Liputan6.com, Jakarta - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) berhasil lolos untuk mengikuti Pemilu 2019 mendatang. PSI yang termasuk partai baru ini, memiliki kader dan calon legislatif (caleg) yang juga berasal dari generasi muda.
Tak tanggung-tanggung, PSI pun ingin bisa memenangkan Pemilu 2019 dan duduk di kursi DPR RI. Partai pimpinan Grace Natalie ini ingin membuat gebrakan-gebrakan baru jika berhasil duduk di Parlemen.
"Kami menganggap fasilitas yang sudah berlebihan itu justru membunuh kinerja mereka. Sehingga kami yang kita sebut grup bersih-bersih DPR ini sepakat untuk memangkas banyak sekali fasilitas yang sudah dimiliki oleh anggota DPR, skema gaji, dan lain-lain. Kita mau kesana (DPR) tapi kita mau mengurangi fasilitas kita," ujar salah satu caleg PSI Dedek Prayudi saat berbincang dengan Liputan6.com di Kantor KLY Gondangdia, Jakarta Pusat, Selasa (9/10/2018).
Advertisement
Fasilitas-fasilitas yang berlebihan, dijelaskan Dedek adalah berkaitan dengan kunjungan kerja, reses, studi banding, dan lain-lain. Para anggota DPR ini, kata dia, selain mendapatkan fasilitas, juga mendapatkan uang yang dirancangnya sendiri.
"Fasilitas-fasilitas waktu yang diberikan oleh mereka itu juga diiringi oleh fasilitas uang, nah fasilitas uang ini sifatnya langsat sehingga begitu menggoda untuk tidak diambil. Itu (uang) halal karena itu mereka sendiri yang merancang aturan-aturan tersebut," ucapnya.
Tetapi faktanya, menurut Dedek, ketika dirinya ke blusukan ke daerah pemilihannya (dapil), masyarakat sekitar mengaku tidak pernah ada anggota dewan yang datang ke daerah tersebut.
"Dan faktanya, ketika kita melihat hasil-hasil survei nasional, termasuk di dapil, saat saya di dapil, mereka (masyarakat) pada bilang enggak kenal. Kita lihat survei nasional, 95 persen orang Indonesia itu merasa tidak pernah dikunjungi atau tidak pernah ada ajakan untuk tatap muka dengan wakil mereka di DPR RI. Sedangkan, uang yang mereka terima untuk reses itu per satu tahun itu 1 miliar lebih per 1 orang anggota DPR RI," papar dia.
Artinya, lanjut Dedek, dengan waktu dan uang yang sudah disediakan tersebut, para anggota dewan tidak benar-benar menemui warga masyarakat di dapilnya. Sehingga, kata dia, PSI ingin memangkas fasilitas-fasilitas itu.
"Maka saya pernah ngobrol juga dengan anggota DPR RI, banyak dari mereka yang mengorbankan jobnya karena mungkin mereka artis, ketika reses mereka ambil job atau ketika reses mereka liburan," pungkas Dedek.
Â
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:Â
Ingin Ganggu DPR
Senada dengan Dedek, salah seorang caleg PSI yang juga seorang aktivis Mikhail Gorbachev Dom atau Gorba juga mengaku partainya ingin 'mengganggu' kenyamanan anggota dewan selama ini.
"Fasilitas-fasilitas itu didapat sejak tahun 1990, kita mau masuk ke sana, kita ganggu, kita ganggu fasilitas-fasilitas itu," tuturnya.
Ia juga kemudian membeberkan jika PSI menjadi partai yang tanpa ada caleg mantan atau eks narapidana (eks napi) koruptor di dalamnya. Yang pada akhirnya, kata Gorba, partai-partai besar lain mau tidak mau mengikuti.
"Jadi kita mau teman-teman kita ini melaporkan apa yang kita lakukan setiap hari, itu laporan publik. Dan bener-bener publik ini yang dukung kami. Inilah cara anak muda menghancurkan sistem yang sudah stabil di atasnya. Dengan cara inilah, saya yang aktivis bisa masuk ke partai ini," jelas Gorba.
Begitu pula Rian Ernet. Caleg PSI ini juga berjanji jika berhasil duduk di kursi legislatif, dirinya akan selalu melaporkan apapun yang dilakukannya kepada masyarakat.
"Misalnya saya diundang kunjungan kerja ke negara lain, saya harus bikin semacam checklist-nya, sesuai enggak sama jobdesk saya di komisi, terus penting enggak," terang dia.
Tak hanya itu, Rian juga akan membuat laporan video dan video conference sehingga kegiatan yang dilakukan bisa terus dilaporkan kepada masyarakat luas. "Kita report apa yang kita lakukan, sama siapa kita ketemu," ucapnya.
Dan yang terpenting, kata Rian, dia tak akan ragu mengembalikan jika ada uang sisa dari anggaran kunjungan kerjanya kepada pemerintah. Karena menurutnya selama ini belum pernah ada.
"Yang paling penting gini, kita dikasih duit misalnya Rp 100 juta untuk kunjungan Kolumbia misalnya soal penanggulangan narkoba, misalnya saya hanya pakai Rp 50 juta, sisanya 50 juta saya balikin ke negara. Itu menteri keuangan bisa menerima. Cuma saat ini belum ada yang melakukan aja," jelas Rian.
Dengan begitu, lanjut Rian, PSI akan membuat standar baru tanpa mengubah standar yang sudah ada. Sehingga nantinya, kata dia, masyarakat sendiri yang akan meminta kepada para anggota DPR RI untuk membuat laporan kerjanya.
Advertisement