Kisah Pencuri Brutal yang Hapal Pasal di Luar Kepala

Hapalan pasal di luar kepala itu membantu polisi mematahkan alibi yang disiapkan si residivis pencurian motor itu.

oleh Musthofa Aldo diperbarui 16 Mar 2017, 18:35 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2017, 18:35 WIB
Kisah Hapalan Pasal di Luar Kepala Residivis Pencurian Motor
Ilustrasi: UU ITE menjerat banyak aktivis

Liputan6.com, Bangkalan - Ripandi (40) bukan sarjana hukum. Tapi, residivis kasus pencurian sepeda motor itu hapal pasal-pasal dalam KUHP di luar kepala. Bila Ripandi melakukan satu kejahatan, dia sudah tahu berapa tahun dia akan dituntut jaksa penuntut umum atas tiap kejahatan yang dia lakukan dalam persidangan.

'Keistimewaan' warga Desa Banyior, Kecamatan Sepuluh ini diungkapkan Kasatreskrim Polres Bangkalan AKP Anton Widodo. Ia mengaku sempat bertemu dan berbicara dengan Ripandi beberapa waktu lalu.

Meski polisi menyebutnya residivis pencurian sepeda motor, kasus yang menyandung Ripandi kali ini adalah karena menikam kakak iparnya hingga meninggal di Puskesmas dan melukai tiga polisi yang hendak menangkapnya.

Anton kaget karena dalam pertemuan itu Ripandi sudah tahu berapa lama dia akan mendekam dalam penjara karena dua kasus itu yaitu 7 tahun. Lima tahun karena menganiaya kakak iparnya dan dua tahun karena melawan serta melukai polisi.

"Kalau menikam kakak iparnya itu akan dituntut lima tahun dan melawan polisi dua tahun pak. Lama juga ya, Pak," kata Anton menirukan ucapan Ripandi, Kamis (16/3/2017).

Anton menduga pengetahuan Ripandi soal ancaman hukuman itu karena dia sering keluar masuk penjara. Namun lebih dari itu, bagi Anton, 'keahlian' Ripandi itu menunjukkan tersangka tidak mengalami gangguan jiwa sehingga tidak perlu diperiksakan ke Rumah Sakit Menur di Surabaya.

"Mana ada orang stres hafal pasal," ujar Anton terkekeh.

Polisi memang sempat berencana memeriksakan kondisi kejiwaan residivis itu karena setelah menikam kakak iparnya dan melawan polisi, Ripandi sering mengamuk dan teriak-teriak dalam sel.

Khawatir membahayakan tahanan lain, Ripandi ditempatkan dalam sel isolasi dengan tangan dan kaki diborgol. Ia dibiarkan uring-uringan dalam sel. Mungkin karena berakting, kondisinya pelan-pelan stabil sendiri. Kini, dia tak lagi mengamuk dan telah dikumpulkan dengan tahanan lain.

Perbuatan sadis Ripandi terjadi pada 16 September 2016 lalu. Dia menikam Siti (30), istri kakaknya karena emosi dan sakit hati setelah dinasehati agar mencari pekerjaan. Siti ditikam saat sedang salat zuhur di langgar.

Usai menikam Siti, Ripandi bertahan di atas langgar. Sementara, Siti ditolong warga dan dibawa ke Puskesmas. Nyawa Siti tak tertolong, ia tewas malam harinya. Meski tak kabur, polisi dari Polsek Sepuluh tak berani menangkap Ripandi sebab dia membekali diri dengan sebilah celurit dan pisau.

Polsek Sepuluh minta bantuan ke Polres Bangkalan. Anggota Buser dan penyidik Satreskrim dikirim. Polisi mengepung langgar. Tiap ada polisi mendekati langgar, Ripandi berdiri dan mengayunkan celuritnya.

Ada satu momen, Ripandi terlalu keras mengayunkan celuritnya hingga jatuh ke lantai. Saat dia menoleh dan membungkuk untuk mengambil celurit, sejumlah polisi merangsek masuk, menerjang tubuh residivis itu. Sebagian memegangi tangannya dan sebagian lain menindih tubuhnya, pergumulan pun terjadi.

Saat itu, polisi fokus memegang tangan kananya, sehingga tangan kiri Ripandi masih sempat meraih pisau dan menusukkannya pada polisi. Tiga polisi terluka, dua luka ringan dan satu lainnya luka parah di pinggang dan harus dioperasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya