Teori Denny JA Tentang Agama di Era AI Mulai Diajarkan di Kampus

Ketua Pelaksana Program Esoterika Fellowship Program (EFP) Ahmad Gaus AF menjelaskan pengintegrasian pemikiran Denny JA bertujuan untuk memberi perspektif baru kepada mahasiswa mengenai peran agama dan spiritualitas di tengah kemajuan teknologi.

oleh Tim News Diperbarui 15 Feb 2025, 23:40 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2025, 02:36 WIB
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA (Istimewa)
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA (Istimewa)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Teori Denny JA mengenai agama dan spiritualitas di era kecerdasan buatan atau Artificial intelligence (AI) akan menjadi bagian dari kurikulum di perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia. Materi ini akan diajarkan baik sebagai mata kuliah mandiri maupun sebagai bagian dari mata kuliah yang sudah ada mulai semester genap 2025.

Ketua Pelaksana Program Esoterika Fellowship Program (EFP) Ahmad Gaus AF menjelaskan pengintegrasian pemikiran Denny JA bertujuan untuk memberi perspektif baru kepada mahasiswa mengenai peran agama dan spiritualitas di tengah kemajuan teknologi.

"Denny JA sendiri menekankan bahwa di era AI, informasi tentang agama kini dapat diakses secara cepat dan mudah oleh siapa saja, yang berpotensi menggeser peran tradisional ulama, pendeta, dan biksu sebagai sumber utama pengetahuan agama," ujarnya.

Menurut Denny JA, AI memungkinkan individu untuk mengakses sejarah agama, tafsir alternatif, dan kritik terhadap doktrin tanpa bergantung pada otoritas keagamaan. Situasi ini, menurutnya, mendemokratisasi pengetahuan sekaligus menantang pemuka agama untuk lebih reflektif ketimbang dogmatis.

 

Prinsip Utama

Dalam teorinya, Denny JA mengemukakan tujuh prinsip utama mengenai agama dan spiritualitas di era AI. Pertama, keyakinan agama tidak berkorelasi dengan kualitas kehidupan bernegara. Negara yang religius tidak otomatis lebih bahagia atau bebas korupsi. Negara-negara sekuler seperti Skandinavia justru memiliki indeks kebahagiaan dan bebas korupsi yang tinggi.

Kedua, agama bertahan bukan karena kebenaran faktual, tetapi makna simbolis. Meskipun narasi agama terkadang bertentangan secara historis, agama tetap bertahan karena memberikan makna mendalam yang menawarkan harapan dan identitas sosial.

Ketiga, agama bukan lagi satu-satunya panduan hidup bahagia dan bermakna. Ilmu pengetahuan modern seperti psikologi positif menawarkan jalan lain menuju kebahagiaan, dengan fokus pada hubungan personal, berpikir positif, passion, dan spiritualitas.

Keempat, era AI mengubah peran otoritas agama. Dengan akses informasi yang luas, individu menjadi lebih mandiri dalam menafsirkan iman mereka, mengurangi ketergantungan pada otoritas agama tradisional.

Kelima, agama semakin menjadi warisan kultural milik bersama. Perayaan hari raya agama kini dirayakan secara sosial oleh banyak orang, bukan hanya oleh penganut agama tersebut, menunjukkan bahwa agama berkembang menjadi tradisi kultural yang bisa dinikmati oleh banyak pihak.

Keenam, tafsir agama yang bertahan adalah yang selaras dengan hak asasi manusia.Tafsir agama yang mendukung kesetaraan dan hak asasi manusia cenderung lebih diterima dan bertahan dalam masyarakat modern.

Ketujuh, komunitas adalah kunci sosialisasi gagasan spiritual baru. Gagasan spiritual hanya bertahan jika didukung oleh komunitas yang merayakan nilai-nilai universal dan inklusif.

Ahmad Gaus AF menambahkan meskipun teori Denny JA ini akan mendapat kritik, seperti dianggap terlalu menekankan rasionalitas dan perubahan sosial tanpa cukup mempertimbangkan dimensi transendental agama, teori ini tetap berfokus pada bagaimana akses informasi mengubah pola keimanan.

Dalam beberapa contoh, seperti di biara sunyi Tibet, AI bahkan membantu biksu menemukan makna tersembunyi dalam teks-teks kuno. “AI bukan ancaman bagi spiritualitas, melainkan jembatan menuju pemahaman yang lebih dalam dan universal,” tambah Gaus.

Dengan mempelajari prinsip-prinsip ini, diharapkan mahasiswa akan mengembangkan pemahaman yang lebih luas tentang peran agama dan spiritualitas di era digital, serta dapat terlibat dalam dialog yang lebih konstruktif dan reflektif di kalangan akademisi dan masyarakat luas.

“Di era AI ini, pertanyaan besar pun muncul: Apakah agama akan kehilangan sakralitasnya, atau justru menemukan makna baru,” tutupnya.

 

Infografis Prabowo Perintahkan Kapolri, Jaksa Agung hingga KPK Sikat Koruptor
Infografis Prabowo Perintahkan Kapolri, Jaksa Agung hingga KPK Sikat Koruptor. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya