Nudirman Golkar: Komersialisasi Corby Akibat Muka Dua Pemerintah

Ratu Mariyuana Schapple Leigh Corby bak kejatuhan durian runtuh. Ia ditawari uang US$3 juta untuk wawancara eksklusif.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 13 Feb 2014, 11:04 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2014, 11:04 WIB
corby-mewah-140212c.jpg
Ratu Mariyuana Schapple Leigh Corby bak kejatuhan durian runtuh, pasca-mendapatkan bebas bersyarat. Betapa tidak, wanita asal Australia itu ditawari uang US$3 juta atau sekitar Rp 32 miliar untuk wawancara eksklusif. Penawaran demikian membuat terjadinya fenomena komersialisasi Corby.

Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir menilai komersialisasi Corby akibat kebijakan pemerintah yang bermuka dua.

"(Komersialisasi Corby) itulah, kenapa kita bilang pemerintah bermuka dua dalam pemberantasan narkoba. Akhirnya Corby memanfaatkan situasi dengan mendapatkan keuntungan. Padahal bagi rakyat sendiri begitu kejam," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/2/2014).

Menurut Nudirman, pemberian remisi atau pun pembebasan bersyarat bagi napi Indonesia hanyalah cita-cita dan bayangan semata. Terlebih adanya PP 99/2012 tentang Perubahan Kedua atas PP 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP yang mengatur pemberian keringanan dianggap sebagai suatu omong kosong.

"Semua sudah diikat PP 99. Saya sudah bilang omong kosong, makna untuk rakyat kita nggak ada. Akhirnya kejadian seperti di LP Tanjung Gusta," cetus Nudirman.

Tak hanya itu, bagi politisi Golkar ini, langkah pembebasan bersyarat yang diberikan pada Corby menunjukkan seakan-akan hukum di Indonesia tak tegas. Hal itu dapat berpengaruh pada kebijakan diplomatik dengan negara lain.

"Itu merugikan rakyat Indonesia akibat kepentingan diplomatik tak jelas, mereka korbankan hukum Indonesia sehingga bisa diatur semau-maunya," tandas Nudirman.

Pasca-keluarnya Corby, banyak media asing yang saling sikut untuk mendapatkan wawancara ekslusif dengannya. Seperti dikutip dari The Australian, Senin 10 Februari 2014, beberapa media menunggu di depan penjara antara lain Commercial Networks Seven, Nine, Ten, Bauer Media, dan Majalah Pacific. Sejumlah media mengatakan, harga yang realistis untuk mendapatkan hak wawancara ekslusif Corby seharusnya sebesar US$ 1 juta atau Rp 12,17 miliar.

Menurut sejumlah sumber, kakak Corby, Mercedes Corby menjalankan lelang media. "Mercedes mengatakan dia tidak akan melakukan kesepakatan sampai setidaknya minggu pertama atau kedua (setelah Corby keluar), " kata seorang sumber yang tak disebutkan namanya.

Masuk Kas Negara

Meski demikian, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menilai, uang itu bisa masuk ke kas negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2009 Pasal 1 angka 1 huruf e. Dalam PP disebutkan, jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia meliputi penerimaan dari Jasa Tenaga Kerja Narapidana.

"Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berupa Jasa Tenaga Kerja Narapidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf e adalah sebesar nilai nominal yang tercantum dalam kontrak kerja sama," kata Hikmahanto melalui pernyataan tertulis yang diterima Liputan6.com, Rabu 12 Februari kemarin.

Menurut Hikmahanto, meski bebas bersyarat, Corby tetap berstatus narapidana. Wawancara dan foto eksklusif merupakan jasa yang diberikan oleh Corby sebagai narapidana. Dengan pemberian jasa itu, Corby menerima imbalan dari perusahaan media Australia.

"Jika merujuk pada pasal itu, penghasilan yang diterima Corby merupakan penerimaan Jasa Tenaga Kerja Narapidana. Penerimaan ini yang harus disetor ke kas negara sebagai PNBP," pungkas Hikmahanto. (Tnt/Sss)

Lihat juga:

Corby Masih Tinggal di Vila Sentosa Seminyak

Honor Corby dari Wawancara Bisa Masuk Kas Negara

[VIDEO] Perlakuan Istimewa Corby, Sekjen Granat: Bak Tamu Agung

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya