Usulan Presiden 1 Periode, TKN: UUD Harus Diamandemen Dulu

Timses Jokowi-Ma'ruf mengatakan, jika masa jabatan presiden dan wakil presiden diubah, maka perlu dilakukan amandemen UUD 1945.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Apr 2019, 19:45 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2019, 19:45 WIB
Jokowi Ajak Megawati, SBY, dan Habibie Foto Bareng
Presiden Jokowi berfoto bersama presiden terdahulu yakni Presiden ketiga RI BJ Habibie, Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka, Kamis (17/8). (HANDOUT/INDONESIAN PRESIDENTIAL PALACE/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Politikus Partai Gerindra, Andre Rosiade berencana akan mengusulkan masa jabatan presiden dan wakil presiden cukup satu periode. Namun, waktunya akan ditambah dari lima tahun menjadi tujuh tahun. Perubahan masa jabatan kepala negara ini akan diusulkan Andre jika berhasil terpilih sebagai anggota DPR periode 2019-2024.

Menanggapi wacana ini, Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Usman Kansong mengatakan, jika masa jabatan presiden dan wakil presiden diubah, maka perlu dilakukan amandemen UUD 1945. Karena, penentuan masa jabatan kepala negara ini telah diatur dalam UUD.

"Undang-Undang Dasar kita mengatakan bahwa presiden dipilih untuk masa jabatan lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Artinya kalau ide itu mau dilakukan, harus amandemen Undang-Undang Dasar dulu," ucap Usman di Rumah Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/4/2019).

UUD yang mengatur soal masa jabatan ini telah terang dan jelas. Namun jika ada ide untuk mengubah masa jabatan tersebut, yang bersangkutan harus mengusulkan dilakukan amandemen UUD terlebih dulu.

"Sementara amandemen Undang-Undang Dasar kita juga kan lagi banyak dipersoalkan. Ini kan sudah amandemen keempat," kata dia.

"Apakah kita mau kembali lagi ke UUD yang awal atau cukup? Saya kira amandemen ada kemajuan," lanjut Usman.

Salah satu kemajuan dalam amandemen ini adalah syarat presiden RI yang menyatakan harus WNI, sementara yang lama ditulis harus WNI asli. Dia memperkirakan, jika amandemen diusulkan, banyak pihak yang akan menolak.

"Karena dengan seperti ini bagus," ujarnya.

Terkait alasan perlunya masa jabatan ini dibatasi karena memanfaatkan fasilitas negara untuk kampanye capres petahana, Usman mengatakan di negara lain seperti Amerika Serikat tak ada perdebatan soal penggunaan fasilitas negara. Justru capres petahana dipersilakan menggunakan fasilitas negara.

"Karena itu adalah insentif bagi dia setelah bekerja selama empat tahun. Tidak ada persoalan di Amerika. Di negara-negara demokrasi yang sudah maju tidak ada isu soal fasilitas negara," kata Usman.

"Karena kenapa? UU Pemilu kita rezimnya adalah membatasi incumbent. Padahal kalau di negara lain, tidak, leluasa. Artinya fair lah. Kan sulit membedakan dia sebagai capres incumbent dan sebagai presiden," lanjutnya.

Calon presiden petahana, kata Usman, tak selalu menang. Dia mencontohkan Megawati Soekarnoputri yang dikalahkan pasangan SBY-JK pada Pilpres 2004. "Jadi itu tidak menjadi faktor karena bisa saja (petahana kalah)," pungkas Usman. 

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Pernyataan Andre Rosiade

PHOTO: Momen Keakraban Presiden Jokowi, Megawati dan SBY
Presiden RI Joko Widodo (kanan), Presiden ke 3 BJ Habibie (tengah) dan Presiden ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) berbincang di Istana Merdeka pada Upacara HUT Kemerdakaan RI ke 72 di Istana Merdeka, Kamis (17/8). (Liputan6.com/via Anung Anindhito)

Politikus Partai Gerindra, Andre Rosiade berangan-angan jika terpilih menjadi anggota DPR RI, akan mengusulkan masa kerja Presiden cukup satu periode. Namun, masa kerja ini akan diperpanjang dari lima tahun menjadi tujuh tahun.

"Ini usulan pribadi saya. Kalau saya masuk DPR besok, saya akan usulkan Presiden itu cukup satu periode. Kita kasih tujuh tahun presiden itu," tutur Andre dalam diskusi Silent Killer Pemilu Serentak di D'Consulate, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (27/4/2019).

Dia mengatakan, usulan ini dicetuskannya agar Presiden dapat memaksimalkan waktunya hanya untuk bekerja dan memenuhi berbagai janji kampanye.

"Ini penting lho," kata dia.

Pada kesempatan yang sama, dia juga mengucapkan turut berduka cita atas banyaknya petugas KPPS maupun pengawas pemilu yang meninggal dunia akibat kelelahan pasca bertugas dalam Pemilu 2019.

Para petugas ini, lanjut dia, telah mengerahkan tenaganya sejak sebelum pemungutan suara. Sehari sebelum, para petugas harus memastikan logistik, tenda dan persiapan lainnya sampai tengah malam.

"Lalu tanggal 17 April itu setelah salat subuh mereka sudah ada di TPS. Dan proses penghitungan suara ini selesai besoknya (18 April)," jelasnya.

"Ini yang menyebabkan banyak jatuh korban karena para petugas mendapat kelelahan luar biasa dan ini jadi evaluasi bagi kita bersama," sambung dia.

 

Reporter: Hari Ariyanti

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya