Nyawa Pesut Mahakam Terancam Sengatan Listrik

Dalam setahun, lima pesut Mahakam mati di habitatnya sendiri. Padahal, jumlah pesut Mahakam di alam hanya tersisa 75-80 ekor.

oleh Liputan6 diperbarui 16 Jan 2017, 14:31 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2017, 14:31 WIB

Liputan6.com, Samarinda - Peneliti Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (Rasi) Danielle Kreb mengaku prihatin tingginya kasus kematian pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) atau lumba-lumba air tawar.

"Kurung waktu lima tahun terakhir, yakni periode 2012 hingga 2016, kasus kematian pesut Mahakam fluktuatif namun pada tahun lalu angka kematian lumba-lumba air tawar itu tergolong tinggi," kata Danielle Kreb, dilansir Antara, pekan lalu.

Pada 2015, kata Danielle, tidak ditemukan adanya kasus kematian Pesut Mahakam, kemudian pada 2014 ditemukan tiga kasus, pada 2013 ada satu lumba-lumba air tawar ditemukan mati dan pada 2012 terdapat lima sampai enam kasus kematian pesut mahakam.

"Setelah 2012, kasus kematian pesut Mahakam mengalami penurunan namun kembali meningkat pada 2016. Ini tentu menjadi keperihatinan kita dan kami berharap ada upaya serius dari Pemerintah Provinsi Kaltim untuk melindungi populasi lumba-lumba air tawar tersebut yang jumlahnya diperkirakan hanya sekitar 75 hingga 80 ekor," ujar Danielle.

Sebelumnya, yakni pada Jumat, 6 Januari 2017, warga Sungai Kledang, Kecamatan Samarinda Samarinda Seberang menemukan bangkai pesut Mahakam. Bangkai lumba-lumba air tawar itu ditemukan sudah dalam kondisi membusuk sehingga diperkirakan sudah lama mati.

Peneliti asal Belanda yang mengamati pesut Mahakam sejak 1997 itu mengatakan, bangkai tersebut sebelumnya sudah ditemukan warga Samarinda Seberang.

"Bangkai pesut mahakam itu sebelumnya ditemukan pada 18 Desember 2016, namun karena tidak diangkat sehingga hanyut dan kembali ditemukan di Sungai Kledang pekan lalu. Jadi, bangkai itu merupakan kematin lima pesut Mahakam pada 2016 lalu," jelas Danielle.

Selain tertabrak ponton batu bara dan terjerat jaring nelayan, kasus kematian pesut Mahakam, lanjut ia, karena masih adanya aktivitas warga menangkap ikan dengan menggunakan arus listrik.

Ia mengaku telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan nelayan, khususnya di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, terkait bahaya penggunaan racun dan jaring. Bahkan, ia juga mengaku telah melatih nelayan cara pelepasan pesut jika terkena jaring.

"Kami juga menyampaikan kepada para nelayan agar memasang jaring di tempat yang sering dipantau atau dicek sehingga jika ada pesut yang terjerat segera menghubungi orang lain untuk melakukan menyelamatkan," ujar dia.

"Sosialisasi berjalan optimal tetapi masih ada kegiatan ilegal, khususnya pada malam hari, dengan melakukan penyetruman atau menggunakan racun saat menangkap ikan. Jadi, pengawasan kegiatan ilegal itulah yang masih kurang yang menjadi salah satu ancaman habitat pesut Mahakam," tutur Danielle Kreb.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya