Liputan6.com, Jakarta - Tahapan Pemilu Kepala Daerah di Surabaya, Jawa Timur sempat memanas lantaran pasangan incumbent Tri Rismaharini-Whisnu Sakti tidak mendapatkan lawan. Pilkada di wilayah itu sempat terancam tertunda pada 2017 hingga akhirnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperpanjang pencalonan, dan Risma-Wisnu mendapat saingan, yaitu pasangan Rasiyo-Dhimam Abror.
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pun berbagi cerita, bagaimana keresahan Risma lantaran pilkada di Surabaya mau ditunda hingga 2 tahun lamanya.
"Risma telepon saya menanyakan, bagaimana jika tidak ada lawan dan harus tunggu hingga 2017. Saya bilang harus taat aturan, meski aturan opo itu. Aturan itu ada 2, aturan benar dan aturan yang dibuat-buat. Aturan opo itu, karena korbankan kepentingan rakyat, hanya karena gengsi tidak bisa buat sebuah solusi," ujar Megawati di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (27/8/2015).
Presiden Ke-5 itu menyadari, peraturan yang dibuat manusia tidak bisa sempurna. Dan, jika memang ada permasalahan, seharusnya segera diperbaiki demi demokrasi berjalan di Indonesia.
"Saya katakan jika ada calon tunggal, kita buat saja aturan seperti pemilihan kepala desa. Ini bukan hanya pelaksanaan teknis, tapi wujud utamanya adalah bagaimana kita tetap di dalam ranah demokrasi sehingga yang penting adalah rakyat dapat pilih pemimpin, bukan teknisnya," lanjut Mega.
Mega mengatakan, pilkada serentak yang hanya ada calon tunggal bisa menggunakan sistem bumbung kosong seperti pemilihan kepala desa.
"Saya bilang serahkan ke rakyat. Kalau di desa itu gunakan bumbung kosong. Misalnya, Pak Hasto (Sekjen PDIP) ini maju, tinggal lihat rakyat pilih Hasto apa tidak. Kalau yang pilih bumbung lebih banyak, ya orangnya kalah. Kalau rakyat banyak pilih dia, maka orangnyalah yang menang," kata Megawati. (Mvi/Ans)