Pengacara Ketua Komisi XI DPR Emir Moeis, Yanuar P Wasesa mengakui bahwa kliennya menerima uang 300 ribu dolar AS atau sekitar Rp 3 miliar dari warga negara Amerika Serikat Pirooz Sharafi.
"Tidak benar terima 300 ribu dolar AS dari PT Alsthom. Pak Emir menerima uang dari Pirooz Sharafi, orang Persia berkewarganegaraan Amerika Serikat," kata Yanuar di Gedung KPK Jakarta, Kamis (11/7/2013) malam.
KPK saat ini telah menahan politisi asal PDIP tersebut di rumah tahanan Jakarta Timur cabang KPK di detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur Kodam Jaya sebagai tersangka dugaan penerima suap dari PT Alsthom Indonesia terkait proyek pembangunan PLTU Tarahan Lampung 2004.
KPK menduga Emir menerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 atau pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun hingga 20 tahun dan pidana denda Rp 200 juta sampai Rp 1 miliar.
Pirooz, menurut Yanuar, adalah teman Emir saat berkuliah di Massachusetts Institute of Technology (MIT), AS. "Mereka adalah kawan lama yang pernah berbisnis konsentrat nanas kemudian mencoba merintis bisnis batubara," jelas Yanuar.
PT Anugrah Nusantara Utama tersebut, menurut Yanuar, dimiliki oleh para lulusan Universitas Indonesia, yang menjadi staf ahli Emir.
"Emir pernah ke Paris kemudian bertemu Pirooz yang kebetulan di sana, Pak Emir ke Paris karena tertarik dengan konsep ekonomi-sosialis jadi dia ke Universitas Sorbonne, kita tahu Prancis itu sosialis, itu saja," jelas Yanuar.
Yanuar mengaku bahwa Emir memang sudah sering menerima uang dari Pirooz. "Pirooz juga sering ke Indonesia," tambah Yanuar.
Namun Yanuar mengaku bahwa Emir pernah meluluskan permintaan Pirooz untuk berkenalan dengan pihak PT Alsthom. "Pernah berkenalan di DPR, tapi tidak bicara soal proyek PT Alshom, karena mereka mempresentasikan produk untuk PLTU Tarahan yang lebih murah menurut Alsthom, jadi menurut analisa Pak Emir, Pirooz menjual namanya," ungkap Yanuar.
Yanuar menjelaskan pemberian uang diberikan sebelum Emir diperkenalkan ke PT Alsthom. "Uang diberikan sebelum bertemu dengan Alsthom, ada beberapa tahap, Pirooz di Alsthom juga bukan direksi sama sekali tetapi semacam 'lobbyist," tambah Yanuar.
Ia menjelaskan bahwa Emir siap untuk membuktikan bahwa uang yang diterima Emir bulanlah suap. "Kami siap, tapi persoalannya saya cenderung skeptis," urai Yanuar.
Yanuar juga mempertanyakan apakah KPK sudah memanggil direksi Alsthom di kantor pusatnya di Prancis maupun di Amerika Serikat.
"Persoalannya mereka warga negara asing, apakah dipanggil direksi Alsthom di AS dan Prancis? Si Pirooz diperiksa atau tidak? Belum dipanggil sampai sekarang, tapi Pak Emir baru pertama kali diperiksa sejak ditetapkan sebagai tersangka tahun lalu kenapa tidak diperiksa dari dulu?," tanya Yanuar. (Ant/Yog)
"Tidak benar terima 300 ribu dolar AS dari PT Alsthom. Pak Emir menerima uang dari Pirooz Sharafi, orang Persia berkewarganegaraan Amerika Serikat," kata Yanuar di Gedung KPK Jakarta, Kamis (11/7/2013) malam.
KPK saat ini telah menahan politisi asal PDIP tersebut di rumah tahanan Jakarta Timur cabang KPK di detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur Kodam Jaya sebagai tersangka dugaan penerima suap dari PT Alsthom Indonesia terkait proyek pembangunan PLTU Tarahan Lampung 2004.
KPK menduga Emir menerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 atau pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun hingga 20 tahun dan pidana denda Rp 200 juta sampai Rp 1 miliar.
Pirooz, menurut Yanuar, adalah teman Emir saat berkuliah di Massachusetts Institute of Technology (MIT), AS. "Mereka adalah kawan lama yang pernah berbisnis konsentrat nanas kemudian mencoba merintis bisnis batubara," jelas Yanuar.
PT Anugrah Nusantara Utama tersebut, menurut Yanuar, dimiliki oleh para lulusan Universitas Indonesia, yang menjadi staf ahli Emir.
"Emir pernah ke Paris kemudian bertemu Pirooz yang kebetulan di sana, Pak Emir ke Paris karena tertarik dengan konsep ekonomi-sosialis jadi dia ke Universitas Sorbonne, kita tahu Prancis itu sosialis, itu saja," jelas Yanuar.
Yanuar mengaku bahwa Emir memang sudah sering menerima uang dari Pirooz. "Pirooz juga sering ke Indonesia," tambah Yanuar.
Namun Yanuar mengaku bahwa Emir pernah meluluskan permintaan Pirooz untuk berkenalan dengan pihak PT Alsthom. "Pernah berkenalan di DPR, tapi tidak bicara soal proyek PT Alshom, karena mereka mempresentasikan produk untuk PLTU Tarahan yang lebih murah menurut Alsthom, jadi menurut analisa Pak Emir, Pirooz menjual namanya," ungkap Yanuar.
Yanuar menjelaskan pemberian uang diberikan sebelum Emir diperkenalkan ke PT Alsthom. "Uang diberikan sebelum bertemu dengan Alsthom, ada beberapa tahap, Pirooz di Alsthom juga bukan direksi sama sekali tetapi semacam 'lobbyist," tambah Yanuar.
Ia menjelaskan bahwa Emir siap untuk membuktikan bahwa uang yang diterima Emir bulanlah suap. "Kami siap, tapi persoalannya saya cenderung skeptis," urai Yanuar.
Yanuar juga mempertanyakan apakah KPK sudah memanggil direksi Alsthom di kantor pusatnya di Prancis maupun di Amerika Serikat.
"Persoalannya mereka warga negara asing, apakah dipanggil direksi Alsthom di AS dan Prancis? Si Pirooz diperiksa atau tidak? Belum dipanggil sampai sekarang, tapi Pak Emir baru pertama kali diperiksa sejak ditetapkan sebagai tersangka tahun lalu kenapa tidak diperiksa dari dulu?," tanya Yanuar. (Ant/Yog)