Liputan6.com, Jakarta Presiden Prabowo Subianto mengumpulkan sejumlah menteri di Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jakarta, dalam rangka membahas nasib para buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh PT Sritex.
Dia meminta agar para menteri mengupayakan jalan keluar untuk para eks karyawan perusahaan tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Hadir dalam kesempatan itu di antaranya Menteri Sekretaris Negara (Menaesneg) Prasetyo Hadi, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, Kurator PT Sritex Nurma Sadikin, hingga Menteri BUMN Erick Thohir.
Advertisement
"Pada hari ini kami semua berkumpul atas petunjuk dari Bapak Presiden, Menteri BUMN, kemudian Menteri Tenaga Kerja, teman-teman kurator, dan teman-teman Koordinator Serikat Pekerja, dalam rangka kita berdiskusi untuk mencari jalan keluar terhadap permasalahan PT Sritex,” tutur Mensesneg Prasetyo di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta, Senin (3/3/2025).
“Atas petunjuk Bapak Presiden, Bapak Presiden sangat concern terhadap bagaimana pemerintah mencari jalan keluar, terutama berkenaan dengan masalah persoalan yang akan menimpa para pekerja di PT Sritex," sambungnya.
Prasetyo menyebut, Prabowo telah beberapa kali meminta para menteri agar segera menuntaskan permasalahan yang menimpa Sritex, terlebih sejak diputuskan pailit pada Oktober 2024 lalu.
“Bapak Presiden berkali-kali memberikan pengarahan kepada kami untuk dicarikan jalan keluar supaya teman-teman pekerja di Sritex dapat diperhatikan, dapat dicarikan solusi terhadap permasalahan yang menimpa PT Sritex,” jelas dia.
Hasil dari diskusi bersama kurator Sritex, diharapkan 8.400 karyawan yang terkena PHK dan tidak lagi bekerja terhitung per 1 Maret 2025, bisa mendapatkan kembali pekerjaannya.
“Harapan kami dari pemerintah tentunya semua, semua pekerja yang selama ini menjadi karyawan di PT Sritex kurang lebih ada empat perusahaan, kurang lebih di 8 ribu sekian karyawan, untuk bisa semuanya nanti akan kembali bekerja dengan skema yang baru. Namun kita berharap tetap di bidang yang selama ini digeluti,” Prasetyo menandaskan.
PHK Massal Sritex hingga Sanken, Begini Kata Buruh
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal kembali mengguncang industri di Indonesia, dengan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Yamaha Musik, dan Sanken menjadi perusahaan terbaru yang melakukan pengurangan tenaga kerja dalam jumlah besar.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat, menegaskan fenomena PHK massal ini bukan terjadi secara tiba-tiba, melainkan hasil dari akumulasi kebijakan dan kondisi ekonomi yang merugikan pekerja.
Mirah menjelaskan, proses PHK massal sudah berlangsung sejak 2020 ketika pandemi COVID-19 melanda. Saat itu, banyak perusahaan yang terpaksa menutup operasionalnya akibat turunnya permintaan dan pembatasan mobilitas masyarakat. Kondisi ini diperparah dengan disahkannya Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) pada tahun yang sama.
"Undang-Undang tersebut itu membuat PHK pada pekerja buruh itu sangat mudah bisa dibayangkan ya, tanpa melalui proses perusahaan pengadilan gitu. PHK juga bisa dilakukan dengan alasan rugi gitu. Pegawai paginya kerja siangnya bisa di PHK, siangnya kerja malamnya bisa di PHK itu yang terjadi dampak luar biasa Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja,” kata Mirah kepada Liputan6.com, Senin (3/3/2025).
Mirah menambahkan meskipun pandemi mulai mereda pada 2023, dampaknya terhadap perekonomian masih terasa hingga sekarang. Ditambah dengan kenaikan harga kebutuhan pokok dan kebijakan upah yang tidak seimbang dengan inflasi, daya beli masyarakat semakin melemah.
Advertisement
Regulasi Impor dan Krisis Sritex
Selain itu, Mirah juga menyoroti kebijakan impor yang dinilai merugikan industri tekstil dalam negeri, termasuk Sritex. Ia mengkritik Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang membuka kran impor secara bebas, sehingga produk lokal kalah bersaing dengan barang impor murah.
"Coba dibayangkan batik saja ada yang harganya cuma Rp15.000 per piece itu bisa kita temui di pusat perbelanjaan di kota-kota besar di Jakarta itu yang grosiran itu kita bisa menemukan itu," ujar dia.
Mirah mendesak pemerintah untuk segera mencabut kebijakan ini guna melindungi industri dalam negeri dan mencegah gelombang PHK lebih lanjut.
Mirah mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret guna mencegah gelombang PHK lebih lanjut dan melindungi industri dalam negeri. Salah satu kebijakan yang perlu segera dicabut adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024, yang dinilai memperburuk kondisi industri lokal dengan membanjirnya barang impor murah.
Selain itu, pemerintah juga harus merevisi Undang-Undang Cipta Kerja dengan melibatkan serikat pekerja dalam penyusunan kebijakan ketenagakerjaan yang lebih adil. Ia juga menegaskan bahwa harga kebutuhan perlu segera diturunkan setidaknya 20% untuk meringankan beban masyarakat.
"Kemarin upah naik 6,5%, tapi itu sama saja bohong karena harga-harga itu tinggi, jadi turunkan harga 20%, kalau itu dilakukan itu memperingan beban rakyat saat ini," kata dia.
