Liputan6.com, Purwakarta - Konflik antara manusia dan monyet kerap terjadi di berbagai daerah, semisal di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta atau Purwakarta, Jawa Barat. Kawanan monyet kerap menyatroni perkebunan bahkan pemukiman warga.
Tak hanya menjarah buah dan makanan, monyet-monyet kadang nakal menyerang manusia. Di Purwakarta misalnya, monyet lebih senang mengganggu wanita. Warga pun resah dengan tingkah para monyet.
Beragam cara ditempuh untuk 'rekonsiliasi' dengan kaum monyet. Di Gunungkidul, warga mengelabui monyet dengan cara memberi buah-buah busuk di tepi hutan. Pertimbangannya, jika para monyet sudah kenyang maka diharapkan tidak lagi usil.
Advertisement
Lain lagi di Purwakarta. Bupati Dedi Mulyadi pilih 'merangkul' kawanan monyet dengan membuatkan mereka kawasan khusus, Kampung Monyet.
Monyet Nakal
Masalah monyet di Purwakarta pecah belakangan ini. Gerombolan monyet liar kerap turun dari gunung dan masuk ke permukiman warga di Kecamatan Jatiluhur, Purwakarta. Salah satu daerah yang sering menjadi sasaran adalah kampung Jatimekar.
Baca Juga
"Ukurannya ya macam - macam ya, mulai dari yang kecil sampai yang besar. Takut juga karena sering nyerang manusia terutama perempuan," kata salah seorang warga Jatiluhur, Indra.
Selain itu kawanan monyet juga merusak tanaman milik warga, termasuk menjarah buah-buahan. Itu terlhat dari banyaknya sisa makanan di sekitar pohon di permukiman.
"Kalau buahnya apapun jenis buah ya dicuri. Kalau ada pisang matang satu juga dipetik diambil," tambah Indra.
Bahkan kelompok monyet tersebut juga sering masuk ke dalam rumah warga dan mengacak-acak setiap isi rumah terutama saat para pemilik sedang keluar.
"Makanya rumah warga di sini menggunakan tralis besi, karena sering ada monyet yang masuk dan mengacak-acak rumah," tutur Indra.
Warga menduga jika monyet tersebut datang dari areal pegunungan di sekitar wilayah Kecamatan Jatiluhur dan Kecamatan Sukasari. Sedangkan banyaknya binatang primata itu menyerang pemukiman lantaran habisnya sumber makanan di habitatnya.
Daerah Otonomi Khusus Monyet
Menurut Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, penyebab gerombolan monyet turun gunung karena habitatnya saat ini dijadikan lahan garapan warga.
"Maka dari itu saya akan jadikan lahan seluas 18 hektare itu untuk hutan konservasi dan tidak boleh diganggu manusia," kata Dedi.
Lahan tersebut juga tidak boleh digarap oleh warga sehingga monyet tidak lagi turun gunung dan membahayakan masyarakat di wilayah serbuannya.
"Lahan itu akan saya jadikan sebagai tempat wisata namanya wisata Kampung Monyet," ujar Dedi.
Hal itu dilakukan guna melindungi keberadaan monyet di wilayah itu. Menurut Dedi, pengusiran dan penangkapan bukan cara yang tepat agar monyet tidak lagi masuk ke permukiman.
"Nanti kita siapkan bahan makanannya, kita tanam areal perkebunan pisang juga sebagai sumber makanan monyet-monyet itu," ujar Dedi.
Dalam pengelolaannya nanti, pihak Pemkab Purwakarta akan melibatkan warga setempat untuk mengelola wisata Kampung Monyet tersebut.
"Langkah pertama masyarakat di sini terlebih dahulu harus paham bagaimana tata cara untuk mengelola alam dan memperlakukan binatang. Nanti mereka kita kirim dulu untuk belajar seperti ke daerah Bali," tambah Dedi.
Advertisement
Para Pengasuh Monyet
Sebanyak 16 petani penggarap lahan di kawasan hutan Desa Jatimekar, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, akan diangkat menjadi tenaga harian lepas oleh Pemerintah Kabupaten Purwakarta untuk merawat monyet-monyet 'genit'.
Langkah itu tindak lanjut dari gagasan membuat Kampung Monyet di kawasan tersebut. Para petani yang diangkat sebagai tenaga harian lepas akan mendapatkan pelatihan untuk pengelolaan wilayah berbasis lingkungan sebagai bagian dari program ekowisata Kampung Monyet.
"Ke-16 orang petani penggarap ini sudah resmi menjadi bagian dari Pemerintah Kabupaten Purwakarta, untuk membantu merawat lingkungan Hutan Jatimekar berikut populasi monyet yang ada di sana," kata Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.
Terkait pengelolaan Kampung Monyet itu, Dedi meminta agar para petani penggarap nantinya mengirim makanan untuk monyet setiap hari agar tidak menganggu aktivitas warga.
"Problem monyet yang turun gunung ini kan karena persediaan makanan di habibat mereka semakin berkurang. Sambil program ekowisata ini kami benahi, setiap hari kami kirimkan pisang untuk makanan gerombolan monyet itu agar tidak turun gunung menganggu aktivitas warga sekitar," tutur Dedi.
Penataan ekowisata seluas 18 hektare itu diapreasiasi warga Desa Jatimekar Jatiluhur. Selain karena mereka aman dari gangguan monyet, kawasan ekowisata itu diharapkan mampu mendongkrak perekonomian dan kehidupan masyarakat Purwakarta, khususnya masyarakat yang tinggal di Desa Jatimekar dan sekitarnya.
"Kami warga senang tentunya. Karena akan memperoleh mata pencaharian baru. Secara ekonomi pastinya kehidupan kami akan meningkat," ujar Effendy, warga Desa Jatimekar.
Effendy menambahkan, melalui penataan kawasan ekowisata, populasi monyet akan terjaga karena terhindar dari tangan jahil para pemburu ataupun warga yang kesal atas perilaku hewan primata tersebut yang kerap kali mengganggu aktivitas mereka.
"Kalau seperti ini, monyetnya terjaga, tidak bisa diburu karena ada warga menjadikannya sebagai aset."