Manipulasi Hasil Quick Count Dinilai untuk Ciptakan Legitimasi

Djayadi menuturkan, proses penghitungan suara di Indoensia membutuhkan proses panjang, sehingga rentan kecurangan.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 11 Jul 2014, 03:27 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2014, 03:27 WIB
Jokowi-JK Prabowo-Hatta
(Antara Foto)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi mencurigai dugaan manipulasi beberapa lembaga survei, terkait hasil penghitungan suara quick count atau hitung cepat Pilpres. Hasil survei indikator menunjukan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla menang dengan 52,95%, sementara Prabowo Subianto-Hatta Rajasa hanya mendapatkan 47,66%.

Burhan menduga, manipulasi lembaga survei bertujuan menciptakan legitimasi. Misalnya, jika nanti proses penghitungan suara real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) dicurangi dan menunjukkan kemenangan untuk Prabowo-Hatta, maka pasangan nomor urut 1 tersebut mempunyai bukti hitung cepat yang serupa.

"Itu terkait dengan afiliasi politik. Itu legitimasi. Terkait proses penghitungan manual di KPU yang coba dicari-cari legitimasi intelektualnya di dalam temuan survei. Kalau ada kecurangan dari TPS ke tingkat pusat, jadi KPU tidak merasa terteror dengan hasil hitung cepat," kata Burhan dalam konferensi pers Lembaga-Lembaga Penyelenggara Quick Count Pilpres 2014, di Hotel Atlet Century, Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2014).

Hal senada juga diutarakan peneliti Saiful Mujani Research And Consulting (SMRC) Djayadi Hanan. Djayadi menuturkan, proses penghitungan suara di Indoensia membutuhkan proses panjang, sehingga rentan kecurangan.

"Perhitungan suara kita beda dengan Amerika. Kalau di Amerika dari TPS langsung ke pusat data nasional. Tapi kita dari kotak suara di TPS, ke kelurahan, ke kecamatan, kabupaten kota, provinsi dan baru ke pusat," tuturnya.

Dengan memanipulasi hitung cepat untuk menunjukkan kemenangan, kata Djayadi, maka bisa terjadi legitimasi yang juga akan memengaruhi masyarakat. "Itulah kenapa dilakukan deklarasi kemenangan. Supaya masyarakat juga tetap percaya."

"Kalau tidak ada deklarasi, masyarakat akan menilai hanya Jokowi-JK yang menang, sehingga akan bertanya-tanya kalau nanti KPU menetapkan Prabowo-Hatta. Dengan kondisi seperti ini, masyarakat juga terbelah," tandas Djayadi.

Setelah hampir selesai penghitungan suara quick count atau hitung cepat, pasangan capres dan cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menyatakan kemenangan pada Pilpres 2014. Deklarasi kemenangan tersebut berdasarkan sejumlah lembaga survei.

Tak lama kemudian, pasangan Prabowo-Hatta pun tak mau kalah dan melakukan hal sama. Pasangan capres nomor urut 1 itu mendeklrasikan kemenangannya pada Pilpres sesuai hasil penghitungan quick count lembaga surveinya.

Keduanya saling mengklaim kemenangan pada Pilpres 2014. Namun Rabu malam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memanggil kedua pasangan capres ke kediamanya di Puri Cikeas, Bogor. SBY meminta keduanya untuk tetap tenang dan menunggu hasil resmi penghitungan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Masyarakat pun merasa dibingungkan dengan keadaan tersebut. Sejumlah pihak meminta para lembaga survei untuk diaudit, guna membuktikan kredibilitas masing-masing.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya