Pengamat: Isu SARA di Pilkada Hal Biasa

Semua itu, kata Sri Budi Eko, tinggal diserahkan ke publik.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 20 Okt 2016, 06:54 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2016, 06:54 WIB
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Sri Budi Eko Wardani menilai isu suku, agama, ras dan antar-golongan atau SARA sudah lazim digunakan di setiap pemilihan kepala pemerintahan atau pilkada. 

"Isu SARA itu sangat umum dan lazim di dalam semua pemilihan. SARA itu menyangkut kedekatan emosional. Itu faktor untuk melawan atau menyerang program," ucap Sri di Jakarta, Rabu 19 Okotber 2016.

Semua itu, kata dia, tinggal diserahkan ke publik. Apakah isu SARA yang akan menjadi dasar pilihan atau soal program pembangunan yang meningkatkan kesejahteraan.

"Publik kan sudah diedukasi. Apakah SARA itu relevan untuk kehidupan dia. Atau selama ini, sebagai warga negara ini dia makan SARA atau kesejahteraan, ruang untuk beraktivitas. Jadi biarkan masyarakat yang memilih-pilih," kata Sri.

Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri menyatakan, kepolisian dapat membangun mekanisme yang optimal agar politik SARA tidak terjadi. Dan ini juga harus dilakukan para elite politik.

Menurut dia, politik SARA tidak hanya berimbas dalam konteks politik, tapi juga keberagaman beragama.

"Hari ini tidak ada impact langsung. Tapi dapat mengancam keberagaman dalam beragama," kata Gufron.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya