Soal Ekstradisi Corby, Menkumham: Semua Sesuai Aturan

"Saya selalu menjadi sasaran nanti, saya tak bisa halangi hak seseorang hanya karena saya takut dikritik," ujar Menkum HAM Amir Syamsudin.

oleh Rochmanuddin diperbarui 01 Okt 2013, 12:15 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2013, 12:15 WIB
amir-130713b.jpg
Menanggapi terkait ekstradisi atau pemindahan tersangka kriminal ke negara asalnya dalam hal ini kasus terpidana hukuman 20 tahun penjara Schapelle Leigh Corby, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Amir Syamsudin menyatakan hal ini sesuai perundangan yang berlaku. Sehingga tak ada yang perlu dipermasalahkan.

"Sudah menyelesaikan kewajiban? Kan bebas bersyarat ya statusnya? Sepanjang dia sudah memenuhi seluruh aturan UU Nomor 12/1995, PP 28/2006 ya dan tidak ada pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan dia kehilangan hak-haknya untuk mendapatkan remisi dan bebas bersyarat, dia harus dapatkan," jelas Amir di Nusa Dua, Bali, Selasa (1/10/2013).

Menurut Amir, kasus perempuan yang akrab disapa Corby ini tidak begitu populer. Karena itu ia tidak bermaksud memanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Selama perundangan mengamanatkan, ia akan melaksanakan tanpa harus melihat kritik publik.  

"Saya selalu menjadi sasaran nanti, saya tidak bisa menghalangi hak seseorang hanya karena saya takut dikritik. Gak boleh itu. Karena kalau saya tidak memberi hak seseorang yang sudah diatur oleh peraturan berarti saya melanggar aturan," ujarnya.

Sejauh ini memang, kata Amir, persyaratan ekstradisi perempuan asal Australia ini belum sempurna. Karena itu pihaknya masih menunggu persyaratan tersebut sempurna. "Persyaratan belum sempurna 100 persen, kami menunggu sampai persyaratan itu. Baru di tingkat wilayah," ujarnya.

Lebih lanjut terkait adanya diplomasi antara kedua negara yakni Pemerintahan Indonesia dan Pemerintah Australia terhadap pembebasan bersyarat Corby, Amir menepis. "Saya tidak ada urusan sama diplomasi, saya tidak ada urusan sama atau mengharapkan apapun."

"Saya menjalankan aturan. Di dalam aturan itu ada hak dan kewajiban seseorang gitu. Manakala kewajiban dijalankan adalah dia menjadi kewajiban kami memberikan," sambungnya.

Begitu juga ditanya apakah ekstradisi Corby ini adanya permintaan Perdana Menteri baru Australia Tony Abbott, Amir lagi-lagi membantahnya. "Oh, nggak ada urusan," tegas Amir.

Sebelumnya, Corby adalah seorang mantan pelajar sekolah kecantikan dari Brisbane, Australia yang ditangkap membawa obat terlarang di dalam tasnya di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Indonesia pada 8 Oktober 2004.

Dalam tas Corby ditemukan 4,2 Kg ganja, namun Corby membantah barang haram tersebut miliknya. Dia mengaku tidak mengetahui adanya ganja dalam tasnya sebelum tas tersebut dibuka petugas Bea Cukai di Bali. Pernyataan ini ditentang petugas Bea Cukai yang mengatakan Corby mencoba menghalangi mereka saat akan memeriksa tasnya.

Michael Corby, bapak kandung perempuan kelahiran 10 Juli 1977 ini juga sebelumnya pernah tertangkap basah membawa ganja pada awal tahun 1970-an.

Corby ditemukan bersalah atas tuduhan yang diajukan terhadapnya dan divonis hukuman penjara selama 20 tahun pada 27 Mei 2005. Selain itu, ia juga didenda sebesar Rp 100 juta.

Pada 20 Juli 2005, Pengadilan Negeri Denpasar kembali membuka persidangan dalam tingkat banding dengan menghadirkan beberapa saksi baru. Kemudian pada 12 Oktober 2005, setelah melalui banding, hukuman Corby dikurangi 5 tahun menjadi 15 tahun.

Pada 12 Januari 2006, melalui putusan kasasi, MA memvonis Corby kembali menjadi 20 tahun penjara, dengan dasar bahwa narkotika yang diselundupkan tergolong kelas I yang berbahaya. (Rmn/Yus)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya