Liputan6.com, Jakarta Enam hari lagi atau tepatnya 31 Agustus 2016 merupakan tanggal jatuh tempo pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan yang berlaku bagi seluruh Wajib Pajak.
Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki tanah dan bangunan/properti pun diwajibkan untuk membayar PBB.
Dasar Penghitungan PBB telah diatur dalam Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. PP No.25 Tahun 2002. Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak atau NJKP, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya.
Advertisement
NJKP ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100%. Besaran persentase NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
Sementara tarif pajak seperti yang tertuang dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994, adalah sebesar 0,5 %. Dan di dalam Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. Pasal 2 (3) KMK-523/KMK.04/1998 diatur tentang dasar pengenaan PBB.
Dalam hal ini yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Bagi WP (Wajib Pajak) yang baru pertama kali terkena PBB, berikut Rumah.com contohkan simulasi perhitungan yang berlaku hingga saat ini.
Contoh: Sebuah rumah dengan bangunan 100 M2 berdiri di atas lahan 200 M2. Misalnya, berdasarkan NJOP (nilai jual obyek pajak) harga tanah Rp700.000 per M2 dan nilai bangunan Rp600.000 per M2. Berapa besaran PBB yang harus dibayar oleh pemilik rumah tersebut?
* Harga tanah : 200 M2 x Rp700.000 = Rp140.000.000
* Harga Bangunan : 100 M2 x Rp600.000 = Rp60.000.000 +
* NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp200.000.000
* NJOP Tidak Kena Pajak = Rp12.000.000
* NJOP untuk penghitungan PBB = Rp188.000.000
NJKP (Nilai Jual Kena Pajak): 20% x Rp188.000.000
= Rp37.600.000
Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang :
0,5% x Rp37.600.000 = Rp188.000
* Faktor Pengurangan / Stimulus = Rp15.000 –
PBB YANG HARUS DIBAYARKAN = Rp173.000
Denda keterlambatan
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pada bulan Mei lalu telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 78/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan.
Dalam peraturan itu disebutkan bahwa PBB yang tidak atau kurang dibayar akan dikenakan denda administrasi sebesar dua persen per bulan dari PBB yang tidak atau kurang dibayarkan.
“Surat Tagihan Pajak (STP) PBB memuat PBB atau yang tidak atau kurang dibayar ditambah dengan denda administrasi sebesar 2 persen per bulan dari PBB yang tidak atau kurang dibayar,” bunyi Pasal 3 ayat (1) peraturan itu, sebagaimana dilansir laman resmi setkab.go.id.
Denda administrasi, menurut peraturan itu, dihitung dari saat jatuh tempo sampai tanggal pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dari bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pada bulan Mei lalu telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 78/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan.
Dalam peraturan itu disebutkan bahwa PBB yang tidak atau kurang dibayar akan dikenakan denda administrasi sebesar dua persen per bulan dari PBB yang tidak atau kurang dibayarkan.
“Surat Tagihan Pajak (STP) PBB memuat PBB atau yang tidak atau kurang dibayar ditambah dengan denda administrasi sebesar 2 persen per bulan dari PBB yang tidak atau kurang dibayar,” bunyi Pasal 3 ayat (1) peraturan itu, sebagaimana dilansir laman resmi setkab.go.id.
Denda administrasi, menurut peraturan itu, dihitung dari saat jatuh tempo sampai tanggal pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dari bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
Advertisement