Liputan6.com, Jakarta Sebagian orang beranggapan bahwa profesi agen properti lebih lekat dengan menjual properti second atau rumah bekas. Padahal, jenis properti yang dilakoni agen properti tidak tertutup kemungkinan juga menjajakan listing properti baru.
Hal senada diungkapkan Terje H. Nilsen, Agen Properti dari Seven Stone Indonesia yang mengaku kerap menawarkan listing di luar dari listing properti bekas. Menurutnya, setiap jenis properti baik baru ataupun second, tidak terlalu berbeda. Karena masing-masing memiliki target pasar yang berbeda.
“Contohnya di Bali. Di sana, peminat properti baru lebih didominasi oleh condotel. Para investor akan berburu condotel yang jauh lebih lengkap memiliki fasilitas seperti hiburan, olahraga, dan lain-lain"
Advertisement
Baca Juga
“Sedangkan, sebagian investor lagi memilih rumah tapak second dengan alasan rumah tersebut sudah siap huni. Rata-rata mereka memanfaatkan rumah tersebut untuk singgah saat liburan. Di luar dari waktu libur, investor akan menyewakannya kepada turis asing atau WNA yang bekerja di Bali,” tutur Terje seperti dikutip dari laman Rumah.com, Selasa (29/11/2016).
Pria asal Norwegia ini juga memaparkan ada beberapa tantangan yang kerap dihadapi saat menjajakan listing properti second. Berikut ulasannya wawancaranya:
1. Agen masih menggunakan cara konvensional
“Hal yang perlu diingat, bahwa konsumen saat ini sudah jauh lebih pintar, lebih canggih, dan lebih kritis. Mereka sudah mulai mencari properti sendiri menggunakan teknologi atau bertanya kepada pemilik propertinya langsung.”
“Sayangnya, agen properti saat ini masih bertahan dengan cara konvensional atau cara lama. Seharusnya agen juga harus bisa bersaing bahkan bisa memfasilitasi pencari rumah jauh lebih canggih. Jadi, tantangan pertama kembali ke pola pikir agen itu sendiri,” ucapnya.
Terje juga menyayangkan bila agen properti hanya sekedar menawarkan listing saja. Padahal, menurutnya, potensi agen amatlah besar untuk ‘menggiring’ konsumen sehingga akhirnya membeli properti, yakni dengan cara konsultasi properti.
“Media konsultasi properti yang baik untuk digunakan saat ini bisa sosial media, blog, atau website, yang mana kontennya berisi isu-isu terkini hingga penjabaran fasilitas umum di sekitar lokasi properti,” tambahnya.
(Simak juga: Ini Biaya yang Timbul Jika Anda Beli Rumah Second klik di sini)
2. Lemahnya pemeriksaan legalitas properti sebelum listing
Menawarkan properti second memang sedikit berbeda jika dibandingkan properti baru. “Dan parahnya, tidak sedikit agen properti yang langsung menjadikannya sebagai listing, tanpa memeriksa terlebih dahulu akan status legalitasnya,” ucap Terje.
Lebih lanjut, Ia memberi saran, sebelum dijadikan listing agen properti sebaiknya mencari tahu bagaimana kondisi legalitasnya seperti izin pendiriannya, sertifikat yang dimiliki, ketentuan pajak sudah terbayar atau belum.
“Tujuannya, menghindari pola kerja yang tidak efekif dan merugikan. Karena ketika sudah mengurusi banyak hal tapi ternyata aspek legalitasnya ditolak notaris, hal ini tentu akan merugikan agen sendiri sehingga harus bekerja dua kali,” katanya.
3. Hindari ‘Kuper’ dengan berani melihat pasar
“Ketiga, agen jangan kuper! Dan beranilah melihat pasar. Kuper alias kurang pergaulan bisa mengancam keberlangsungan profesi ini. Untuk itu, rajin-rajinlah melihat perkembangan pasar dan regulasi pemerintah untuk mengetahui segala hal yang bisa jadi peluang,” tutur Terje.
4. Jadilah Agen yang jujur
Terakhir, adalah kejujuran. Kendati terlihat mudah, namun utuk menjalankannya sungguh tidak mudah. Agen properti yang jujur akan menghasilkan kepercayaan terbaik dari konsumen.
“Jika agen tersebut jujur, tidak menutup kemungkinan konsumen akan merekomendasikan atau bahkan menggunakan jasa Anda kembali.”
Foto: Pixabay,com