Segarnya Pagi dan Prinsip Hidup Baduy

Masyarakat Baduy konsisten hidup berdampingan dengan alam. Pagi selalu segar di kawasan Baduy.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 02 Mei 2017, 06:00 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2017, 06:00 WIB
Suku Baduy
Puncak ritual Seba Baduy di Pendopo Banten, Sabtu (29/4/2017 (Liputan6.com / Yandhi Deslatama)

 

Liputan6.com, Serang - Gunung teu meunang dilebur
Lebak teu meunang diruksak
Pendek teu meunang disambung
Lojong teu meunang dipotong

Hutan dan pegunungan di kawasan Baduy di Lebak, Banten masih terjaga alami. Masyarakat menjaga dan hidup berdampingan mesra dengan alam. Tak ada perusakan, tiada pencemaran, sehingga lingkungan terus terjaga.

Dalam hidup keseharian, masyarakat Suku Baduy Dalam dan Luar menggenggam nilai yang selaras dengan alam dan budi pekerti. Beberapa prinsip hidup Baduy ditulis besar-besar dalam spanduk yang dibentangkan saat ritual Seba Baduy di pusat pemerintahan Banten, Sabtu 29 April 2017.

"Gunung teu meunang dilebur; Lebak teu meunang diruksak; Pendek teu meunang disambung; Lojong teu meunang dipotong (Gunung Tidak Boleh Dihancurkan. Lebak jangan dirusak. Pendek tidak boleh disambung. Panjang tidak boleh dipotong).

Demikian filsafat hidup dalam menjaga alam dan kelestarian lingkungan di wilayah adat Baduy. Selain itu sikap menerima ketetapan dari Shang Hyang Widi.

"Banyak hal yang patut kita tiru dari kearifan lokal saudara kita dari Kanekes ini, yang berarti makna hidup apa adanya, tidak menambah atau mengurangi," kata Pejabat Sementara (PJs) Gubernur Banten, Mata Irawan, saat ditemui di Pendopo Gubernur Banten, Kota Serang, pada Sabtu malam, 29 April 2017.

Dia berterima kasih kepada masyarakat adat Kanekes atau yang biasa disebut Suku Baduy yang telah konsisten menjaga dan melestarikan alam.

"Tentu kami akan bersama-sama dengan pemerintah kabupaten dan kota menjaga Banten. Terutama kelestarian alam yang ada di Banten agar tetap menjadi lestari," ujarnya.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya