Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Provinsi Maluku 2013 berlangsung ricuh. Sejumlah pengunjung yang tak puas dengan keputusan majelis hakim mendadak berubah 'liar'.
Hakim Konstitusi Harjono menilai, kericuhan yang berlangsung siang kemarin telah mencederai hukum di Indonesia.
"Kalau hanya barang kursi itu bisa diganti, tapi ini mencederai negara hukum. Karena itu tanggung jawab negara hukum, bukan hanya MK tapi juga aparatur negara ini," ujar Harjono di Jakarta, Kamis(14/11/2013).
Saat ricuh terjadi, sejumlah fasilitas di ruang sidang MK dirusak. Sementara hakim pun tak luput menjadi sasaran kemarahan para massa yang tak puas itu. Beruntung, para hakim selamat.
"Kalau kena hakim, nggak sampai. Nggak ada yang terluka. Ibu Maria (Maria Farida) karena lari, lalu ditolong. Kalau luka nggak ada," kata Harjono.
Harjono tidak menyangka sidang itu akan ricuh. Namun dia tak menampik jika para pengunjung memang diperbolehkan untuk masuk ke dalam ruang sidang. Hal itu karena sifat persidangan yang terbuka.
"Ini sidangnya terbuka untuk umum. Jadi harus kita fasilitasi mereka yang datang tapi masalahnya datang etika sperti itu, kita kan tidak tahu," kata Harjono.
Harjono pun berharap, agar polisi dapat secepatnya mencari para pemicu kericuhan tersebut. "Kalau saya tidak tahu, pihak polisi yang cari, semoga ketemu, kalau kita cari dalangnya, ya kita nggak sidang. Itu urusan penegak hukum," pungkas Harjono.
Kericuhan terjadi saat majelis hakim konstitusi membacakan amar putusan yang menyatakan tidak dapat menerima secara keseluruhan permohonan PHPU. Seketika itu, sebuah mikrofon melayang ke arah meja hakim konstitusi yang berjumlah 8 orang. Beruntung tidak ada yang terluka. 8 Majelis hakim yang saat itu langsung melarikan diri ke ruang tunggu hakim segera dievakuasi oleh para satpam. (Ndy)
Hakim Konstitusi Harjono menilai, kericuhan yang berlangsung siang kemarin telah mencederai hukum di Indonesia.
"Kalau hanya barang kursi itu bisa diganti, tapi ini mencederai negara hukum. Karena itu tanggung jawab negara hukum, bukan hanya MK tapi juga aparatur negara ini," ujar Harjono di Jakarta, Kamis(14/11/2013).
Saat ricuh terjadi, sejumlah fasilitas di ruang sidang MK dirusak. Sementara hakim pun tak luput menjadi sasaran kemarahan para massa yang tak puas itu. Beruntung, para hakim selamat.
"Kalau kena hakim, nggak sampai. Nggak ada yang terluka. Ibu Maria (Maria Farida) karena lari, lalu ditolong. Kalau luka nggak ada," kata Harjono.
Harjono tidak menyangka sidang itu akan ricuh. Namun dia tak menampik jika para pengunjung memang diperbolehkan untuk masuk ke dalam ruang sidang. Hal itu karena sifat persidangan yang terbuka.
"Ini sidangnya terbuka untuk umum. Jadi harus kita fasilitasi mereka yang datang tapi masalahnya datang etika sperti itu, kita kan tidak tahu," kata Harjono.
Harjono pun berharap, agar polisi dapat secepatnya mencari para pemicu kericuhan tersebut. "Kalau saya tidak tahu, pihak polisi yang cari, semoga ketemu, kalau kita cari dalangnya, ya kita nggak sidang. Itu urusan penegak hukum," pungkas Harjono.
Kericuhan terjadi saat majelis hakim konstitusi membacakan amar putusan yang menyatakan tidak dapat menerima secara keseluruhan permohonan PHPU. Seketika itu, sebuah mikrofon melayang ke arah meja hakim konstitusi yang berjumlah 8 orang. Beruntung tidak ada yang terluka. 8 Majelis hakim yang saat itu langsung melarikan diri ke ruang tunggu hakim segera dievakuasi oleh para satpam. (Ndy)