Sita Aset Yayasan Supersemar, Kejagung Bakal Ajukan PK

Kejagung akan mengajukan PK terkait Yayasan Supersemar atas kesalahan penulisan nilai nominal eksekusi denda dalam salinan putusan MA.

oleh Edward Panggabean diperbarui 19 Jul 2013, 15:01 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2013, 15:01 WIB
kejaksaan-agung130122c.jpg
Kejaksaan Agung berencana mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) terkait dengan perkara Yayasan Supersemar, menyusul belum adanya perbaikan jumlah nominal eksekusi denda sebesar Rp 3,7 triliun dalam redaksi salinan putusan Mahkamah Agung.

"Kesalahannya, MA itu seharusnya menulis Rp 3,7 triliun. Tapi di salinan putusan itu ditulis hanya Rp 3,7 juta," kata Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), ST Burhanuddin, di Kejagung, Jakarta, Jumat (19/7/2013).

Burhanuddin mengakui bila pihaknya telah selesai menginventarisasi aset-aset dari Yayasan Supersemar yang nantinya harus disita. "Kita sudah menginventarisasi asetnya kok, tapi sepertinya asetnya tidak mencapai Rp 138 miliar. Tapi kita lihat saja nanti," ujar Burhanuddin.

Perkara Nomor 2896K.Pdt/2009 tanggal 28 Oktober 2010 sejatinya sudah diputus sejak 2010. Namun, baru terungkap setelah Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (MAKI) mendatangi Kejagung dan menemui Wakil Jaksa Agung Darmono.

Dalam putusan tersebut, dinyatakan bahwa mantan Presiden Soeharto sebagai tergugat I dan Yayasan Beasiswa Supersemar sebagai tergugat II bersalah karena telah melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, Yayasan Supersemar harus membayar denda senilai Rp 3,7 triliun.

Sedangkan enam yayasan lain yang diketuai oleh Soeharto juga sedang dalam proses penelitian untuk digugat.

Keenam yayasan tersebut adalah Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora. (Ado/Ein)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya