Jokowi Minta PUPR Kebut Pengurangan Backlog

Terkait paket kebijakan ekonomi ke-13, Presiden Jokowi mengaku sudah dilakukan deregulasi perizinan dengan penyederhanaan dan pemangkasan

oleh Fathia Azkia diperbarui 01 Des 2016, 19:06 WIB
Diterbitkan 01 Des 2016, 19:06 WIB
rumah subsidi
Rumah subsidi

Liputan6.com, Jakarta Ditemui dalam acara Musyawarah Nasional Real Estate Indonesia (REI) XV, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo meminta seluruh anggota REI untuk fokus membantu dan bekerjasama dalam menjalankan program pembangunan rumah untuk rakyat.

Hal ini semata-mata ditujukan agar seluruh rakyat Indonesia dapat memiliki tempat tinggal yang layak huni. Apalagi jika berkaca pada tingginya jumlah backlog perumahan di Indonesia yang mencapai sekitar 11 juta.

“Tadi saya sempat tanyakan ke Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk backlog (kesenjangan kebutuhan perumahan-red) sekarang sudah ada berapa, ternyata sudah 11 juta unit.”

“Ini angka yang sangat besar sekali dan sudah sepatutnya kita kejar, supaya angka backlog bisa segera kita tutup. Terlebih modal ekonomi kita saat ini sudah cukup kuat untuk mengembangkan sektor properti,“ tutur Jokowi seperti dikutip Rumah.com.

Terkait paket kebijakan ekonomi jilid 13, menurutnya sudah dilakukan deregulasi perizinan dengan penyederhanaan serta pemangkasan birokrasi di sektor properti.

Sebelumnya terdapat 33 izin yang sekarang bisa dipersingkat menjadi hanya 11 izin. Kemudian untuk waktu pengurusan izin yang dahulu dibutuhkan waktu 700-900 hari, sekarang hanya diperlukan waktu maksimal 40 hari.

(Simak juga: Paket Kebijakan Ekonomi XIII Belum Juga Terbit. Ada Apa?)

Izin = Target Tercapai

Melengkapi pernyataan Jokowi, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menambahkan, 11 perizinan yang dimaksud diantaranya adalah masalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

“Kalau sudah ditetapkan sebagai kawasan permukiman tidak perlu AMDAL lagi, tidak seperti sebelumnya yang masih perlu AMDAL,” ucapnya.

Kemudian ada lagi mengenai perizinan tentang gangguan lingkungan. “Itu tidak ada lagi, karena (aturan) milik Belanda dan di Belanda sudah dihapus tapi di sini malah belum,” terangnya.

Beberapa kemudahan perizinan lainnya meliputi kemudahan administrasi dan pelayanan, kemudahan waktu penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan kemudahan dalam bantuan teknis dan informasi.

Kemudahan tersebut diberikan pada penyediaan rumah, baik dalam bentuk rumah sederhana tapak maupun rumah susun sederhana yang dibangun sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan Pemerintah.

Ia pun menyampaikan bahwa dengan adanya pemangkasan tahapan dan jumlah izin, berimbas pula pada pemotongan 70 persen biaya perizinan yang diharapkan dapat mendorong pencapaian target Program Sejuta Rumah.

Mengenai masalah perizinan, ia mengakui jika hal ini paling banyak terjadi di daerah. “Maka dari itu harus ada Peraturan Pemerintah (PP). Untuk PP terkait perizinan sekarang ini sudah ada di Kemenko Perekonomian dan setelah itu baru masuk ke Sekretariat Negara RI,” ujarnya.

Untuk menyederhanakan perizinan, Pemerintah juga menerbitkan Inpres Nomor 1/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Peraturan baru lainnya adalah Perpres Nomor 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan Inpres Nomor 3/2016 tentang Penyederhanaan Perizinan Pembangunan Perumahan.

Program Sejuta Rumah sendiri merupakan gerakan bersama antara Pemerintah Pusat, Daerah, Dunia Usaha (pengembang) dan masyarakat untuk mewujudkan kebutuhan akan hunian, khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), yaitu masyarakat yang berpenghasilan 2,5-4 juta.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya