Liputan6.com, Tokyo - Nissan mengumumkan program tukar tambah baterai mobil listrik khusus bagi konsumen model Nissan Leaf di Jepang. Program tersebut akan dimulai Mei 2018 mendatang, dan konsumen dapat tukar tambah baterai mobil listriknya dengan baterai refabricated.
Dilansir Carscoops, pemilik Leaf sebelumnya harus merogoh kocek sebesar US$ 6.200 (setara Rp 85 juta) untuk mendapatkan baterai 24 kWh baru. Untuk tukar tambah dengan baterai refabricated, pemilik menyiapkan dana setengahnya, sebesar US$ 2.850 (setara Rp 39 juta).
Advertisement
Baca Juga
Dengan program tersebut, Nissan yakin dapat meningkatkan nilai jual dari mobil listrik bekas, sekaligus meningkatkan pengalaman memiliki dan mempromosikan penggunaan mobil listrik.Â
Ini bukan pertama kali Nissan memanfaatkan baterai bekas mobil listrik, sebelumnya Nissan mengumumkan akan menggunakan baterai bekas untuk menghidupkan lampu di jalanan Namie.
Selain itu, Nissan cukup ambisius dengan masa depan mobil listrik, salah satu strateginya adalah pengenalan 8 model baru mobil listrik. Di akhir 2020, Nissan menargetkan penjualan mobil listrik sebanyak 1 juta unit per tahun.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement
Tidak Hanya Jualan, Indonesia Harus Kuasai Industri Mobil Listrik
Saat ini, industri otomotif secara global tengah bergerak ke arah mobil listrik. Tidak terkecuali dengan pasar yang kini tengah berkembang pesat, yaitu Asia & Oceania termasuk Indonesia.
Melihat hal tersebut, salah satu produsen otomotif besar asal Jepang, Nissan, mengajak perwakilan pemerintah, dan pemimpin industri untuk membahas masa depan mobilitas di kawasan Asia & Oceania.
Â
BACA JUGA
Â
Menurut Harjanto, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin, penerapan mobil listrik di Indonesia tidak akan mudah. Pasalnya, tidak hanya merakit, tapi juga harus bisa menciptakan industri mobil listrik (ramah lingkungan) di Tanah Air.
"Tidak hanya cabut pasang baterai dan jalan di motor. Itu mah hanya ngerakit, bukan itu poinnya," jelas Harjanto, saat ditemui sela-sela acara bertajuk Nissan Futures ke-4 di Marina Bay Sands Expo & Convention Center, Singapura, belum lama ini.
Lanjut Harjanto, poin untuk industri mobil listrik di Tanah Air adalah, bagaimana membuat baterai mobil listrik yang efisien.
"Bikin mobil kecil lalu dipasangin, bukan itu bentuknya. Membuat motor listrik itu material. Baterai itu kan bahan baku, raw material seperti lithium, dan kita tidak punya bahan baku dan teknologinya," tambahnya.
Meskipun begitu, saat ini Indonesia memang sudah mampu membuat casing baterai, namun bahannya memang masih impor.
"Seperti handphone juga gampang bikin casing, tapi bukan itu poinnya. Jadi tidak sesimpel itu. Paling-paling kita jadi pembeli teknologi, mobil datang, build up, baterainya CKD, dirakit di indonesia. Jadi tidak seperti itu," pungkasnya.