BPJS Kesehatan, <i>SBYCare</i>, atau ...

Baru 2 hari diterapkan, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah memicu polemik.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 03 Jan 2014, 00:01 WIB
Diterbitkan 03 Jan 2014, 00:01 WIB
rajut-bpjs-140102c.jpg
Baru 2 hari diterapkan, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah memicu polemik. Pemicunya adalah pernyataan Menko Kesra Agung Laksono yang menyebut program yang diluncurkan pada 31 Desember 2013--bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)--itu dengan nama SBYCare.

Agung bahkan menyebut program ini lebih besar dari program kesehatan yang diterapkan di Amerika Serikat atau yang dikenal dengan nama ObamaCare. "Ini lebih besar dari ObamaCare. Ini SBYCare dan lebih besar," kata Agung di Pasar Johar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2014).

Pada 2014, pemerintah telah menganggarkan Rp 19,9 triliun untuk menjamin biaya kesehatan bagi 86,4 juta jiwa penduduk masyarakat yang masuk dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sekitar 35 juta PNS, anggota TNI dan Polri, serta pegawai BUMN juga telah tergabung. Sehingga saat ini ada sekitar 121,6 juta anggota JKN.

Ditargetkan, dalam 5 tahun seluruh masyarakat Indonesia yang jumlahnya 270 juta jiwa akan mendapat jaminan kesehatan. Agung optimis target itu tercapai dalam 3 tahun. Jumlah itu memang jauh lebih besar dari yang dijamin oleh ObamaCare. Sebab, ObamaCare hanya mnjamin 30 juta warga AS.

Bukan soal perbandingan yang disoal oleh sejumlah politisi di Senayan. Yang dipermasalahkan adalah penyebutan SBYCare untuk program JKN. "Tidak elok ada orang klaim itu milik seseorang, bahasanya SBYCare. Ide ini inisaitif dari DPR, bukan SBY," kata anggota Komisi IX DPR Indra saat berbincang dengan Liputan6.com.

Indra menggarisbawahi tak ada rasa care atau perhatian dari pemerintah menjelang pengesahan BPJS ini. Bahkan, pemerintah sempat ingin menunda pelaksanaan BPJS sampai 2019. "Jadi menurut saya, justru ini benar-benar klaim yang tidak berdasar," tegas dia.

Politisi PKS ini juga mengritik kuota 86,4 juta warga yang dijamin pada tahun ini. Sebab, program kesehatan itu harusnya menjamin kesehatan seluruh warga negara. Padahal, data Jamkesmas sebelumnya yang dapat tanggungan itu 96,4 juta.

Kegeraman juga dilontarkan oleh Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning. "Aku sepakat saja kalau betul-betul care, tapi dia yang anulir UU itu. Dari awal, itu produk Mega ketika Bu Ketum (PDIP) mau turun dari presiden, tepatnya itu Oktober 2004," kata Ribka.

Dia menyatakan BPJS Kesehatan belum tentu berhasil tanpa dorongan dan tekanan dari rakyat. "Mana mungkin bisa sah kalau tidak ada tekanan dari rakyat, sampai-sampai mereka ditembak gas air mata," tutur Ribka.

Penerapan JKN

Terlepas dari polemik itu, JKN telah resmi berjalan per 1 Januari 2014. Warga pun menyambut baik pelaksanaan program ini. Menurut Direktur Utama BPJS Fahmi Idris, hingga hari ke dua peserta BPJS yang daftar baru 565 orang. Sementara menurut Agung Laksono, 25 juta pedagang kaki lima yang tergabung dalam Apkali telah berkomitmen ikut BPJS Kesehatan ini.

Sementara, dari 2.300 rumah sakit di Indonesia, 1.710 di antaranya sudah mengikat perjanjian kerja sama untuk menyukseskan program JKN. "Untuk Puskesmas tercatat sudah 9.217 yang menjadi operator BPJS Kesehatan," kata Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi.

Fasilitas kesehatan ini terdiri dari 533 rumah sakit pemerintah, 919 rumah sakit swasta, 109 rumah sakit khusus dan rumah sakit jiwa, 104 rumah sakit TNI, dan 45 rumah sakit Polri.

Pemerintah terus mengimbau kepada masyarakat untuk mendaftar menjadi anggota JKN. Selain ke kantor BPJS di masing-masing daerah, masyarakat bisa mendaftar di 3 bank, yaitu BNI, Bank Mandiri, dan BRI. Kemungkinan juga bisa ditambah jika masih dibutuhkan. BPJS juga menyediakan mobil keliling untuk memberikan informasi kepada masyarakat.

Melalui JKN, pelayanan kesehatan yang di tanggung ialah pelayanan kesehatan dasar yang mengancam jiwa seseorang. Meliputi kecelakaan, pengobatan, hingga cuci darah. Begitu menjadi peserta dan membayar iuran maka warga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan secara lengkap sesuai indikasi medis.

Berapa iuran per bulannya? Bagi pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja, ada 3 pilihan besaran iuran per jiwa per bulan, yaitu Rp 25.500 untuk rawat inap kelas 3, Rp 42.500 untuk rawat inap kelas 2, dan Rp 59.500 untuk rawat inap kelas 1. Untuk rakyat tergolong tidak mampu dibayar oleh negara sebesar Rp 19.225 per bulan. Besar iuran akan dievaluasi tiap 2 tahun.

Kekurangan

Politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka mencatat masih ada 4 kekurangan pelaksanaan JKN ini. Pertama, pemerintah harus segera publish semua aturan, baik PP, Pepres, maupun Kepres, terkait BPJS Kesehatan agar bisa segera tersosialisasi dan jadi pengangan semua stakeholders untuk menjalankan Jaminan Kesehatan Sosial (pemerintah menyebutnya JKN).

Ke dua, sejak dijalankannya Sistem Jaminan Sosial Nasional berupa Jaminan Kesehatan oleh BPJS, anggaran kesehatan bagi rakyat miskin dan tidak mampu harus sepenuhnya ditanggung APBN. "Tidak boleh dibebankan sebagian pada APBD," ungkap Rieke.

Ke tiga, sesuai dengan perintah UU BPJS seharusnya PT Askes dan PT Jamsostek harus sudah diaudit sebelum tanggal 1 Januari 2014. Tapi sampai saat ini proses audit itu belum selesai.

Ke empat, Rieke menggarisbawahi adanya kejanggalan BPJS di mana terjadi penjualan aset PT Askes. "Tidak boleh ada penjualan aset kedua BUMN tersebut, sebelum audit selesai. Tidak boleh ada aset peserta yang dijual. Tapi telah terjadi indikasi dijual dadakan oleh pemerintah SBY aset PT ASKES, yaitu PT Inhealth yang didirikan dari dana peserta. Dijual pada akhir Desember 2013," tandas Rieke. (Eks/Ali)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya