HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/12/2024) (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan gagasan tentang perbaikan sistem politik di Indonesia lantaran dinilai berbiaya tinggi dan tidak efisien jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga.

"Menurut saya hari ini yang paling penting yang disampaikan Ketua Umum Partai Golkar tadi bahwa kita semua merasakan demokrasi kita yang kita jalankan, ada satu atau ada beberapa hal yang harus kita perbaiki bersama-sama. Menurut saya kita harus memperbaiki sistem kita," ujar Prabowo Subianto.

Hal itu disampaikan Prabowo dalam sambutannya pada acara HUT Ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/12) malam.

Prabowo juga mengusulkan agar ke depan pemilihan kepala daerah dilakukan melalui DPRD masing-masing, sehingga tidak perlu mengeluarkan banyak biaya.

"Saya lihat, negara-negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih ya sudah DPRD itulah milih gubernur, milih bupati. Efisien, enggak keluar duit, keluar duit, keluar duit, kayak kita kaya," kata Prabowo.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

Infografis Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme ke KPK. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme ke KPK. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya