Liputan6.com, Jakarta - Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto diduga mengacuhkan laporan perusahaan besar Arab Saudi yang telah berinvestasi di Indonesia selama 12 tahun terkait restorative justice (RJ) pembebasan dua tersangka penggelapan dana Warga Negara Asing (WNA) asal India Abdul Samad dan Samsu Hussain.
Hal itu terkuak dari surat permohonan yang dilayangkan kuasa hukum perusahaan Arab Saudi kepada Kapolda Metro Jaya dengan nomor 071/U/SP/VIII/2023 tanggal 21 Agustus 2023.
Dalam surat permohonan itu juga disebutkan bahwa Biro Wabproof Div Propram Polri sedang melakukan penanganan perkara terkait adanya pengaduan pemilik perusahaan Arab Saudi tersebut soal laporan terkait penanganan perkara laporan polisi dengan nomor No.LP/B/5281/X/2022/SKPT.
Advertisement
Namun hingga kini tidak ada perkembangan signifikan terkait laporan pemilik perusahaan Arab Saudi tersebut soal restorative justice (RJ) pembebasan dua tersangka penggelapan dana yakni WNA asal India yakni Abdul Samad dan Samsu Hussain.
Dalam surat permohonan itu turut disebutkan pihak Polda Metro Jaya sedianya sempat meminta klarifikasi kepada salah satu perwakilan dari perusahaan Arab Saudi atas tindakan pelaku dua tersangka WNA India yakni Abdul Samad dan Samsu Hussain memalsukan keterangan ke dalam akta otentik sebagai dimaksud dalam pasal 266 KUHP.
Namun kenyataannya, dua tersangka penggelapan dana WNA asal India yakni Abdul Samad dan Samsu Hussain malah dibebaskan melalui mekanisme restorative justice (RJ).
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil memastikan akan mempertanyakan mekanisme Restorative Justice (RJ) yang digunakan oleh Polda Metro Jaya untuk membebaskan dua tersangka WNA asal India yakni Abdul Samad dan Samsu Hussain dalam kasus dugaan penggelapan dana perusahaan besar Arab Saudi yang telah berinvestasi di Indonesia sejak tahun 2012.
"Komisi III DPR RI memastikan akan mempertanyakan hal tersebut kepada jajaran korps bhayangkara saat rapat kerja atau raker bersama. Kalau diselesaikan oleh mekanisme Restorative Justice tentu patut dipertanyakan. Saya pikir harus dievaluasi dan nanti kita akan pertanyakan saat raker di komisi III," ujar Nasir Djamil, melalui keterangan tertulis, Selasa (11/3/2025).
Â
Mekanisme Rstorative Justice
Lebih lanjut, Nasir Djamil mengatakan, jika mekanisme restorative justice biasanya hanya digunakan untuk pidana ringan, bukan kasus dugaan penggelapan dana.
Dia mengaku memahami bila saat ini muncul kecurigaan kepada Polda Metro Jaya atas langkahnya dalam kasus penggelapan dana perusahaan besar Arab Saudi yang telah berinvestasi di Indonesia sejak tahun 2012.
"Sebab untuk Restorative Justice (RJ) biasanya pidana ringan," terang Nasir.
Nasir pun mendorong pihak-pihak yang dirugikan terkait dengan kasus pembebasan dua tersangka WNA asal India yakni Abdul Samad dan Samsu Hussain dalam kasus dugaan penggelapan dana perusahaan besar Arab Saudi yang telah berinvestasi di Indonesia untuk melapor ke bagian internal yang mengawasi penegakan hukum polisi.
"Jika ada kekeliruan dan kecurigaan dalam penanganan dan penyelesaian masalah hukum itu, maka segera dilaporkan ke bagian internal yang meluruskan dugaan penyimpangan dan institusi yang mengawasi penegakan hukum di kepolisian," pungkas Nasir.
