Â
Liputan6.com, Jakarta - Gempa Myanmar berkekuatan magnitudo 7,7 pada Jumat siang, 28 Maret 2025, dilaporkan telah merenggut lebih dari 1.000 nyawa dan menyebabkan kerusakan yang meluas di seluruh negeri. Salah satu yang terdampak parah adalah Bandara Internasional Naypyidaw, atau disebut juga Naypyitaw, yang berlokasi di ibu kota negara.
Gambar satelit dari Planet Labs PBC yang dianalisi AP menunjukkan bahwa gempa Myanmar yang dahsyat itu telah merobohkan menara pengendali lalu lintas udara di bandara tersebut. Gambar menunjukkan bahwa menara tersebut runtuh, seolah-olah dicabut dari alasnya.
Advertisement
Puing-puing berserakan dari puncak menara yang mengendalikan semua lalu lintas udara di ibu kota Myanmar. Menurut laporan AP, dikutip dari Hindustan Times, Sabtu, 29 Maret 2025, belum diketahui apakah ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Namun, NGO bernama Caritas Australia melaporkan bahwa semua staf yang bertugas saat itu tewas dalam kejadian tersebut.
Akibatnya, operasional Bandara Naypyidaw diperkirakan ditutup total mengingat semua data elektronik dan radar untuk mengelola lalu lintas penerbangan dikendalikan di menara kontrol. Laporan tersebut menambahkan bahwa penerbangan yang membawa tim penyelamat dari Tiongkok telah mendarat di bandara di Yangon, bukannya langsung menuju bandara di kota-kota yang terdampak utama, Mandalay dan Naypyidaw.
Sebelumnya, Bandara Mandalay juga tak beroperasi setelah gempa M7,7 mengguncang Myanmar pada Jumat siang, disusul gempa berkekuatan M6,4. Gempa itu memicu alarm peringatan berbunyi keras di bandara.
Mengutip CNN, kemarin, dalam sebuah rekaman video viral, para calon penumpang pesawat terekam berjongkok dan berlindung di landasan pacu. Suasana begitu kacau saat staf bandara mengarahkan puluhan penumpang untuk mengungsi ke tempat yang aman. Â
Rumah Sakit Tak Mampu Menampung Korban Gempa
Menurut junta militer Myanmar, 1.002 orang ditemukan tewas dan 2.376 lainnya cedera, dengan 30 orang lainnya hilang. Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa jumlah korban jiwa masih bisa meningkat, dengan mengatakan angka detail masih dikumpulkan.
Gempa tersebut juga menyebabkan bangunan di banyak daerah runtuh, jalan bergelombang, jembatan ambruk, dan bendungan jebol. Gempa bumi merobohkan banyak bangunan, termasuk beberapa unit yang menampung pegawai negeri sipil pemerintah, tetapi bagian kota itu diblokir oleh pihak berwenang pada hari Sabtu.
Di Naypyidaw, para pekerja pada Sabtu, 29 Maret 2025, berusaha memperbaiki jalan yang rusak, sementara layanan listrik, telepon dan internet masih padam di sebagian besar kota, menurut laporan tersebut. Sementara, Caritas Australia melaporkan bahwa rumah sakit dengan 1.000 tempat tidur di Naypyidaw saat ini menjadi area korban massal. Rumah Sakit Umum Mandalay juga penuh dan tidak lagi menerima pasien.
Myanmar sejak lama menghadapi krisis kemanusiaan yang parah, dengan 19,9 juta orang – lebih dari sepertiga populasi – membutuhkan bantuan. Gempa bumi telah memperburuk tantangan ini, memberikan tekanan tambahan pada sumber daya dan kemampuan tanggap negara.
Advertisement
Kebutuhan Para Korban Gempa Myanmar
Mengutip laman reliefweb.int, Caritas Australia menyatakan bahwa kolega mereka di Mandalay selamat, tetapi beberapa rumah staf di Mandalay roboh. Keuskupan Mandalay melaporkan bahwa banyak orang masih hilang di Kota Mandalay dan orang-orang tidak dapat menghubungi keluarga mereka karena komunikasi terputus.Â
Sally Thomas, Manajer Kemanusiaan di Caritas Australia mengatakan, "Dalam segera setelah gempa bumi, kita cenderung melihat layanan darurat berjuang melawan infrastruktur yang hancur dan berjuang untuk memindahkan tumpukan puing untuk menyelamatkan nyawa. Jalan mungkin diblokir dan rumah sakit mungkin rusak, yang semuanya menghambat upaya pemulihan. Kami juga mengalami kontak terbatas dengan mereka yang berada di lapangan karena kerusakan infrastruktur."
"Orang-orang sering takut akan gempa bumi susulan juga, terutama di tempat-tempat seperti Myanmar di mana gempa bumi sering terjadi. Orang-orang akan bertanya-tanya apakah tanah akan mulai bergetar lagi dan berusaha mencari tahu di mana mereka bisa menemukan tempat aman."
"Penduduk yang terkena dampak juga akan mulai membutuhkan kebutuhan dasar dengan cepat – air, makanan, tempat berlindung, obat-obatan, pakaian bersih, dan selimut – saat mereka fokus untuk menemukan orang yang mereka cintai dan menjaga keluarga mereka tetap aman," sambungnya.
Penyebab Gempa Dahsyat Myanmar
Survei geologi AS (USGS) mencatat gempa magnitudo 7,7 di Mandalay, Myanmar, pada Jumat, 28 Maret 2025, sekitar pukul 12.50 waktu setempat. Gempa yang guncangannya terasa hingga Thailand dan China ini dilaporkan bersifat dangkal, yakni terjadi di kedalaman 10 km.
Gempa terjadi ketika lempeng tektonik—balok batuan raksasa penyusun kerak bumi—bergerak saling bergesek. Menurut USGS, gempa Myanmar ini terjadi karena pergeseran horizontal antara lempeng India dan lempeng Eurasia - artinya kedua lempeng ini bergesekan secara menyamping seperti dua papan yang digesekkan ke arah berlawanan.
"Gempa ini terjadi di Sesar Sagaing, yang merupakan batas pertemuan lempeng tektonik India (di sebelah barat) dan lempeng Eurasia (di sebelah timur). Lempeng India bergerak ke arah utara sepanjang sesar ini, sementara lempeng Eurasia relatif diam," jelas Bill McGuire, profesor emeritus bidang bahaya geofisika dan iklim di University College London seperti dikutip The Guardian.
Menurut USGS, kawasan ini memang rawan gempa besar. Sejak 1900 saja, sudah terjadi enam kali gempa sesar geser magnitudo 7 atau lebih dalam radius 250 km dari lokasi kejadian. McGuire menambahkan, "Kualitas bangunan umumnya tidak memadai untuk menahan guncangan sekuat ini. Jumlah korban dipastikan akan meningkat seiring waktu."
Advertisement
