Liputan6.com, Jakarta - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) siap tak digaji jika lolos di DPR. Namun, dengan catatan bila kinerja partainya terbukti buruk di parlemen.
Hal ini terkait wacana yang dilontarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai anggota DPR jangan digaji jika tidak menyelesaikan undang-undang.
Baca Juga
"Jika diberi amanat sebagai wakil rakyat kelak, sebagai wujud konsistensi, kami juga bersedia tidak digaji jika terbukti berkinerja buruk," ucap Ketua DPP PSI Tsamara Amany dalam keterangannya, Jumat (7/12/2018).
Advertisement
Dia menegaskan, sudah seharusnya pemberian gaji pada anggota DPR disandarkan pada prinsip meritokrasi, yaitu setiap anggota berhak diberi gaji bila kinerja mereka memuaskan.
"Kami (PSI) mendukung sepenuhnya wacana ini, mengingat kinerja DPR selama ini sangat buruk. Sama seperti kebanyakan orang yang bekerja untuk memperoleh gaji," ungkap Tsamara.
Dia menuturkan, Anggota DPR harus bisa memperbaiki dan memaksimalkan tugas legislasinya. Karena dianggapnya, harus ada penghentian praktik penghamburan uang.
"Praktik penghamburan uang rakyat dalam bentuk menggaji anggota dewan yang bahkan tidak mampu menyelesaikan UU yang menjadi tugas pokok harus segera dihentikan. Masak kita terus-menerus diwakili anggota DPR semacam itu," pungkas Ketua DPP PSI itu.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pernyataan KPK
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyinggung soal integritas anggota DPR dalam menyelesaikan rancangan undang-undang (RUU). Menurut dia, anggota DPR yang malas membahas serta mengesahkan RUU tidak perlu digaji.
"Wakil rakyat, perform di DPR, integritas itu being honest. Jadi, kalau ada undang-undang di DPR itu honest enggak, sih? Orang yang enggak berintegritas enggak bisa digaji. Jadi, kalau (anggota) DPR enggak selesai-selesai bahas UU, jangan digaji Pak Ketua (DPR)," kata Saut di Hotel Bidakara Jakarta Selatan, Selasa, 4 Desember 2018.
Ketua DPR Bambang Soesatyo pun mengaku setuju dengan usul tersebut. Namun, kata dia, aturan tersebut juga harus berlaku untuk pemerintah. Sebab, pemerintah juga terlibat dalam pembahasan UU.
"Saya setuju omongan Pak Saut yang bilang kalau ada anggota DPR yang enggak mau ngerjainUU enggak usah digaji. Tapi, masalahnya hambatan datang dari pemerintah, karena konstitusi kita menulis, melahirkan UU, DPR bersama pemerintah," jelas Bamsoet di lokasi yang sama.
Politikus Golkar itu menyebut bahwa ada beberapa UU yang belum diselesaikan hingga saat ini. Salah satunya RUU tentang larangan miniman berakohol dan RUU Tembakau. Bahkan, Bamsoet menyebut RUU itu sudah memasuki 16 kali masa sidang, tapi belum diketok palu.
"Sekarang yang udah 16 kalu masa sidang, (RUU) larangan minuman berakohol dan UU Tembakau. Dan saya lihat daftar absen pemerintah gak pernah datang, datang saja masalah riset gapernah dibuat. Kebetulan itu datang dari DPR," ucap dia.
"Jadi sebenarnya gampang, kalau pemerintahnya setuju, kita juga setuju kebijakan tadi. Setuju kalau pemerintahnya juga enggak digaji," sambung Bamsoet.
Advertisement