Diketahui sebelumnya, perusahaan besar Arab Saudi yang telah berinvestasi sejak tahun 2012 di Indonesia melaporkan adanya tindak penggelapan dana yang dilakukan dua WNA asal India yakni Abdul Samad dan Samsu Hussain ke Polda Metro Jaya.
Â
Advertisement
Laporan ke Polda Metro Jaya
Laporan itu dilayangkan perusahaan besar Arab Saudi tersebut usai mengalami kerugiaan hingga mencapai sekitar USD 62.000.000 akibat tindakan penggelapan yang dilakukan dua WNA asal India tersebut.
Laporan itu dilayangkan perusahaan besar Arab Saudi yang telah berinvestasi sejak tahun 2012 di Indonesia pada tanggal 17 Oktober tahun 2022 ke Polda Metro Jaya.
Laporan polisi itu bernomor No.LP/B/5281/X/2022/SKPT tentang dugaan tindak pidana menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan atau penggelapan dalam jabatan yang melanggar pasal 266 KUHP dan atau pasal 374 KUHP.
"Laporan polisi itu bernomor No.LP/B/5281/X/2022/SKPT tentang dugaan tindak pidana menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan atau penggelapan dalam jabatan yang melanggar pasal 266 KUHP dan atau pasal 374 KUHP," bunyi laporan itu dikutip, Minggu 16 Februari 2025.
Dua WNA asal India yakni Abdul Samad dan Samsu Hussain dilaporkan terkait perjanjian perdamaian homologasi perusahaan besar Arab Saudi itu sesuai putusan PKPU Nomor 164/PDT-SUS.PKPU/2021/PN.NIAGA.JKT.PST di PN Jakarta Pusat.
Dua WNA asal India yakni Abdul Samad dan Samsu Hussain dilaporkan lantaran membuat dan menggunakan surat palsu dalam perkara PKPU sehingga perusahaan besar Arab Saudi tersebut harus membayar tagihan sebesar Rp17 miliar.
Laporan perusahaan besar Arab Saudi tersebut ditangani oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Dua WNA asal India yakni Abdul Samad dan Samsu Hussain juga telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Meski demikian, dalam perjalananan kasus ini memunculkan dugaan adanya permainan dari Polda Metro Jaya. Hal ini lantaran dua tersangka WNA asal India dibebaskan melalui mekanisme perdamaian restorative justice di tahun 2023.
Mekanisme perdamaian restorative justice yang diputuskan oleh Polda Metro Jaya dilakukan tanpa sepengetahuan dan melibatkan pemilik dari perusahaan besar Arab Saudi. Pemilik dari perusahaan besar Arab Saudi hingga saat ini bahkan belum menerima pengembalian kerugian dari tersangka dua WNA asal India tersebut.
Ada dugaan keterlibatan salah satu petinggi partai besar di Indonesia sehingga terjadi perdamaian yang tidak melibatkan pemilik perusahaan (warga saudi), selain tidak ada pengembalian dalam bentuk apapun perkara ini juga dihentikan.
Atas dasar fakta-fakta ini pemilik perusahaan mengetahui, kemudian mengganti pengurus perusahaan dan membuat Laporan Polisi kembali di Polda Metro Jaya, namun setahun ini setelah Laporan Polisi berjalan, tidak ada perkembangan laporan Polisi tersebut ditindaklanjuti oleh Polda Metro Jaya.
Hal ini berbeda saat Laporan Polisi dikawal petinggi salah satu partai besar di Indonesia, dalam waktu kurang sebulan Polda Metro Jaya menetapkan tersangka dan menahan WNA asal India tersebut.
Ditambahkan bahwa pemilik perusahaan besar Arab Saudi tersebut mengetahui kemudian terkait hal ini pihak yang dirugikan mengajukan pengaduan ke Div Propam Polri atas Laporan Polisi yang dihentikan oleh penyidik dan dilakukan perdamaian melalui restorative justice tanpa melibatkan pemilik perusahaan sebagai korban yang dirugikan dalam laporan Polisi. Namun pengaduan tersebut juga dihentikan.
