Liputan6.com, Jakarta Calon presiden (Capres) nomor urut 1, Joko Widodo atau Jokowi menyebut akan adanya politik genderuwo yang harus dihindari. Menurut Jokowi, politik genderuwo tersebut adalah politik yang menakut-nakuti rakyat.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, Abdul Kadir Karding mengatakan, perkataan tersebut bukan untuk menyerang politikus di Indonesia.
"Jadi, pernyataan Presiden Jokowi soal politik Genderuwo itu adalah satu pernyataan simbolik yang ditujukan kepada semua orang, pemimpin, politisi yang didalam pernyataan-pernyataannya, kampanyenya selalu membangun narasi-narasi propaganda, tentang ketakutan, tentang kegalauan ditengah-tengah masyarakat," Karding menjelaskan, Jumat (9/11/2018).
Advertisement
Menurutnya, politik genderuwo yang disampaikan Jokowi menggambarkan situasi politik yang dinamis.
"Jadi rakyat sedemikian rupa dihantui oleh isu-isu palsu, isu-isu hoaks, fitnah, nyinyir, yang tujuannya adalah untuk menakut-nakuti rakyat," lanjut Karding.
Hal ini dinilainya membuat rakyat menjadi stres, galau, dan menurunkan optimisme. Dalam kata lain, rakyat menjadi semakin pesimis.
Padahal, harusnya politik menjadi suatu hal yang menyenangkan.
"Semestinya buat politik itu tenang, nyaman, bergembira, dan senang hati mendapatkan pendidikan. Itu yang disindir oleh Pak Jokowi," tandasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pentingnya Pendidikan Politik
Sementara itu, Karding mengatakan, Jokowi berharap rakyat menjadi semakin pintar dan kritis agar tidak terhanyut dalam kebohongan.
Pendidikan politik yang baik dibutuhkan oleh rakyat, dan hal itu didapat dari pemimpin yang baik.
"Sehingga rakyat kita tidak terus-menerus, dicekokin dengan hal-hal yang sepele, hal-hal yang recehan, hal-hal yang teknis, atau dalam artian tidak penting," ucapnya.
Menurutnya, keterlibatan rakyat dalam proses demokrasi penting karena Indonesia berangkat dari pronsip rakyat berdaulat. Pada hakikatnya, segala sesuatu diputuskan oleh rakyat.
"Rakyat mesti diberi pendidikan politik, mesti diberi pernyataan-pernyataan yang bisa dicerna oleh akal sehat sesuai dengan adat kebudayaan kita, dan tentu memiliki makna optimisme kedepannya," Karding mengakhiri.
Advertisement