Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan publikasi hasil hitung cepat atau quick count Pemilu 2019 baru dapat dilakukan pukul 15.00 WIB. Sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku, sanksi dijatuhkan terhadap pelanggar dengan ancaman pidana penjara maksimal 1 tahun 6 bulan dan denda paling banyak Rp 18 juta.
Putusan tersebut diketuk usai majelis hakim menolak gugatan yang diajukan sejumlah stasiun televisi dan Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI), terkait publikasi hitung cepat pemilu dalam Pasal 449 ayat (2), ayat (5), yakni pukul 15.00 WIB.
"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Majelis Hakim di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2019).
Advertisement
Pasal tersebut berbunyi, "Pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di Wilayah Indonesia Bagian Barat." Artinya, penghitungan cepat hasil Pemilu 2019 baru bisa dipublikasikan pada pukul 15.00 WIB karena pemungutan suara ditutup pada pukul 13.00 WIB.
Dengan keputusan tersebut, maka sanksi pelanggaran yang terjadi juga diatur dalam Pasal Pasal 540 ayat 2 yang berbunyi, "Pelaksanaan kegiatan perhitungan cepat yang mengumumkan prakiraan hasil perhitungan cepat sebelum 2 jam setelah selesainya pemungutan suara di rilayah Indonesia bagian barat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 449 ayat 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan denda paling banyak Rp 18.000.000."
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Alasan MK
Menurut MK, proses pemungutan suara harus dijaga hingga tuntas, khususnya di wilayah yang acuan waktunya lebih lambat. "Kemurnian suara pemilih di wilayah Waktu Indonesia Bagian Barat yang penyelenggaraan pemilu lebih lambat harus dijaga," jelas Majelis Hakim.
Sesuai pembagian wilayah di Indonesia, Waktu Indonesia Timur (WIT) lebih cepat penyelenggaraan pemilu dua jam sebelum WIB dan Waktu Indonesia Tengah (Wita) lebih cepat satu jam dibanding WIB.
"Kalau itu dilakukan (hitung cepat), beberapa wilayah di Indonesia (masih) ada yang belum selesai melakukan penghitungan suara," kata majelis hakim.
Pemohon menggugat sejumlah pasal di UU Pemilu No.7 Tahun 2017 yang melarang hitung cepat atau quick count sejak pagi hari.
Pasal melarang hal tersebut berbunyi, "Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dilakukan pada Masa Tenang," tulis bunyi Pasal 449 ayat 2.
Selain itu, juga Pasal 449 ayat 5, berbunyi "Pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat.
Menurut penggugat, Andi Syafrani, perwakilan kuasa hukum pemohon gugatan, berpendapat, di zaman dengan kecepatan informasi saat ini, di mana masyarakat mengakses melalui media sosial, seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, dan sebagainya, justru penundaan berpotensi munculnya penyebaran fake news atau berita-berita palsu.
"Karena 2 jam di waktu Indonesia barat itu sama dengan 4 jam di waktu Indonesia timur. Empat jam adalah waktu yang sangat panjang bagi munculnya berbagai informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan," kata dia lewat keterangan diterima.
Advertisement