Liputan6.com, Jakarta - Calon Wakil Presiden 02 Sandiaga Uno mengatakan, pemungutan suara Pemilu 2019 yang digelar pada 17 April meninggalkan beberapa catatan yang memprihatinkan. Bagi dia, Pemilu 2019 sarat akan manipulasi dan kecurangan.
Catatan pertama yang menurutnya memprihatinkan adalah banyaknya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal.
"Catatan yang cukup memprihatinkan dalam Pemilu 2019, pertama lebih dari 600 petugas penyelenggara pemilu wafat. Lebih dari 3000 orang lainnya dirawat," ujar Sandi saat mengisi sambutan dalam acara dengan tajuk Mengungkap Fakta-fakta kecurangan Pilpres 2019, yang digelar di Grand Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa 14 Mei 2019.
Advertisement
Dia pun meminta supaya para peserta yang datang dalam acara itu untuk mendoakan para korban yang meninggal supaya khusnul khatimah atau meninggal dalam keadaan baik menurut ajaran Islam. "Semoga yang sakit segera disembuhkan dan korban jiwa tidak terus bertambah," harap Sandiaga.
Sandi sempat mengisahkan salah satu korban yang meninggal dalam pemilu. Ia adalah Umar Hadi, Wakil Ketua KPPS di Kecamatan Kebon Jeruk, Sukabumi Selatan, yang merupakan ayahanda dari peserta acara itu, Evi.
"Kami bersama Pak Prabowo ingin menyampaikan belasungkawa yabg sangat mendalam. Kebahagiaan Ibu Evi untuk menyambut hari raya Idul Fitri 1440 Hijrah ini bersama Bapak Umar Hadi tidak bisa terlaksana. Insyaallah Bapak Umar Hadi Khusnul Khatimah," kata Sandi yang juga diikuti ucapan amin oleh para simpatisannya.
Catatan selanjutnya, kata dia adalah politik uang. Menurut Cawapres 02 itu, pemilu kali ini adalah puncak gunung es politik uang yang menciderai demokrasi di Indonesia.
"Salah satu hal penting Tim Kampanye Nasional (TKN) Pasangan 01 tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK. Dengan barang bukti ratusan amplop berisi uang. Diketahui amplop itu akan digunakan dalam serangan fajar. Dalam persidangan terungkap penyiapan amplop itu melibatkan pejabat tinggi BUMN dan pejabat tinggi pemerintahan," kata Sandi.
Namun begitu, Sandi mengakui bahwa untuk mencari bukti praktik politik uang tersebut bukanlah perkara yang mudah.
"Tapi marilah kita jujur mengakui bahwa praktik-praktik kotor ini memang terjadi, betul?" kata Sandiaga yang meminta persamaan persepsi dengan para simpatisannya, dan diikuti dengan teriakan "betul" oleh para simpatisan.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini
Diskriminasi dan Perhitungan Suara
Catatan selanjutnya, menurut Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu adalah prihal diskriminasi yang dialaminya semasa kampanye lalu. Ia mengaku kerap dipersulit kala mengurus perizinan tempat untuk melakukan kampanye.
"Saya merasakan sendiri memperoleh perlakuan yang tidak adil, sulitnya perizinan, tempat yang berpindah-pindah, pemerintahan daerah memberikan tempat di lapangan terbuka yang sulit dijangkau," aku Sandiaga.
Selain itu, ia juga merasa tidak ada keseriusan dari pihak terkait ihwal berbagai keluhan yang telah pihaknya sampaikan.
"Betapa banyak kejanggalan dan ketidakadilan yang kita alami, yang tidak ditangani dengan baik oleh penyelenggara pemilu maupun pihak-pihak yang berwajib. DPT bermasalah, tidak ada solusi tuntas; penggunaan kota suara berbahan dasar kertas yang sekarang terbukti mudah dijebol, ada enam setengah juta orang tidak memperoleh undangan sebagai pemilih, keterlambatan serta kekurangan logistik, hingga pengusiran dan intimidasi saksi-saksi dari pasangan 02 di daerah-daerah tertentu," kata Sandi.
Sandiaga menilai, karena hal itu, perolehan suara untuk pihaknya di daerah-daerah tertentu tidak ada sama sekali alias nol.
Sandi menyampaikan, catatan buruk selanjutnya ialah dilumpuhkannya instrumen kontrol demokrasi, yakni media. Ia mengapresiasi media yang mendapatkan tekanan karena memberitakan berbagai kecuarangan dalam Pemilu 2019.
"Kita menyaksikan upaya sistematis melemahkan posisi betul? Penangkapan aktivis, kriminalisasi ulama," ujar Sandi.
Terakhir, dia merasa ironis melihat berbagai kesalahan dalam sistem perhitungan (situng) hasil pemilu. Terlebih lagi berbagai seruan yang dilayangkan oleh pihaknya demi mengoreksi sistem tersebut selama ini tidak ditanggapi dengan tindakan yang konkret.
"Lebih ironis lagi sistem (situng) itu tetap dipergunakan dan ditayangkan dengan alasan ini bukan sistem yang akan digunakan untuk menentukan hasil akhir," kata Sandiaga.
Advertisement