Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPD Gerinda Jakarta M Taufik mengaku tidak mempermasalahkan bila Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta memberi tanda pada surat suara untuk calon legislatif (caleg) mantan napi korupsi.
"Selama ada aturannya di UU Pemilu silakan," kata Taufik di kantor DPRD DKI Jakarta, Selasa (18/9/2019).
Namun bila tidak ada aturannya, Taufik meminta KPU tidak melanggarnya. Sehingga tidak terkesan seringkali melanggar aturan terhadap mantan napi korupsi.
Advertisement
"Kalau nggak ada aturannya iya enggak boleh dong, melanggar lagi dia. Doyan amat melanggar aturan," ucapnya.
Sementara itu, dia telah mengumumkan kepada masyarakat merupakan mantan napi korupsi. Taufik juga meyakini tetap mendapatkan suara tinggi di Pilpres 2019.
"Insyaallah kepilih juga kalau saya ikut. Tahun lalu juga kepilih, malah dapat 15 kursi," jelasnya.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tak Sepakat Penandaan
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tak sepakat dengan wacana pemberian tanda di surat suara bagi caleg yang merupakan mantan napi korupsi. Penandaan ini dinilai diskriminatif.
"Kalau itu kami tidak setuju. Karena dengan kertas suara itu tidak boleh ada perbedaan antara caleg satu dengan yang lain. Diskriminatif. Tidak boleh ada," jelas Ketua DPP PKB, Lukman Edy di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Senin 17 September 2018.
Penandaan itu menurutnya justru akan berpotensi membuat masyarakat akan mencoblos yang bersangkutan jika tak disertai sosialisasi yang masif oleh KPU terkait caleg eks koruptor ini. Karena itulah ia menyarankan agar KPU melakukan sosialisasi masif terkait hal ini.
"Misalnya distabilo merah orang ini, mantan napi koruptor. Apakah sosialisasinya sampai nanti di TPS bahwa yang stabilo merah ini mantan napi? Jangan-jangan nanti kalau masyarakat buka (surat suara), lho ini kayaknya ada tanda khusus, itu malah yang dicoblos," jelasnya.
Lukman meminta KPU agar mensosialisasikannya melalui media. Ini juga diperbolehkan MK. Media yang bisa dimanfaatkan beragam mulai dari media elektronik, cetak, maupun media luar ruang seperti baliho dan lainnya.
"Saran saya, dari awal saya menyarankan bahwa yang diperbolehkan oleh MK soal napi-napi ini mengumumkan di media. Silakan KPU umumkan di media. Bisa media elektronik, cetak atau media outdoor langsung. Itu tidak menyalahi ketentuan. Kalau mau progresif, umumkan saja di TPS itu caleg mantan napi. Itu diperbolehkan ada dasar hukumnya di keputusan MK. Kalau menandai (surat suara) enggak ada itu, berbahaya nanti," terangnya.
Mengenai putusan MA yang memperbolehkan mantan napi menjadi caleg, Lukman mengatakan partainya telah memprediksi sejak awal MA akan mengeluarkan putusan tersebut. Alasannya, aspek hukum PKPU yang melarang mantan napi menjadi caleg lemah.
Advertisement