Mantan Kepala Korlantas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo mengakui menerima dana insentif dari Jasa Raharja Rp 60 juta tiap bulannya. Uang itu diterima sebagai komisi kerjasama pengurusan administrasi STNK dan uang santunan kecelakaan.
"Kami mendapat insentif dari Jasa Raharja sebulan Rp50 juta. Dan juga ada tambahan Rp10 juta, sehingga total tambahan Rp60 juta," ujar Djoko di sela-sela persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (13/8/2013).
Djoko mengaku, yang mendapat tambahan insentif itu hanya anggota Polri yang menjabat sebagai Kasatlantas Polres. Hal itu, diakui Djoko, dilakukan sejak 2009 silam. "Itu uang insentif pejabat. Bisa digunakan pribadi atau operasional. Karena Kasatlantas ikut mengelola santunan kecelakaan dan mengurus administrasi STNK."
"Maka Jasa Raharja memberikan insentif kepada pejabat polisinya," sambung Djoko.
Kendati, Ketua Majelis Hakim Suhartoyo menyangsikan kesaksian mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri itu. Menurut Suhartoyo, dalam nota perjanjian, mestinya uang tersebut digunakan untuk keperluan operasional instansi, bukan lembaga.
"Mestinya kan tidak digunakan buat kepentingan pribadi. Insentif itu buat operasional lembaga," jelas Suhartoyo. (Ary)
"Kami mendapat insentif dari Jasa Raharja sebulan Rp50 juta. Dan juga ada tambahan Rp10 juta, sehingga total tambahan Rp60 juta," ujar Djoko di sela-sela persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (13/8/2013).
Djoko mengaku, yang mendapat tambahan insentif itu hanya anggota Polri yang menjabat sebagai Kasatlantas Polres. Hal itu, diakui Djoko, dilakukan sejak 2009 silam. "Itu uang insentif pejabat. Bisa digunakan pribadi atau operasional. Karena Kasatlantas ikut mengelola santunan kecelakaan dan mengurus administrasi STNK."
"Maka Jasa Raharja memberikan insentif kepada pejabat polisinya," sambung Djoko.
Kendati, Ketua Majelis Hakim Suhartoyo menyangsikan kesaksian mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri itu. Menurut Suhartoyo, dalam nota perjanjian, mestinya uang tersebut digunakan untuk keperluan operasional instansi, bukan lembaga.
"Mestinya kan tidak digunakan buat kepentingan pribadi. Insentif itu buat operasional lembaga," jelas Suhartoyo. (Ary)