Liputan6.com, Palu - Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Aminuddin Ma'ruf menemui Ketua Utama Alkhairaat Habib Saggaf Aljufri untuk mengklarifikasi pidatonya pada pembukaan Kongres XIX PMII di Palu. Salah satu pernyataan dalam pidatonya menyinggung perasaan masyarakat dan pegiat adat Sulawesi Tengah.
Aminuddin menemui pimpinan tertinggi perguruan Islam terbesar di Indonesia Timur itu pada Rabu sore, 17 Mei 2017. Dia menjelaskan bahwa pidatonya pada pembukaan Kongres XIX yang dihadiri Presiden Joko Widodo sama sekali tidak bermaksud menyinggung perasaan masyarakat Sulteng, khususnya Kota Palu.
Pernyataan yang bermasalah itu mengidentikkan daerah setempat dengan pusat gerakan Islam radikal dan pusat menantang NKRI. Dia menjelaskan tujuan Kongres PMII dilaksanakan di Palu untuk menjawab tentang Sulteng yang distigma sebagai pusat gerakan Islam radikal dan pusat menantang NKRI, terhadap daerah lain maupun terhadap dunia internasional.
Advertisement
Pada pertemuan tersebut, Aminuddin menerima beberapa nasihat dari Habib Saggaf terkait kearifan, kebijaksanaan, dan penguatan diri. Habib juga mengemukakan salah satu syair, "Terkadang kuda lari cepat terjatuh karena kakinya tersandung."
Usai memberikan nasihat, Habib Saggaf juga mendoakan keselamatan dan kesuksesan Kongres XIX PMII sesuai apa yang telah direncanakan.
Baca Juga
Sebelum menemui Habib Saggaf, Aminuddin yang didampingi sejumlah senior PMII di Kota Palu, menziarahi makam pendiri Alkhairaat Habib Idrus bin Salim Aljufri di kompleks Perguruan Islam Alkhairaat Palu. Di tempat itu, Aminuddin membaca tahlil dan doa dipimpin Ketua Majelis Dzikir Rijalul Ansor Gerakan Pemuda Ansor Sulteng Suhban Lasawedi.
Aminuddin juga telah menemui Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola untuk menyampaikan permohonan maaf karena pidatonya menyinggung perasaan publik Sulteng, khususnya masyarakat Kota Palu.
Sanksi Adat 3 Kambing
Wakil Ketua Adat Kota Palu Arifin Sunusi menyatakan atas nama lembaga Adat Tanah Kaili pihaknya telah menerima permohonan maaf atas pernyataan Aminudin Ma'ruf. Di hadapan jamaah Masjid Agung dan sebagian lembaga adat totua nuada (orang tua adat) tanah kaili, Aminudin Ma'ruf menyampaikan permohonan maafnya.
Namun, kata dia, permohonan maaf itu tidak menghilangkan sanksi adat. Berdasarkan kesepakatan, lembaga adat menjatuhkan adat atau 'givu salah mbivi' atau salah bicara, berupa tiga ekor kambing dan 30 buah piring baru.
Dengan itu, pihaknya menerima permohonan maaf itu, dan akan melakukan rapat terkait. Arifin menegaskan apa yang disampaikan Aminudin itu berkaitan dengan nilai adat 'sala mbivi' atau salah bicara sehingga risiko yang harus diterimanya berupa givu atau sanksi sesuai dengan aturan adat yang berlaku.
"Ya, sanksinya dalam betuk tiga ekor kambing dan 30 buah piring makan," ujarnya, dilansir Antara.
Dia menegaskan Aminudin harus menerima sanksi tersebut, dan tidak boleh dialihkan dalam bentuk uang. Kambing itu nantinya akan disembelih, dimasak, dan dimakan bersama dalam satu perjamuan makan, diikuti oleh 30 orang tokoh-tokoh adat.
Pelaksanaannya itu menunggu waktu yang ditentukan. Apabila tidak melaksanakan givu nuada itu, maka ada givu yang lain yang diberikan lembaga adat, yakni lembaga ada mengusir atau niombo, dari tanah Kaili selamanya dan tidak boleh menginjakkan kakinya di tanah ini.
Sebelumnya, Polibu Ntodea Tana Tadulako menuntut permohonan maaf Aminuddin Ma'ruf, atas pernyataannya saat pembukaan Kongres PMMI ke XIX PMII di Masjid Agung Darussalam Palu, Selasa, 16 Mei 2017. Lembaga itu memprotes keras atas pernyataan Ketum PB PMII yang menyebutkan tanah Tadulako sebagai pusat radikalisme Islam dan pusar gerakan menentang NKRI.
Aminuddin didesak untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka, di media cetak dan elektronik nasional dan daerah, serta menuntut yang bersangkutan untuk diberikan sanksi adat.