PKB Nilai Penandaan Caleg Eks Koruptor di Surat Suara Diskriminatif

PKB menilai penandaan itu justru akan berpotensi membuat masyarakat akan mencoblos yang bersangkutan.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Sep 2018, 20:33 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2018, 20:33 WIB
Lukman Edy
Ketua DPP PKB, Lukman Edy. (Merdeka.com/Hari Ariyanti)

Liputan6.com, Jakarta Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tak sepakat dengan wacana pemberian tanda di surat suara bagi caleg yang merupakan mantan napi korupsi. Penandaan ini dinilai diskriminatif.

"Kalau itu kami tidak setuju. Karena dengan kertas suara itu tidak boleh ada perbedaan antara caleg satu dengan yang lain. Diskriminatif. Tidak boleh ada," jelas Ketua DPP PKB, Lukman Edy di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (17/9).

Penandaan itu menurutnya justru akan berpotensi membuat masyarakat akan mencoblos yang bersangkutan jika tak disertai sosialisasi yang masif oleh KPU terkait caleg eks koruptor ini. Karena itulah ia menyarankan agar KPU melakukan sosialisasi masif terkait hal ini.

"Misalnya distabilo merah orang ini, mantan napi koruptor. Apakah sosialisasinya sampai nanti di TPS bahwa yang stabilo merah ini mantan napi? Jangan-jangan nanti kalau masyarakat buka (surat suara), lho ini kayaknya ada tanda khusus, itu malah yang dicoblos," jelasnya.

Lukman meminta KPU agar mensosialisasikannya melalui media. Ini juga diperbolehkan MK. Media yang bisa dimanfaatkan beragam mulai dari media elektronik, cetak, maupun media luar ruang seperti baliho dan lainnya.

"Saran saya, dari awal saya menyarankan bahwa yang diperbolehkan oleh MK soal napi-napi ini mengumumkan di media. Silakan KPU umumkan di media. Bisa media elektronik, cetak atau media outdoor langsung. Itu tidak menyalahi ketentuan. Kalau mau progresif, umumkan saja di TPS itu caleg mantan napi. Itu diperbolehkan ada dasar hukumnya di keputusan MK. Kalau menandai (surat suara) enggak ada itu, berbahaya nanti," terangnya.

Mengenai putusan MA yang memperbolehkan mantan napi menjadi caleg, Lukman mengatakan partainya telah memprediksi sejak awal MA akan mengeluarkan putusan tersebut. Alasannya, aspek hukum PKPU yang melarang mantan napi menjadi caleg lemah.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 

Coret Celeg Eks Koruptor

Lukman Edy
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy menyatakan rekapitulasi hasil penghitungan suara dalam Pilkada harus dilakukan di hari yang sama

Secara substansi, orang yang telah menjalani hukuman dapat dikatakan bersih dan tak boleh lagi diberikan sanksi.

"Kami juga mengikuti perkembangan pendapat di rapat-rapat di Komisi II sehingga kami meyakini keputusan akhirnya seperti itu," lanjutnya.

Namun saat PKPU itu keluar, PKB langsung merespons dengan mencoret caleg yang pernah tersangkut kasus korupsi. Caleg tersebut kemudian diganti dengan orang lain yang tak memiliki catatan hukum di masa lalu.

"Semua caleg-caleg yang bermasalah di PKB yang tersangkut persoalan mantan napi koruptor kami coret dari caleg dan kami ganti dengan caleg yang lebih baik, yang tidak ada catatan-catatan mantan napi koruptor itu," jelasnya.

Pencoretan ini dilakukan sejak dikeluarkannya daftar caleg sementara oleh KPU. Totalnya ada enam caleg yang dicoret.

"Kami lebih bagus mencari caleg-caleg lain yang jauh lebih banyak, lebih bersih, daripada memaksa memasukkan mantan napi korupsi," ujarnya.

"Kami ketika DPS itu menarik enam orang. KPU yang memberitahu. Enam orang ini di Surabaya, di Aceh, ada di Medan, ya sudah kami coret," lanjutnya.

Caleg yang dicoret ini pun sempat komplain. Tapi pihaknya menegaskan bahwa sikap partai jelas mengikuti etika politik.

 

Reporter: Hari Ariyanti

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya