Liputan6.com, Jakarta Sebentar lagi Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI Jakarta akan segera dilaksanakan. Meski acaranya akan digelar pada 2017 nanti, berita seputar calon gubernur yang akan maju pada Pilkada tersebut makin santer saja terdengar.
Pemilukada DKI JAkarta menjadi bahan perbincangan masyarakat luas, bahkan di antara masyarakat yang bukan warga DKI Jakarta, yang jelas-jelas tak punya hak pilih.
Sampai tulisan ini dibuat (2/11/2016), proses Pemilukada DKI Jakarta baru memasuki babak awal menuju proses kampanye. Terlepas dari siapa yang akan terpilih menjadi gubernurnya, Jakarta memang harus dibenahi secara sungguh-sungguh. Khususnya, dalam hal penataan ruang serta fungsi daerah yang ramah lingkungan.
Advertisement
Yu Sing, Arsitek Studio Akanoma memiliki sudut pandang yang menarik dalam melihat tatanan ruang Jakarta, terutama dalam upaya normalisasi kampung. Menurut Yu Sing, cikal bakal Jakarta saat ini sebenarnya berawal dari tatanan kehidupan kampung yang bersahaja, ramah lingkungan, dan memiliki pola komunikasi yang baik.
Baca Juga
“Kampung tidak hanya sekedar hunian, tetapi juga sebagai tempat kehidupan, yang menyediakan lahan pekerjaan, pendidikan dengan jenjang yang beragam, dan terdapat unit-unit produksi”
“Kehadiran kampung justru bisa memberikan pelajaran pola hemat lingkungan dan tentunya memberikan manfaat besar terhadap kota, terutama dalam hal mengurangi beban polusi,” ujar Yu Sing seperti dilansir dari laman Rumah.com, Rabu (2/11/2016).
Ia juga menyesali soal proses membenahi perkampungan di Jakarta yang menurutnya masih belum manusiawi. Menurutnya kampung-kampung di Jakarta jauh lebih lama ada sebelum Indonesia merdeka, yang berdiri di pinggir sungai.
“Namun, sayangnya rumah-rumah di pinggir sungai tersebut dianggap sebagai penyebab banjir sehingga aliran sungai terhambat. Padahal jika diteliti, rumah pinggir sungai adalah korban dan bukan penyebab. Artinya, ada masalah krusial yang terjadi dan bukan disebabkan oleh perkampungan itu tadi,” katanya.
Yu Sing juga mengatakan upaya normalisasi kampung haruslah didasari asas kepentingan lingkungan dan tatanan masyarakat. Sebaliknya, jangan sampai dipolitisasi atau hanya kepentingan bisnis semata.
“Saat ini sungai-sungai di Jakarta sangat penuh dengan polusi, baik yang berasal dari industri ataupun rumahtangga. Sungai-sungai tersebut tentunya memerlukan vegetasi. Dilihat dari konstruksi, sebaiknya jangan terlalu tinggi menggunakan beton pada bagian sisi tepi sungai dan menerapkan jalan inspeksi. Salah satunya seperti yang terlihat di Jakarta Utara.”
“Padahal ada cara lain yang jauh lebih baik yakni dengan menggunakan teknologi pengeruk endapan sungai yang jauh lebih effisien dan ramah lingkungan. Adanya jalan inspeksi sebenarnya mempengaruhi kedekatan masyarakat terhadap kehadiran sungai itu sendiri. Dari segi budaya saja, sudah mulai bergeser,” tutur pria yang sempat membuat proyek rumah untuk masyarakat menengah bawah ini.
Meskipun nantinya akan ada relokasi bagi penduduk pinggir sungai agar pindah tinggal ke rumah susun, sebaiknya pemerintah perlu melakukan pendekatan kultural kepada masyarakat.
“Sebab kehidupan di rumah susun yang tinggi sebenarnya belum bisa memaksimalkan kehidupan mereka agar tetap produktif. Toh, banyak juga yang pada akhirnya kehilangan pekerjaan, biaya air bersih yang mahal, biaya perawatan yang semakin mahal, dan mereka belum mendapatkan fasilitas yang memadai,” ujar Yu Sing.
“Jadi ‘Pekerjaan Rumah’ bagi Gubernur Jakarta ke depan adalah harus bisa merestorasi alam baik air, udara, dan memperluas Ruang Terbuka Hijau (RTH).
“Sehubungan dengan kampung kota sebenarnya, tidak harus vertikal. Kendati mau dibuat hunian vertikal, perlu dilihat juga sejarah kampung, kondisi sejarahnya, dan pola hidup yang ramah lingkungan,” tuturnya.
Dan berikut adalah 5 tahap yang harus dilakukan Gubernur DKI Jakarta apabila hendak menjadikan Jakarta jauh lebih baik, lebih modern, namun tetap menjaga kekayaan budaya serta tatanan kehidupan:
1. Kembali kepada karakter keunikan masing tempat.
“Boleh kita berangan menjadikan Jakarta seperti Singapura. Tapi perlu juga dikulik, kenapa kita harus seperti Singapura? Apakah harus reklamasi? Padahal, banyak hal yang punah dari singapura, termasuk perkampungan. Hidup di perkampungan mengajari bagaimana hidup hemat, bijak pemanfaata ruang, ruang multifungsi,” kata Yu Sing.
2. Perlu ada area khusus yang bisa digunakan untuk masyarakat menengah ke bawah. Misalnya, Pedagang Kaki Lima.
3. Pelayanan air bersih di Jakarta.
“Warga Jakarta yang mendapatkan pelayanan air bersih di bawah 60%. Alangkah baiknya bila sungai benar-benar dikelola dengan baik dan bisa dijadikan sumber konsumsi sehari-hari. Jadi, normalisasi sungai dilakukan harus dengan memperhatikan banyak aspek. Salah satunya harus terdapat vegetasi,” papar Yu Sing.
4. Tingkatkan pelayanan fasilitas sanitasi
5. Dan, lakukan efisiensi pengeluaran masyarakat dengan membuat pembatasan ketinggian bangunan.
“Tidak hanya itu, di bangunan tersebut juga harus terdapat ruang bekerja, produksi, dan area bercocok tanam,” ujarnya.
Simak juga: Daftar rumah berlokasi di Jakarta klik di sini
Foto: Pixabay.com