Didakwa Korupsi, Bupati Rembang Merasa Jadi Korban Konspirasi

Bupati Rembang, M Salim dalam eksepsinya mengatakan dirinya sebagai korban politisasi yang burujung penetapan sebagai tersangka korupsi.

oleh Liputan6 diperbarui 26 Feb 2014, 01:08 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2014, 01:08 WIB
bupati-rembang-140225d.jpg
Bupati Rembang M Salim merasa menjadi korban kriminalisasi dan permainan politik yang memanas di wilayahnya. Menurut dia, tuduhan korupsi yang ditimpakan kepadanya merupakan konspirasi politik di Kabupaten Rembang.

Menurut Salim, konspirasi itu diawali dari upaya DPRD Rembang mengajukan hak angket ke terkait eksistensi dan operasional PT Rembang Bangkit Sejahtera Jaya (RBSJ) sebagai BUMD. Dalam perkembangannya, terjadi mobilisasi opini publik dengan mengangkat isu dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Dengan fakta tersebut harapan kita semua tidak terjebak oleh adanya konstelasi politik yang berkembang di Kabupaten Rembang," kata Salim saat membaca eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Selasa (25/2/2014) .

Salim menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sangat tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Menurut Salim, JPU tidak paham mekanisme keuangan yang berlaku di PT. RBSJ, CV. KMP, maupun PT. AHK, sehingga menyimpulkan adanya kerugian negara sebesar Rp 4,1 miliar.

"Pada tataran operasionalnya itu tidak ada hubungannya dengan keuangan Pemda maupun an sich Bupati Rembang. Sehingga uraian itu sangat berpengaruh pada kesimpulan yang diambil hakim untuk fakta persidangan nanti," katanya.

Eksepsi kemudian dilanjutkan oleh kuasa hukum Salim secara bergantian.  Mendengar eksepsi yang dibacakan Salim, JPU akan memberikan tanggapan atas eksepsi terdakwa, pada hari Selasa, 4 Maret 2014.

Salim didakwa terlibat penyimpangan penyertaan modal PT. Rembang Bangkit Sejahtera Jaya (RBSJ) dan ditetapkan menjadi tersangka sejak tahun 2010 lalu. Terkait kerugian, BPK menemukan kerugian negara sebesar Rp 4,1 miliar berasal dari pengelolaan SPBU milik PT RBSJ.

Ia didakwa melanggar pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Don/Eks)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya