Liputan6.com, Yogyakarta - Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada 20 Mei ini diperingati berbeda warga Yogyakarta. Puluhan warga dari berbagai lintas agama berkumpul untuk bersama-sama melaksanakan tapa bisu dari Tugu Yogya hingga Pagelaran Keraton.
"Lampah ratri laku topo bisu dari Tugu Jogja sampai Pagelaran Keraton untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional sekaligus untuk mengajukan kepada Tuhan supaya tenteram, damai, rukun, tidak terjadi cakar-cakaran, jadi sarana damai lintas agama, lintas budaya dan lintas bangsa," ujar Romo Yatno, salah satu panitia acara, di Tugu Yogya, Kamis, 19 Mei 2016.
Romo Yatno menerangkan, tapa bisu atau bertapa dengan jalan kaki dalam diam dilakukan sesuai dengan budaya zaman dahulu. Jalan kaki dengan bertapa ini agar doa yang dihajatkan dikabulkan Tuhan. Dengan tapa bisu ini, ia mengharapkan Yogyakarta dapat hidup dengan damai.
Baca Juga
"Zaman dulu, orang tua kita kalau berdoa itu diam. Itu justru kerasa sekali. Kalau kita teriak-teriak, maka tidak kerasa sekali kita dengan Tuhan Yang Maha Kuasa," ujar Romo Yatno.
Romo Yatno menyebutkan acara tapa bisu diikuti kelompok dari Pasundan, Kristen, Konghucu Ahmadiyah, Muhamadiyah, NU relawan dan lain-lain. Peserta khidmat dalam berdoa. Yatno menjelaskan usai membacakan doa di di selatan Tugu Yogya, peserta berjalan kaki menuju Pagelaran Kraton.
"Depan itu ada dupo, bregodo ada air dari tujuh mata air, ada lampu dan drupa, dan ada gunungan-gunungan. Itu berarti bermacam-macam warna dan rasa, namun mengarah ke satu," tutur dia.
Doa dipimpin oleh orang tua di Tugu Yogya dengan membacakan doa-doa berbahasa Jawa. Satu orang lainnya membawa cambuk berkeliling di antara peserta dengan sesekali bergerak seolah sedang mencambuk sesuatu yang tidak terlihat.