Liputan6.com, Jakarta - Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024Â yang digelar di 24 daerah di Indonesia menghadapi kendala keuangan. Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan PSU akibat berbagai permasalahan dalam Pilkada sebelumnya, terutama soal verifikasi calon kepala daerah.
Keputusan MK ini menyoroti lemahnya kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ketidakcermatan KPU dalam verifikasi dan pengawasan Bawaslu yang kurang maksimal menjadi penyebab utama diperlukannya PSU ini.
Advertisement
Akibatnya, beberapa daerah kini harus menanggung beban tambahan berupa biaya PSU. Namun, tidak semua daerah memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk melaksanakannya. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar terkait kesiapan penyelenggaraan Pilkada ke depan.
Advertisement
Berdasarkan informasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), ternyata hanya sebagian kecil daerah yang mampu membiayai PSU Pilkada 2024 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mereka.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Ribka Haluk, mengungkapkan fakta mengejutkan dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR.
"Pertama, daerah yang sanggup pelaksanaannya atau memiliki dana, yaitu sekitar 8 daerah," ujar Ribka.
Delapan daerah tersebut adalah Kabupaten Bungo, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Magetan, Kabupaten Mahakam Ulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Banggai. Mereka mampu menanggung biaya PSU dari APBD masing-masing.
16 Daerah Lain Bergantung pada APBN
Sebaliknya, ada 16 daerah lainnya yang mengaku tidak mampu membiayai PSU dari APBD mereka. Daerah-daerah ini terpaksa menggantungkan harapan pada bantuan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ribka Haluk merinci ke-16 daerah tersebut: Provinsi Papua, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten Buru, Kabupaten Pulau Taliabu, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Empat Lawang, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Serang, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Parigi Moutoung, Kota Banjarbaru, Kota Palopo, dan Kota Sabang.
Kondisi ini menunjukkan adanya disparitas kemampuan keuangan antar daerah dalam menghadapi pelaksanaan PSU Pilkada 2024. Pemerataan anggaran menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah pusat.
Advertisement
Upaya Kemendagri Mencari Solusi
Menyikapi permasalahan ini, Kemendagri telah mengusulkan beberapa langkah untuk mengatasi kekurangan dana PSU Pilkada 2024.
Kemendagri meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk menambah pos anggaran APBD guna memenuhi kebutuhan pendanaan PSU. Koordinasi intensif dengan Pemda dan KPU pun telah dilakukan.
Selain itu, Kemendagri juga mengusulkan agar Pemda dapat memenuhi penganggaran kebutuhan pendanaan PSU dalam APBN 2025. Hal ini merujuk pada Instruksi Presiden Nomor 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD 2025.
Dampak PSU Pilkada 2024 yang Lebih Luas
PSU Pilkada 2024 tidak hanya berdampak pada masalah keuangan daerah, tetapi juga berdampak pada aspek lain.
Proses PSU menyebabkan penundaan pelantikan kepala daerah terpilih, sehingga berpotensi menghambat program pembangunan di daerah.
Lebih jauh lagi, PSU juga dapat menimbulkan keraguan publik terhadap kredibilitas penyelenggaraan Pilkada dan integritas penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu).
Peristiwa PSU Pilkada 2024 menjadi momentum penting untuk mengevaluasi dan memperbaiki sistem penyelenggaraan Pilkada di Indonesia.
Perbaikan sistem verifikasi calon, pengawasan, dan sumber daya manusia (SDM) di KPU dan Bawaslu menjadi sangat krusial.
Harapannya, PSU ini dapat menjadi pembelajaran berharga untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pilkada di masa mendatang, agar lebih transparan, akuntabel, dan kredibel.
Advertisement
