Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan perang dagang tpekan lalu relatif stabil sejak saling respons antara Amerika Serikat (AS) dan China. Namun, Presiden AS Donald Trump mengancam tarif hingga 245% dari China.
Hingga kini, kedua negara juga telah mempertahankan tarif satu sama lain pada tingkat yang sangat tinggi. “Sisi baiknya dalam situasi ini adalah negara-negara lain seperti Indonesia telah diberi kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari pengalihan arus perdagangan selain penundaan tarif timbal balik selama 90 hari dan mempertahankan tarif dasar 10 persen,” demikian dikutip dari Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Senin (21/4/2025).
Baca Juga
Pekan lalu, pejabat China dan AS telah fokus untuk memulai pembicaraan dengan negara lain alih-alih meningkatkan tindakan pembalasan lebih lanjut. Presiden China Xi Jinping mulai kunjungi Asia Tenggara karena berusaha memperkuat sekutu ASEAN agar dapat mempertahankan hubungan dagang yang baik dengan China.
Advertisement
“Di sisi lain, AS sedang berunding dengan negara-negara yang salah satunya menghindari perdagangan dengan China, yang secara efektif mencoba membatasi jalur ekspor China untuk menghindari tarif yang dikenakan,” demikian seperti dikutip.
Diskusi antara AS dan Jepang telah berlangsung dan memberikan sinyal positif negosiasi tarif masih memungkinkan. “Meskipun belum ada yang diputuskan dari pembicaraan awal ini, pejabat Jepang dan AS bertujuan untuk mencapai kesepakatan sebelum jeda tarif selama 90 hari berakhir,” demikian seperti dikutip.
Di sisi lain, pasar terus memperhatikan sikap Federal Reserve (the Fed) dengan mempertimbangkan meningkatnya kekhawatiran pertumbuhan, di mana mereka mempertahankan sikap menunggu dan melihat. Mengingat mandat Fed terkait dengan pengangguran dan inflasi, the Fed ingin menilai dampak tekanan harga alih-alih bertindak secara preemptif berdasarkan kebijakan perdagangan yang mungkin atau mungkin tidak berlaku sepenuhnya.
Pasar Berharap Pemangkasan Suku Bunga
Namun, pasar mengharapkan pemotongan suku bunga akan terus berlanjut di mana survei terbaru memperkirakan sekitar 3-4 pemotongan suku bunga tahun ini. Sementara volatilitas pasar saat ini relatif mereda, ketidakpastian tetap tinggi dan pasar global mengadopsi sikap yang lebih menghindari risiko.
Di sisi lain, anggaran pemerintah terbaru untuk kuartal I 2025 menunjukkan defisit yang lebih rendah dari yang diharapkan, yaitu hanya 0,4%, yang membantu meredakan kekhawatiran akan defisit yang terus meningkat.
Penerbitan obligasi pemerintah untuk kuartal II akan lebih rendah yang akan menekan imbal hasil. Likuiditas tetap menjadi kunci dalam lingkungan saat ini, di mana kami terus merekomendasikan obligasi pemerintah jangka pendek dalam jangka pendek.
Sementara itu, valuasi ekuitas tetap berada pada level terendah secara historis (di bawah -2 deviasi standar di bawah rata-rata 10 tahun) yang tetap berada di sekitar titik terendah periode pandemi Covid19.
“Kami telah melihat contoh di masa lalu di mana ekuitas Indonesia menguat dengan cepat meskipun prospek pertumbuhannya lemah, didorong oleh perubahan peringkat dalam valuasi. Dengan demikian, kami yakin bahwa titik terendah sudah dekat dan merekomendasikan untuk memiliki eksposur ke ekuitas selain obligasi,”
Ashmore melihat saham unggulan telah mengalami diskon lebih besar. Seiring hal itu, diversifikasi di antara aset berkualitas tinggi tetap penting dalam lingkungan yang bergejolak.”Dan kami sarankan untuk mempertahankan campuran aset yang sesuai untuk jangka waktu investasi dan profil risiko setiap investor,” demikian seperti dikutip.
Advertisement
Kinerja IHSG Pekan Lalu
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak signifikan pada perdagangan 14-17 April 2025. Penguatan IHSG didorong data makro ekonomi seperti cadangan devisa Indonesia sebesar USD 157 miliar.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (18/4/2025), IHSG melonjak 2,81% ke posisi 6.483,26 dari pekan lalu di posisi 6.262,22.
Kenaikan IHSG juga diikuti kapitalisasi pasar BEI pada pekan ini. Kapitalisasi pasar BEI naik 3,98% menjadi Rp 11.120 triliun dari pekan lalu Rp Rp 10.695 triliun.
Lonjakan tertinggi terjadi pada rata-rata volume transaksi harian bursa yang naik 19,22% menjadi 22,54 miliar saham dari 18,90 miliar saham pada pekan lalu.
Analis PT MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menuturkan, IHSG menguat 2,81% di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. "Pelemahan nilai tukar rupiah tersebut dikarenakan terjadinya eskalasi perang dagang, di mana Amerika Serikat (AS) kembali memberikan tarif sebesar 245% kepada China,” ujar Herditya saat dihubungi Liputan6.com.
Ia menambahkan, terdapat rilis data cadangan devisa Indonesia sebesar USD 157 miliar dan Indeks Kepercayaan Konsumen Indonesia yang terkontraksi ke level 121.
Selain itu, selama sepekan, investor asing mencatat aksi jual saham Rp 13,68 triliun. Aksi jual selama sepekan ini lebih besar dari pekan lalu yang mencapai Rp 5,93 triliun. Dengan demikian sepanjang 2025, aksi jual saham oleh investor asing mencapai Rp 49,55 triliun.
“Beberapa hal yang menyebabkan outflow kami perkirakan karena ketidakpastian global atas adanya eskalasi perang dagang, kemudian adanya profit taking dan kemudian switching aset ke instrumen yang minim risiko,” kata dia.
