Gerakan Coblos 3 Paslon Dinilai sebagai Ekspresi Politik, Tidak Boleh Dikriminalisasi

Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, mengatakan gerakan golput, baik yang mengajak abstain atau mencoblos tiga pasangan calon, tidak boleh dikriminalisasi.

oleh Aries Setiawan diperbarui 17 Sep 2024, 01:10 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2024, 01:10 WIB
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini (Merdeka)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, mengatakan gerakan golput, baik yang mengajak abstain atau mencoblos tiga pasangan calon (paslon), tidak boleh dikriminalisasi.

Pengajar Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu menilai memilih atau tidak memilih dalam pemilu merupakan kehendak bebas dari setiap warga negara, sepanjang itu dilandasi oleh kesadaran dan pemahaman penuh.

"Dari sisi hukum pemilunya, gerakan golput itu, baik yang mengajak abstain atau mencoblos semua calon, adalah ekspresi politik yang tidak boleh dikriminalisasi," kata Titi dilansir Antara, Senin (16/9/2024).

"Pemidanaan gerakan golput hanya bisa dilakukan apabila disertai politik uang atau dengan menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih," ujar Titi.

Menurut Titi, gerakan golput dan coblos 3 paslon memang menjadi tantangan partai politik, pasangan calon, dan penyelenggara pemilu. Oleh karena itu, gerakan ini harus direspons secara substantif melalui diskursus gagasan dan program secara kritis.

Selain itu, kata Titi, perlu juga dipastikan bahwa pemilihan kepala daerah bukan hanya agenda periodik, tetapi juga penyelenggaraannya harus berdasarkan asas prinsip pemilu yang bebas dan adil. Bukan pemilu akal-akalan yang justru membuat rakyat semakin apatis.

"Jadi, alih-alih mengancam pemidanaan pada gerakan-gerakan kritis warga, lebih baik kita semua bekerja keras menghadirkan narasi yang betul-betul berorientasi pada politik gagasan dan program, serta meyakinkan publik bahwa memang ini bukan pilkada akal-akalan," ucap Titi.

Di sisi lain, Titi mengapresiasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XXII/2024 yang membolehkan kampanye di perguruan tinggi. Menurut dia, KPU bisa menggandeng kampus untuk mengoptimalisasi debat publik antar pasangan calon kepala daerah.

Putusan tersebut, menurut Titi, semestinya menjadi instrumen untuk memperkuat politik gagasan dan menghadirkan dialektika yang lebih substansial dalam Pilkada 2024.

"Sehingga kita tidak terjebak pada pemaksaan-pemaksaan warga untuk menggunakan hak pilih, sementara warganya sendiri tidak teryakinkan bahwa ini adalah pilkada yang betul-betul genuine (asli), autentik, bebas, dan adil. Ini refleksi buat kita semua," ujar Titi.

Gerakan Anak Abah Tusuk 3 Paslon di Pilkada Jakarta

Pilkada-DKI-2017
Ilustrasi pencoblosan di bilik suara. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Seperti diketahui, gerakan tusuk tiga pasangan calon (paslon) di Pilkada Jakarta belakangan ramai disuarakan di media sosial. Gerakan itu disebut datang dari pihak yang mengatasnamakan 'Anak Abah'.

Sebagaimana diketahui 'Anak Abah' merupakan panggilan bagi pendukung mantan gubernur DKI Anies Baswedan. 

Gerakan Anak Abah Tusuk 3 Paslon tersebut dianggap sebagai bentuk kekecewaan pendukung lantaran Anies Baswedan tidak diusung parpol dalam Pilkada Jakarta 2024. 

Gerakan coblos 3 paslon di Pilkada Jakarta pun disebut-sebut sebagai bentuk pengawalan dari masyarakat yang tidak setuju dengan dinamika politik dalam pilkada saat ini. Sebab, apabila mereka memutuskan golput, kertas suara hak yang tidak terpakai berpotensi akan disalahgunakan.

Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan, sebagai bentuk kemarahan dianggap wajar. Namun, itu tentu tak beralasan.

"Sebagai sebuah gerakan politik, sebagai bentuk kemarahan, enggak ada persoalan. Cuma ini kemarahan yang tidak beralasan, kekecewaan yang tidak beralasan," kata dia, Kamis (12/9/2024).

Menurut Adi, jika memang gerakan tersebut sampai di masa pencoblosan Pilkada Jakarta 2024, hal ini  akan berpengaruh terhadap legitimasi pemenang pilkada. Karena itu, dia berharap ekspresi kemarahan dan kekecewaan itu tidak terus berlanjut.

"Semoga saja gerakan coblos tiga paslon itu hanya sebatas emosi sesaat dan tidak banyak yang melakukan," jelas Adi.

 

Gerakan Tusuk 3 Paslon, Anies: Itu Ungkapan Rasa Atas Kondisi yang Terjadi Sekarang

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. (YouTube Liputan6)
Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. (YouTube Liputan6)

Mantan Gubernur Anies Baswedan merespons adanya gerakan 'Anak Abah Tusuk 3 Paslon' di tengah persaingan tiga bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta.

Anies Baswedan menilai gerakan yang muncul di media sosial itu merupakan hak konstitusi warga Indonesia yang perlu dihargai.

"Sebenarnya semua adalah hak konstitusi, jadi kita hormati, kita hargai setiap pilihan," kata Anies dikutip dari YouTube Liputan6, Selasa (10/9/2024).

Menurut Anies, gerakan Anak Abah Tusuk 3 Paslon muncul sebagai respons atas kondisi yang terjadi saat ini, khususnya menjelang Pilkada Jakarta 2024.

"Ini semua adalah ungkapan rasa, pikiran, atas kondisi sekarang yang terjadi, jadi kita hormati itu, kita hargai sebagai bagian dari kebebasan berekspresi," ucap Anies.

 

Infografis Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme ke KPK. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Jokowi dan Keluarga Dilaporkan Kolusi-Nepotisme ke KPK. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya